- Pergantian tahun dari 2024 ke 2025 sudah semakin dekat. Sektor kelautan dan perikanan (KP) menjadi salah satu sektor yang diharapkan bisa berkembang cepat untuk berperan sebagai penopang perekonomian nasional
- Tugas berat itu dibebankan kepada sektor KP melalui prinsip ekonomi biru yang dikembangkan dan kini sedang diterapkan di Indonesia. Prinsip tersebut bertugas untuk menyeimbangkan segala bentuk kegiatan ekonomi dengan ekologi yang ada di laut
- Salah satu program turunan dari ekonomi yang akan diterapkan oleh Indonesia dan diyakini akan menjadi pemain utama di wilayah pesisir dan laut, adalah kebijakan penangkapan ikan terukur (PIT) berbasis kuota yang dijanjikan mulai berjalan pada 1 Januari 2025
- Mengingat tugas yang harus dijalankan sangat berat, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tak hanya melaksanakan sosialisasi rutin kepada nelayan, pelaku usaha, dan para pihak terkait. Lebih dari itu, KKP juga menjalin kerja sama dengan pihak lain seperti LSM untuk mengawal ekonomi biru berjalan baik
Ekonomi biru semakin mendapatkan tempat yang luas dalam tata kelola perekonomian di Indonesia. Penerapan ekonomi biru, bahkan kini dibidik bisa menjadi penopang ketahanan pangan di seluruh Indonesia melalui sektor kelautan dan perikanan.
Sikap optimis tersebut diperlihatkan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono belum lama ini di Jakarta. Menurutnya, walau tantangan akan semakin banyak menanti di masa datang, namun ekonomi biru diyakini akan tetap menjadi pemimpin pada sektor KP.
Selama empat tahun terakhir, ekonomi biru sudah diterapkan Indonesia melalui lima kebijakan prioritas yang dibuat Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Ekonomi biru meliputi beberapa subsektor, yaitu perikanan, perikanan budi daya, pelayaran, energi, pariwisata, dan bioteknologi kelautan.
Sementara, lima program prioritas yang dijalankan adalah memperluas kawasan konservasi laut; penangkapan ikan terukur (PIT) berbasis kuota; pengembangan perikanan budi daya berbasis di laut, pesisir, dan darat yang berkelanjutan; pengendalian dan pengawasan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; dan pembersihan sampah plastik.
Melalui lima kebijakan prioritas, menurutnya, ekonomi biru diharapkan bisa menjaga keseimbangan antara kepentingan ekologi dan ekonomi yang harus dilaksanakan untuk memastikan keberlanjutan sektor kelautan dan perikanan.
“Kita dihadapkan dengan berbagai tantangan seiring semakin banyaknya populasi manusia dan perubahan iklim, salah satunya persoalan pangan,” jelasnya.
- Advertisement -
Kampung Nelayan Modern
Agar ekonomi biru bisa semakin memberikan manfaat untuk perekonomian biasa, KKP juga menyiapkan strategis model intervensi pemerintah (government intervention model) untuk membangun sektor KP, khususnya dalam melanjutkan pelaksanaan program-program ekonomi biru.
Trenggono mengatakan bahwa strategi tersebut diharapkan bisa memperbesar peran Pemerintah untuk membangun sarana prasarana atau infrastruktur sektor KP. Tujuannya, untuk mendorong peningkatan produktivitas pelaku utama perikanan, dan untuk mendukung sistem ketahanan pangan nasional.
Dia yakin, kalau intervensi dilakukan pemerintah, maka sektor KP akan semakin maju dan berkembang dengan sangat cepat. Strategi seperti itu diakuinya sudah lebih dulu diterapkan oleh banyak negara di seluruh dunia.
Baca : Harapan Nelayan Jambula dengan Program Kampung Nelayan Maju
Sejumlah nelayan pulang dari melaut dan harus melewati hamparan lumpur di sekitar Pesisir Desa Batu Belubang, Kabupaten Bangka Tengah, Kepulauan Bangka Belitung, yang sudah kehilangan mangrovenya. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia
Intervensi yang dilakukan pemerintah, sudah diterapkan oleh Indonesia saat ini. Katanya, KKP pada periode 2019-2024 menjalankan strategi tersebut, salah satunya dengan pembangunan Kampung Nelayan Modern di Biak, Papua.
Sejumlah sarana dan prasarana perikanan yang dibutuhkan oleh pelaku usaha dan nelayan kemudian dibangun oleh KKP di kampung tersebut dengan mengadopsi konsep modern, produktif, dan berdaya saing. Setelah dibangun, wajah kampung nelayan tradisional kemudian berubah signifikan.
“Sarana dan prasarana yang dibangun, adalah balai pelatihan, gudang pendingin penyimpan ikan, dermaga, sentra kuliner, pembagian kapal, dan area tambah labuh bagi kapal,” terangnya.
Menurutnya, strategi intervensi pemerintah juga akan digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan sampai pembudidaya. Ditargetkan, nilai tukar nelayan (NTN) maupun pembudidaya (NTP) bisa menyentuh angka 200, dari nilai rerata 104-106.
NTN/NTP sendiri adalah rasio antara harga hasil ikan yang diterima nelayan atau pembudi daya, dengan harga kebutuhan yang dibayarnya. Nilai tukar ini merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan atau daya beli mereka.
Target peningkatan nilai diburu, karena sudah bertahun-tahun angkanya berkutat antara 104 sampai dengan 106. Padahal, angka tersebut menjelaskan bahwa nelayan dan pembudidaya masih masuk dalam kelompok miskin terus menerus.
“Hitungan saya sebetulnya itu bisa mencapai di atas 200 dan ini adalah salah satu target saya,” tegasnya.
Jika NTN dan NTP berhasil dinaikkan nilainya dari angka sekarang, maka itu akan berdampak signifikan pada produktivitas subsektor perikanan, dan akan berkontribusi optimal dalam mendukung ketahanan pangan nasional.
“Dukungan ini tidak hanya dari sisi kuantitas, tapi juga kualitas produk perikanan yang dihasilkan,” tambahnya.
Baca juga : Nilai Tukar Nelayan dan Pembudidaya Ikan Merosot, Apa Penyebabnya?
Hasil tangkapan ikan di pasar Aceh. Hingga saat ini sebagian nelayan masih menggunakan perhitungan keuneunong meski sudah ada alat bantu kompas dan GPS. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia
Strategi Hulu dan Hilir
Strategi yang disiapkan oleh KKP agar ketahanan pangan dari sektor KP bisa terwujud, adalah memacu kualitas produksi hulu perikanan. Tata kelola hulu sektor KP terus diperhatikan, karena Indonesia ingin sektor KP bisa berkontribusi mewujudkan kemandirian pangan nasional.
Memperbaiki tata kelola hulu, menurut Trenggono juga menjadi strategi untuk mendukung peningkatan asupan protein masyarakat dan program makan bergizi gratis. Caranya, melalui ketersediaan produk kelautan dan perikanan maupun turunannya yang berkualitas.
Perbaikan tata kelola hulu dilakukan oleh KKP, karena pihaknya ingin produksi dari tahapan awal bisa tetap terjaga kualitasnya. Tujuannya, agar produksi bisa semakin memadai dan tidak ada lagi produk yang mendapat penolakan saat dipasarkan.
Selain menopang ketahanan pangan, produk KP juga bisa berkontribusi pada program makan bergizi gratis. Hal itu, karena sumber daya ikan (SDI) Indonesia melimpah dari sisi jumlah maupun jenisnya, terlebih produk perikanan memiliki kandungan protein yang cukup tinggi.
Merujuk data KKP, produksi perikanan nasional sampai triwulan III 2024 sebanyak 18,2 juta ton, terdiri dari perikanan tangkap dan budi daya. Nilai produksi tersebut disokong oleh program ekonomi biru, seperti modeling budidaya udang, rumput laut, serta ikan nila salin yang telah berjalan.
Pengembangan ekonomi biru juga dilakukan dengan menggandeng pihak lain di luar pemerintah. Kerja sama tersebut dilakukan untuk memperkuat pengelolaan perikanan tangkap berkelanjutan di lokasi perairan Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 572.
Adalah Yayasan Konservasi Cakrawala Indonesia yang digandeng KKP untuk mengembangkan implementasi ekonomi biru di wilayah perairan yang meliputi perairan Samudera Hindia sebelah barat Sumatera dan Selat Sunda, dari Aceh hingga Banten.
Senior Vice President dan Executive Chair Konservasi Indonesia (KI) Meizani Irmadhiany mengaku sangat mendukung program ekonomi biru yang diusung KKP. Terutama, kebijakan PIT berbasis kuota yang dinilainya bisa menjaga keberlanjutan ekosistem laut.
Baca juga : Ekonomi Biru Indonesia: Solusi Jitu Hadapi Krisis Pangan dan Perubahan Iklim
Sumadi (65) berpose disela aktivitasnya mengeringkan ikan. Ia mengaku saat ini cuaca sangat bersahabat, sehingga hasil tangkapan ikan para nelayan tergolong bagus. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia
Ada enam provinsi yang masuk dalam kerja sama pengelolaan pada WPPNRI 572 itu. Semuanya fokus pada pengembangakan tata kelola perikanan tangkap berkelanjutan, terutama PIT yang akan dilaksanakan mulai 1 Januari 2025 mendatang.
Ruang lingkup kerja sama meliputi dukungan pendataan perikanan tangkap komoditas ikan pelagis penting di WPPNRI 572, dukungan kajian stok perikanan pelagis penting di WPPNRI 572, dan penghitungan kuota SDI, serta dukungan perencanaan dan pengelolaan perikanan berbasis wilayah di WPPNRI 572.
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Lotharia menjelaskan, kerja sama dengan Konservasi Indonesia (KI) menjelaskan bahwa pihaknya terbuka untuk terus berkolaborasi dan bersinergi dengan mitra kerja sama dalam mendukung program ekonomi biru yang menjadi prioritas KKP.
“Selain itu sekaligus merupakan bentuk kehadiran pemerintah dalam menyejahterakan masyarakat kelautan dan perikanan,” terangnya.
Kerja sama yang dijalin bersama KI, diharapkan bisa semakin memperkuat dan menunjang kenaikan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang akan berkontribusi untuk peningkatan daya saing dan perekonomian. Dampak tersebut akan dirasakan oleh nelayan kecil yang menjadi sejahtera.
Penerapan PIT
Tentang penangkapan ikan terukur (PIT) yang menjadi fokus, dia menyebut kalau implementasi kebijakan tersebut memang ditujukan untuk bisa meningkatkan kesejahteraan nelayan, pemerataan ekonomi, serta menjaga kesehatan ekologi di laut.
Lebih spesifik, Lotharia mengatakan bahwa implementasi PIT juga diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan daya saing nelayan, sehingga produknya mampu menembus pasar perikanan dunia yang semakin ketat persyaratan kualitas dan legalitasnya.
Pada 2023, KKP sudah melaksanakan pemodelan PIT dan melaksanakan sinergi bisnis perikanan dari hulu ke hilir, mengembangkan kampung nelayan modern dan kampung nelayan maju, serta mengembangkan sistem layanan operasional penangkapan ikan terintegrasi melalui aplikasi e-PIT.
Perlu dibaca : Penangkapan Ikan Terukur Dijanjikan Mulai Beroperasi Per 1 Januari 2025
Nelayan di Lamongan sedang menangkap ikan. Selain ikan tongkol, jaring ini juga digunakan untuk menangkap ikan kembung. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia
Kemudian, KKP juga mengembangkan sarana dan prasarana (sarpras) pelabuhan perikanan melalui pembiayaan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan dana alokasi khusus (DAK), penerapan musim penangkapan ikan, dan peningkatan layanan perizinan berusaha.
Selanjutnya, pengembangan sarpras juga dilakukan KKP melalui penguatan pendataan produksi perikanan yang didukung tenaga enumerator secara masif, serta berbagai aspek perbaikan tata kelola perikanan lainnya.
Demi menyiapkan penerapan PIT nanti, Lotharia terus melakukan evaluasi demi menemukan formula terbaik implementasi. Selain itu, pihaknya juga menjaring banyak masukan dari nelayan dan pelaku usaha yang dipastikan akan terlibat nanti.
“Pro dan kontra itu biasa, tapi ini menjadi komitmen kami untuk mengelola dan mengatur penangkapan ikan yang sesuai ketentuan,” ungkapnya.
Agar nelayan, pelaku usaha, dan masyarakat pesisir bisa lebih paham tentang PIT, sosialisasi juga terus dilakukan oleh KKP di sentra-sentra nelayan dan para pelaku usaha perikanan. Selain itu, sosialisasi juga dilakukan di kalangan akademisi hingga masyarakat pada umumnya.
Sosialisasi Masif
Direktur Perizinan dan Kenelayanan KKP Ukon Ahmad Furkon menjelaskan bahwa pihaknya terus melakukan berbagai cara dan upaya agar PIT bisa dipahami oleh semua pihak di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Selain sosialiasi formal, kegiatan informal juga dipilih oleh KKP ke berbagai lokasi. Termasuk, ke sentra-sentra perikanan, berdiskusi dengan nelayan, pelaku usaha, asosiasi, dan pemangku kepentingan lainnya, serta menyerap aspirasi langsung dari lapangan.
Dia menyebut, sepanjang 2024 telah dilakukan pertemuan sosialisasi dan diskusi dengan para pemangku kepentingan secara intensif di Jakarta, Bali, Indramayu, Manado, Bitung, Semarang, Medan, Pati, Tegal, Batam, Rembang, Probolinggo, Pontianak, Pekanbaru, Ambon, Tual, serta berbagai wilayah dan sentra perikanan lainnya.
“Dengan PIT, penangkapan ikan akan diatur sehingga tidak asal main tangkap. Juga tidak menguntungkan kelompok nelayan daerah tertentu atau siapa yang besar dan kuat menikmati, sementara nelayan kecil tidak berdaya sama sekali,” urainya.
Baca juga : Penangkapan Ikan Terukur Menyulitkan Nelayan Kecil Maluku Utara?
Aktivitas bongkar muatan hasil tangkapan ikan di kawasan Pelabuhan Perikanan Pantai Tegalsari, Kota Tegal, Jawa Tengah. Foto : A. Asnawi/Mongabay Indonesia
Sebelumnya, Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) juga meyakini kalau penerapan ekonomi biru akan mendorong Indonesia untuk menjadi negara kepulauan maju di masa mendatang.
FAO yakin, penerapan program ekonomi biru dalam pengelolaan sektor kelautan dan perikanan Indonesia sudah sangat tepat untuk ekologi, ketahanan pangan, dan pertumbuhan ekonomi negara di masa depan.
Namun, walau diyakini akan membawa Indonesia lebih baik lagi sebagai negara kepulauan, Kepala Perwakilan FAO untuk Indonesia dan Timor Leste Rajendra Aryal menyebut bahwa pelaksanannya akan menghadapi banyak tantangan, karena konsep ekonomi biru masih tergolong baru di Indonesia.
“Ada beberapa kolaborasi yang telah dilakukan dengan Indonesia di bidang perikanan tangkap dan budi daya darat. Beberapa good practice pun telah dilakukan dengan baik,” ujarnya.
Peta Jalan Ekonomi Biru Jilid II
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia (PPN/Bappenas) meyakini, ekonomi biru yang berasal dari pesisir dan laut akan bisa menjadi mesin pertumbuhan ekonomi baru bagi Indonesia.
Peta jalan ekonomi biru edisi II yang disusun Kemen PPN/Bappenas menyebutkan bahwa Indonesia berkomitmen untuk meningkatkan kontribusi sektor maritim terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) Indonesia dari 7,9 persen di 2022 menjadi 15 persen di 2045.
Kemudian, Indonesia berkomitmen untuk terus berupaya mengembangkan teknologi transformatif dan praktik berkelanjutan agar bisa memastikan manfaat ekonomi biru akan terus dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat.
Namun, Deputi Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti mengakui ada tantangan berat yang harus dihadapi oleh komunitas di pesisir saat berkontribusi pada ekonomi biru. Hal itu, karena pesisir menghadapi kerentanan yang lebih tinggi terhadap dampak perubahan iklim.
Ada tiga aspek utama yang menjadi tujuan ekonomi biru, yaitu tata kelola nasional dan global, pemahaman dan kesepakatan multipihak, serta investasi pemerintah dan swasta. Ketiganya optimis bisa dicapai dengan komitmen dan kerja sama semua pihak.
Ekonomi biru juga diyakini bisa menjadi sumber penghasilan pada tiga rute alur laut kepulauan Indonesia (ALKI). Pada 2030 nanti, ekonomi biru bahkan didorong bisa memberikan proyeksi nilai tambah senilai USD30 triliun.
Potensi itu berasal perairan Laut Natuna, Selat Malaka, Teluk Cendrawasih, Selat Capalulu, dan sejumlah lokasi lain. Selain itu, lokasi-lokasi tersebut juga berpotensi untuk mewujudkan perlindungan habitat dan biodiversitas.
Selain itu, ekonomi biru akan berkontribusi pada penurunan gas rumah kaca (GRK) hingga 20 persen, menciptakan sekitar 12 juta lapangan kerja pada 2030 mendatang, dan keuntungan investasi laut berkelanjutan yang mencapai USD15,5 triliun
Ada empat pilar yang menjadi bagian dari peta jalan, yaitu mengamankan laut yang sehat, tangguh, dan produktif; meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan secara lingkungan; meningkatkan kesehatan, kesejahteraan, dan kemakmuran bersama; dan menciptakan lingkungan yang mendukung secara keseluruhan. (***)
Ekonomi Biru Akan Berjaya pada 2030?
Sumber: Mongabay.co.id