oleh Fauziah Mursid, Eva Rianti, Haura Hafizhah, Antara
Salah satu upaya untuk mengatasi masalah buruknya kualitas udara di Jakarta akibat polusi udara adalah lewat teknologi modifikasi cuaca (TMC) untuk menurunkan hujan. Namun sayangnya, hingga kini, tim terkait kesulitan melaksanakan TMC lantaran minimnya ketersediaan awan di langit.
“Yang dibawah ekuator sama sekali tidak ada awannya. Nah ini kita lihat, ini dari ekuator ke atas itu masih ada awannya tapi untuk Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Barat bagian Selatan, Kalimantan Tengah bagian Selatan, Kalimantan Selatan, Pulau Sulawesi secara umum dari tengah ke selatan, Papua dari tengah ke selatan, sampai Jawa, Bali, Nusa Tenggara itu enggak ada awannya,” kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, Selasa (22/8/2023).
Padahal, menurut Muhari, BNPB sudah siap menggelar operasi TMC menurunkan hujan seperti arahan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Muhari pun berharap dua-tiga hari ke depan muncul awan di langit di atas Pulau Jawa dengan kandungan uap air yang mencukupi untuk diturunkan menjadi hujan.
“Kita sudah mulai TMC dari tanggal 19, 20, kita harapkan dalam dua, tiga hari ke depan ada awan yang bisa kita turunkan lagi hujannya kita akan turunkan,” ujar Muhari.
- Advertisement -
Muhari menegaskan, untuk menyukseskan operasi TMC harus ada awan-awan yang mengandung uap air. Sedangkan saat ini tidak ada awan-awan yang mengandung uap air, khususnya di wilayah bawah garis ekuator.
Muhari melanjutkan, kondisi semakin sulit lantaran Indonesia telah masuk puncak musim kemarau oada pekan ketiga bulan Agustus 2023 yang ditandai dengan meningkatnya hotspot atau titik-titik api yang meningkat di sejumlah wilayah.
“Kita coba lihat perbandingan jumlah titik panas di seluruh Indonesia dalam tiga bulan terakhir periode dua minggu pertama. Jadi kita coba lihat dua minggu pertama Juni, dua minggu pertama Juli, dua minggu pertama Agustus,” ujarnya.
Muhari menerangkan, operasi TMC dilakukan untuk membilas polutan di Jakarta sekaligus untuk mengatasi kemarau panjang di sejumlah wilayah. Caranya dengan menabur garam di awan sehingga memicu percepatan presipitasi atau mencairnya awan menjadi air hujan.
“Kalau nggak ada awannya, nggak bisa kita melakukan, menurunkan air hujan itu. Ada fase-fase tertentu di mana minimal apa konsentrasi awan itu 30 persen, bahwa itu cukup untuk membuat hujan buatan,” ujarnya.
Sebada dengan BNPB, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta pun menyampaikan bahwa TMC yang merupakan salah satu upaya pengendalian pencemaran udara di Jakarta tengah digodok. Namun, hingga saat ini disebutkan bahwa kendala penerapannya lantaran masalah awan.
“Kami Pemprov DKI terus koordinasi terkait upaya dan sinergisitas antara Pemprov DKI dan kementerian terkait beberapa upaya, hingga semalam pun saya masih menghadiri rapat organisasi dengan Kemenko Marves, semalam membahas khusus mengenai rencana TMC, teknologi modifikasi cuaca,” kata Kepala DLH DKI Jakarta Asep Kuswanto dalam rapat Komisi D DPRD DKI Jakarta di Gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (22/8/2023).
Asep menjelaskan, dalam pembahasan itu, penerapan TMC di Jakarta dinilai belum bisa diterapkan hingga akhir Agustus ini. Hal itu terbukti dari hasil observasi yang dilakukan.
“Jadi semalam disampaikan bahwa TMC untuk wilayah DKI Jakarta masih sulit dilakukan karena memang ketidaktersediaan awan. Jadi awan itu jadi faktor penentu TMC bisa dilakukan atau tidak, ternyata hasil dari observasi TMC ini belum bisa dilakukan di Jakarta hingga 28, 29 Agustus ini,” ungkap Asep.
Dia menyebut kesulitan itu menjadi dasar tidak dapat turun hujan di wilayah Jakarta. Menurut penuturannya, berdasarkan observasi yang dilakukan, hujan hanya turun di wilayah penyangga Ibu Kota.
“Jadi memang kesulitan itu menjadi dasar tidak dapat turun hujan di Jakarta. Tiga hari kemarin, BMKG sudah lakukan TMC dan hasilnya hujan hanya di wilayah pinggir Jakarta, yang dilaporkan Pamulang hari Minggu hujan, Bogor hujan, dan Depok gerimis,” terang dia.
Sumber: Republika