BANDA ACEH – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh meminta majelis hakim Mahkamah Syariah (MS) Banda Aceh mencabut izin penangguhan penahanan atas terdakwa kakek cabuli cucu. Kasus itu sempat ditangani Polresta Banda Aceh.
“Majelis Hakim MS Kota Banda Aceh harus cabut izin penangguhan penahanan atas terdakwa kasus pencabulan terhadap cucu,” kata Ketua Komisi V DPRA, Falevi Kirani, Selasa (12/9/2023).
Ia menjelaskan, bahwa Komisi V DPRA mengecam tindakan Majelis hakim MS Kota Banda Aceh yang memberikan izin penangguhan penahanan terhadap pelaku pencabulan terhadap anak yang dilakukan oleh kakeknya yakni 71 tahun
“Karena dengan diberikannya izin penangguhan penahanan telah menyebabkan runtuhnya wibawa hukum yang mengatur secara khusus sebagaimana Qanun Aceh tentang Hukum Jinayat di Provinsi Aceh,” jelasnya.
Falevi mendesak Majelis Hakim Banda Aceh yang menyidangkan perkara ini untuk segera melakukan pencabutan atas izin penanguhan yang telah dikeluarkan sebelumnya terhadap terdakwa pelaku kejahatan.
Menurutnya, Komisi V DPRA melihat bahwa ketidakjelasan cara pandang majelis hakim dalam menerapkan hukum khusus ini telah membuat adanya dugaan tebang pilih dalam penegakan hukum.
“Apalagi korban anak masih trauma berat dan membutuhkan perlindungan ekstra,” paparnya.
- Advertisement -
Namun demikian, kata dia, jika pelaku dibiarkan berada diluar tidak menutup kemungkinan akan melakukan tindakan lain yang dapat mengancam keselamatan bagi korban.
“Maka berdasarkan hal tersebut Majelis Hakim MS Kota Banda Aceh harus konsisten dan segera membatalkan penangguhan penahanan,” ucapnya.
Menurut Falevi, seharusnya Majelis Hakim MS Banda Aceh memihak kepada korban anak bukan malah memihak kepada terdakwa sebagai pelaku meskipun kakeknya sendiri.
Ia menyampaikan, bahwa titik stressingnya adalah pada sang anak sebagai korban, dan sepatutnya anak korban pencabulan yang diduga dilakukan oleh kakek kandungnya seyogiyanya ditempatkan di save house (rumah aman) atas putusan sela hakim.
“Jadi bukan malah memberi penangguhan penahanan kepada terdakwa yang berpotensi mengurangi perbuatan dan memberi traumatik secara psikologis kepada anak korban,” tegas Falevi
Politikus Partai Nanggroe Aceh (PNA) ini mengaku, bahwa Komisi V DPRA sangat konsens untuk memastikan seluruh proses tahapan terhadap korban anak mendapat perlindungan.
Disisi lain, pihaknya juga meminta Badan Peberdayaan Perempuan dan Anak (BP3A) untuk segera mencari rumah aman bagi korban, apalagi kedua korban masih kategori anak yang membutuhkan pengamanan ekstra.
“Selain itu juga harus memastikan bahwa pelaku kejahatan dihukum berat sebagaimana aturan hukum yang berlaku,” pungkas Falevi.[]