- Para pemuda adat di sekitar dan dalam Suaka Margasatwa Rimbang Baling, Riau, punya radio komunitas dengan nama Lintas Subayang. Kini, Lintas Sebayang mengembangkan ke ranah digital, tanpa menghentikan operasional radio konvensional yang mengudara dengan bahasa lokal itu.
- Lintas Sebayang bisa ditonton melalui youtube dan dapat di dengar dari spotify. Ada program Swarimba alias Suara Rimbang Baling. Ini soal perbincangan soal aktivitas masyarakat adat, mulai dari menangkap ikan dengan kearifan lokal sampai mengolah makanan dari hasil hutan dan sungai.
- Rakom Lintas Subayang tak sekadar media hiburan masyarakat adat dengan lagu-lagu lokal maupun nasional. Ia juga pusat informasi kebencanaan, seperti banjir, bahkan kabar duka cita, termasuk pemberitahuan orang tersesat dalam hutan maupun penyadartahuan soal konservasi, hutan, lingkungan dan lain-lain.
- Yatim, ketua pengelola radio pertama dan terlibat aktif mengurus segala administrasi pendirian Rakom Lintas Subayang mengatakan, rakom jadi tongkrongan produktif dan positif bagi masyarakat adat terutama para pemuda. Tiap kali berkumpul, selalu ada diskusi dan masukan buat program siaran radio menyangkut hutan Rimbang Baling.
- Advertisement -
‘Radio Komunitas Lintas Subayang 107,7 FM.’ Begitu nama studio radio yang terpampang di dinding. Papan berisi kalimat serupa, terpaku di sebelah pintu bangunan semi permanen berukuran 2×2 meter di antara deretan kios bekas pasar Desa Tanjung Belit, Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar, Riau. Dinding berkelir hijau dan merah.
Bagian depan atas, tertutup spanduk imbauan makan ikan dan budidaya ikan dengan jaga sungai. Studio itu berada di ujung desa.
Hanya selemparan batu dari Sungai Subayang, persis di gerbang Suaka Margasatwa Bukti Rimbang Bukit Baling (SM-BRBB). Kawasan konservasi pemerintah tetapkan seluas 141.226,25 hektar pada 2014.
Rakom Lintas Subayang mengudara pada 2016. Waktu itu, Yapeka bersama WWF Indonesia dan Indecon, dalam Integrated Tiger Habitat Conservation Program (ITHCP) Fase I, memandang perlu pusat penyebaran informasi ke desa-desa dalam kawasan konservasi itu.
“Masih sulit menjangkau fasilitas telekomunikasi dan penyebaran informasi, saat itu.” kata Direktur ITHCP Agustinus Wijayanto.
Rakom Lintas Subayang tak sekadar media hiburan masyarakat adat dengan lagu-lagu lokal maupun nasional. Ia juga pusat informasi kebencanaan, seperti banjir, bahkan kabar duka cita, termasuk pemberitahuan orang tersesat dalam hutan sampai penyadartahuan soal konservasi, hutan dan lingkungan dan lain-lain.
Ada sembilan desa utama jangkauan Rakom Lintas Subayang. Mulai Tanjung Belit di bagian hilir, sepanjang aliran Sungai Subayang terdapat Desa Muara Bio, Batu Sanggan, Tanjung Beringin, Gajah Bertalut, Aur Kuning, Terusan, Pangkalan Serai hingga paling hulu Subayang Jaya.
Agustinus Wijayanto, mengatakan, pada masa awal mengudara, Rakom Lintas Subayang dapat di dengar pada 15 desa dalam kawasan konservasi. Tambahannya, sejumlah desa di aliran Sungai Bio— percabangan Sungai Subayang—sebelah kanan dari Desa Muara Bio. Antara lain, Kota Lama, Sungai Santi, Dua Sepakat, Ludai hingga Pangkalan Kapas.
Sebetulnya masih banyak desa yang dihuni masyarakat adat sepanjang percabangan sungai dalam Rimbang Baling. Di Sungai Bio, juga terdapat percabangan sungai di Desa Ludai, yakni Sungai Lipai. Ada tiga desa lagi pada aliran sungai itu yakni, Deras Tajak, Tanjung Karang dan Batu Sasak.
Berdasarkan administrasi pemerintahan, semua masuk dalam Kecamatan Kampar Kiri Hulu. Mayoritas masih sangat terbatas dan minim infrastruktur penghubung mobilitas fisik maupun jaringan komunikasi masyarakat hingga perlu ada pusat informasi.
Rakom Lintas Subayang, masyarakat adat yang mengelolanya. Yapeka fasilitasi seluruh kelengkapan perangkat stasiun radio mulai pemancar sampai headseat. Termasuk pemancar tambahan tiap desa buat menangkap produksi siaran udara dari stasiun utama.
Organisasi nirlaba yang memiliki perhatian terhadap pendidikan konservasi itu juga mendatangkan tim Rakom Lintas Merapi, Jawa Tengah. Mereka melatih masyarakat adat Rimbang Baling untuk operasi peralatan, proses produksi hingga teknik penyiaran. Bahkan kesiapan menjadi teknisi bila ada kerusakan kecil pada perangkat.
“Beberapa pengelola Rakom Lintas Subayang juga pernah kita magangkan langsung di Radio Lintas Merapi. Sekembalinya dari sana, mereka berbagi pengalaman dan pengetahuan dengan anggota lain,” kata Agustinus.
Indra Rius, pemuda adat Tanjung Belit magang di Radio Lintas Merapi. Sebagai generasi awal pengelola Rakom Lintas Subayang, dia tidak hanya lihai mengatasi masalah di pemancar. Juga memandu program musik yang biasa diselingi dialog dengan pendengar dari ujung telepon.
Siaran di Rakom Lintas Sebayang. Foto: Suryadi/Mongabay Indonesia
Awalnya, berita datang dari masyarakat, atau langsung oleh pemerintah desa dalam Rimbang Baling baik melalui pesan pendek, surat atau pemberitahuan lewat orang-orang dari hulu yang turun ke Tanjung Belit.
Penyiar Rakom Lintas Subayang sebarluaskan kabar itu. Dalam hal berita banjir, selalu ada pesan agar masyarakat berhati-hati selama Sungai Subayang masih meluap dan mengalir deras.
“Elok-elok untuk masyarakat nan ado di bawah. Kini, ayigh (air) masih naik,” ucap M Yatim dengan bahasa lokal, menirukan saat siaran.
Yatim , ketua pengelola radio pertama dan terlibat aktif mengurus segala administrasi pendirian Rakom Lintas Subayang.
Meski tidak lagi mengurus Rakom Lintas Subayang, dia tetap terlibat dalam berbagai kegiatan di masyarakat adat. Dia pun masih menerima pesan elektronik dari Balai Monitoring hingga KPID ihwal pelaporan perkembangan rakom. Pesan itu selalu dia teruskan pada penerusnya saat ini.
Pengelola Rakom Lintas Subayang terkadang buat riset kecil-kecilan dan diskusi ke desa-desa sampai ke hulu, sebelum menetapkan tema siaran tertentu. Misal soal situasi dan kondisi lingkungan terkini. Bahkan ada kuisioner buat pendengar untuk dapatkan masukan. Tiap desa juga ada kotak pengaduan. “Itu bagian dari menghidupi Rakom, kata Yatim.
Selain melaporkan informasi seputar lingkungan: hutan dan sungai di Rimbang Baling, Lintas Subayang juga menyediakan iklan layanan masyarakat dari tiap pemerintah desa. Bahkan jadi media promosi dagangan masyarakat adat. Meski hanya jualan lontong, bakwan ataupun pisang goreng.
“Kita minta nomor hp (handphone), nama warung dan kita kabarkan di radio saat jadwal siaran,” kata Indra Rius.
Agustinus mengatakan, radio ini tidak komersil. Ia berfungsi menyampaikan informasi dan berita dan mengangkat budaya lokal maupun hiburan lewat musik. “Bagian sarana penyadartahuan dan penyebaran informasi. Tidak hanya konservasi, juga sosial dan ekonomi.”
Yatim mengatakan, rakom jadi tongkrongan produktif dan positif bagi masyarakat adat terutama para pemuda. Tiap kali berkumpul, selalu ada diskusi dan masukan buat program siaran radio menyangkut hutan Rimbang Baling.
Suasana sempat memudar terutama ketika pandemi COVID-19. Larangan pemerintah terhadap aktivitas yang mengundang keramaian turut berdampak pada keberlangsungan Rakom Lintas Subayang.
Proses mancokau atau pembukaan lubuk larangan dengan pengambilan ikan di Sungai Subayang, kawasan Rimbang Baling yang masuk Desa Aur Kuning, Kampar, Riau. Foto : Agustinus Wijayanto/Mongabay Indonesia
Transformasi
Ibarat senjakala media, Rakom Lintas Subayang juga menghadapi situasi rumit. Bukan soal keuangan yang menghambat operasional tetapi sejumlah perangkat mulai menua. Jangkauan pemancar utama makin berkurang. Menara-menara tambahan tiap desa tak lagi berfungsi. Bahkan di Muara Bio, kurang satu jam jaraknya dari Tanjung Belit, suara radio tak lagi terdengar.
Selain itu, puluhan pengelola Rakom Lintas Subayang juga harus memilih kehidupan baru, merantau dan menikah. Dari 30 orang, tinggal hitungan jari masih terus bersinggungan atau bolak-balik ke studio radio. Sekadar memastikan tetap mengudara dengan daftar lagu pilihan.
Melihat situasi itu, Yapeka tetap berupaya mempertahankan Rakom Lintas Subayang. Kali ini, mengembangkan ke ranah digital, tanpa menghentikan operasional radio konvensional yang mengudara dengan bahasa lokal itu.
“Radio itu alat komunikasi inovatif di tengah kesulitan jaringan telekomunikasi. Sekarang tetap eksis. Teknologinya saja yang berubah. Radio digital juga membantu penyebaran informasi kegiatan di desa,” ucap Agustinus.
Yapeka pun gandeng Green Radio Line, radio digital di Pekanbaru. Pembaruan pertama pada regenerasi sumber daya manusia. Mereka mengajak anak-anak muda dengan masuk ke sekolah menengah atas, memperkenalkan kembali keberadaan Rakom Lintas Subayang.
Untuk mendapatkan bakat dalam dunia komunikasi digital, Tim Green Radio Line membuka audisi reporter dan penyiar berita. Termasuk fotografer dan videographer dan penulisan berita.
Tak hanya Tanjung Belit, kegiatan ini diikuti anak-anak muda dari masyarakat adat perwakilan sejumlah desa. Kini, dalam satu tim mereka menghasilkan konten-konten suara, gambar dan tulisan seputar Rimbang Baling.
“Kalau bicara Rimbang Baling, harus ada generasi muda dari desa lain terlibat. Terutama desa-desa dampingan pemberdayaan masyarakat adat. Sebetulnya audisi itu bagian dari menggali potensi anak-anak muda,” kata Sari Indriaty, pendiri Green Radio Line.
Setelah menemukan anak-anak muda pilihan, Yapeka menyiapkan studio baru. Sebuah ruko dua petak, lengkap dengan peralatan buat menghasilkan beragam konten. Tempat baru ini berada di Desa Gema, pusat Kecamatan Kampar Kiri Hulu. Persis di depan pasar yang hanya beroperasi tiap Kamis. Ia jadi ruang siniar.
Green Radio Line berusaha membangun kepercayaan diri anak-anak muda dari kampung ini. Dengan cara melibatkan mereka pada kampanye lingkungan di Pekanbaru. Termasuk memberi ruang dan kesempatan pada lomba siniar, bertajuk energi podcast fest aksi jaga hutan, beberapa waktu lalu. Ini sekaligus ajang pengenalan sekaligus membangun jejaring Rakom Lintas Subayang lebih luas.
Tim Green Radio Line membuka wawasan anak-anak muda ihwal lingkungan untuk menghasilkan ide dan program konten termasuk kanal-kanal digital sebagai pengembangan radio konvensional. Kini, Rakom Lintas Subayang, punya website. Dapat didengar melalui streaming rakomlintassubayang.id. Di dalamnya, ada kanal khabar desa, event dan program, namun masih belum terisi informasi secara berkala.
Radio itu juga bisa ditonton melalui youtube dan dapat di dengar dari spotify. Ada program Swarimba alias Suara Rimbang Baling. Ini soal perbincangan soal aktivitas masyarakat adat, mulai dari menangkap ikan dengan kearifan lokal sampai mengolah makanan dari hasil hutan dan sungai. Termasuk kuliner, seperti sambal kacau, pangan khas masyarakat adat dari ikan-ikan sungai.
“Radio digital lebih luas dan cepat diakses. Mereka kaget, ternyata pendengar mereka sudah internasional. Itu terpantau dari streaming radio,” ujar Sari.
Anak-anak muda itu ingin Rimbang Baling terjaga. Bukan jadi pusat perluasan sawit. Mereka menyadari, tak punya kekuatan melarang ekspansi perkebunan monokultur itu, apalagi atasnama kebijakan. Namun mereka mengaku tidak berhenti bersuara agar lebih banyak lagi orang peduli.
“Kita informasikan ke orang agar ikut jaga bersama. Banyak orang tak bisa datang ke Rimbang Baling, tapi kita bisa informasikan lewat media sosial,” kata Dodhy Saputra, fotografer, kameramen sekaligus editor video dialog Siniar Swarimba.
Senada dengan Anenza. “Kita tunjukkan, alam masih terjaga. Generasi muda tidak merusak keindahan alam di Rimbang Baling,” kata perempuan pemandu dialog Swarimba dan Daring ini.
Agustinus, dan Sari pun ingin anak-anak muda Rimbang Baling terus membangun kemandirian masyarakat adat agar bisa menyuarakan dinamika dalam Rimbang Baling lewat radio maupun konten-konten mereka.
“Kita berharap, anak-anak muda sekitar Rimbang Baling punya hak sama kayak anak perkotaan. Bisa melek digital dan update informasi. Tidak sekadar jadi obyek pemberitaan semata. Tapi produksi informasi sendiri. Mereka sumber utama informasi di Rimbang Baling,” kata Sari.
Para pemuda adat di sekitar dan dalam Suaka Margasatwa Rimbang Baling, Riau, punya radio komunitas dengan nama Lintas Subayang. Kini, Lintas Sebayang mengembangkan ke ranah digital, tanpa menghentikan operasional radio konvensional yang mengudara dengan bahasa lokal itu. Foto: Suryadi/Mongabay Indonesia
******
Upaya Masyarakat Adat di Rimbang Baling Pulihkan Ekonomi
Sumber: Mongabay.co.id