- Organisasi lingkungan hidup, Walhi Kalimantan Tengah dan Save Our Borneo (SOB) menyebut, terjadi deforestasi di sejumlah area konsesi perusahaan pada bentang alam daerah aliran sungai (DAS) Muroi di antara Sungai Kahayan dan Kapuas, mencakup Gunung Mas, Pulang Pisau, dan Kapuas. Kondisi ini, mengancam habitat terbesar orangutan (Pongo pygmaeus wurmbii) di Kalimantan.
- Beberapa perusahaan pemegang izin pemanfaatan hutan tanaman (PBPH-HT)– sebelumnya hutan tanaman industri (HTI) dan perusahaan sawit beroperasi di wilayah itu. Total izin seluruh perusahaan mencapai 191.956,50 hektar.
- Pemantauan Walhi Kalteng dan SOB selama dua hari, menemukan 12 titik sarang orangutan yang sudah tidak dihuni lagi dalam radius satu hingga tiga kilometer dari tiga lokasi perusahaan HTI.
- Habibi, Direktur Save of Borneo (SOB), mendesak, pemerintah segera ambil langkah-langkah perlindungan terhadap bentang alam DAS Muroi, guna mendukung upaya pemulihan ekosistem serta menjaga komitmen Indonesia dalam pelestarian lingkungan.
- Advertisement -
Organisasi lingkungan hidup, Walhi Kalimantan Tengah dan Save Our Borneo (SOB) menyebut, terjadi deforestasi di sejumlah perusahaan pada bentang alam daerah aliran sungai (DAS) Muroi di antara Sungai Kahayan dan Kapuas, mencakup Gunung Mas, Pulang Pisau, dan Kapuas. Kondisi ini, mengancam habitat terbesar orangutan (Pongo pygmaeus wurmbii) di Kalimantan.
Beberapa perusahaan pemegang izin pemanfaatan hutan tanaman (PBPH-HT)– sebelumnya hutan tanaman industri (HTI) dan perusahaan sawit beroperasi di wilayah itu. Total izin seluruh perusahaan mencapai 191.956,50 hektar.
Bayu Herinata, Direktur Eksekutif Walhi Kalteng, mengatakan, sekitar 1.065-2.300 orangutan diperkirakan tersebar di tujuh habitat seluas total 399.630 hektar. Perhitungan populasi, menggunakan analisis kelayakan populasi dan habitat (population and habitat viability analysis/PHVA), metode untuk mengevaluasi kelangsungan hidup spesies dan habitatnya.
“Sebagian besar izin perusahaan diterbitkan antara 2018 hingga 2020 oleh pemerintah,” ujar Bayu.
Analisis Walhi Kalteng menunjukkan, sejak 2021 hampir semua perusahaan sudah mulai beroperasi dan pembersihan lahan masif. Beberapa perusahaan lainada yang tahap pembangunan infrastruktur, seperti kantor dan area pembibitan yang juga membabat belasan hektar lahan.
Hilangnya tutupan lahan sudah jelas tak hanya mempersempit hutan, juga menggusur habitat berbagai spesies endemik.
Walhi Kalteng dan SOB, sedang melakukan aksi di salah satu perusahaan HTI di Kalimantan Tengah. Foto: Dok. Walhi Kalteng
Tak terkecuali burung rangkong, beruang madu, kalaweit (gibon), serta tumbuhan obat-obatan dan pohon yang mendukung keanekaragaman hayati di kawasan itu.
“Kami juga langsung memantau lapangan pada 22-23 November kemarin,” kata Bayu.
Selama dua hari penelusuran, mereka mendatangi beberapa lokasi. Mereka temukan 12 titik sarang orangutan bertipe D dan E dalam radius satu hingga tiga kilometer. Sayangnya, semua sarang-sarang orangutan itu sudah tidak lagi ditinggali.
Dia juga menjelaskan, pohon-pohon yang digunakan orangutan untuk membuat sarang pada umumnya adalah jenis-jenis endemik, seperti kayu besi (Eusideroxylon zwageri), galam (Macaranga gigantea), jati hitam (Diospyros sp.), dan Aglaia (Aglaia sp.) dan pohon lainnya.
Orangutan biasa memilih pohon dengan tinggi 4-6 meter dan diameter kecil karena lebih kuat menopang tubuh mereka. Primata besar juga sering membangun sarang di pohon pakan untuk menghemat energi dan mempermudah akses makanan, terutama saat sumber pakan terbatas.
Dua ekor anak orangutan bertengger di batang kayu pada wilayah kerja Yayasan Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF) Kalimantan Tengah. Foto: Indrayana untuk Rendy Tisna/Mongabay Indonesia.
Habibi, Direktur Save of Borneo (SOB), mengatakan, kawasan itu seharusnya terlindungi. Berdasarkan data dari Sistem Informasi Geospasial Interaktif (SIGAP) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang dia analisa. Wilayah Bentang Alam DAS Muroi yang menjadi konsesi beberapa perusahaan HTI sebenarnya termasuk dalam kategori DAS yang harus dipulihkan.
“Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan—saat ini terpisah Kementerian Lingkungan dan Kehutanan–, wilayah ini masuk dalam klasifikasi DAS yang harus dipulihkan,” katanya.
Begitu diperkuat oleh peta rencana kerja nasional untuk penurunan emisi karbon (Folu Net Sink 2030), menunjukkan sebagian besar kawasan itu termasuk dalam rencana operasional (RO) perlindungan area konservasi tinggi atau RO11.
“Bagi saya, ini menegaskan bahwa kawasan itu memiliki peran penting dalam pelestarian lingkungan dan perlindungan ekosistem.”
Habibi mengatakan, pemerintah harus segera mengambil peran agar deforestasi tak terus terjadi. “Deforestasi perusahaan-perusahaan dapat mengganggu upaya pemerintah dalam mencapai target penurunan emisi karbon yang ditetapkan hingga 2030.”
Dia mendesak, pemerintah segera ambil langkah-langkah perlindungan terhadap bentang alam DAS Muroi, guna mendukung upaya pemulihan ekosistem serta menjaga komitmen Indonesia dalam pelestarian lingkungan.
Koalisi organisasi non-pemerintah,Walhi Kalteng dan SOB, sedang melakukan aksi di salah satu perusahaan HTI di Kalimantan Tengah. Foto: Dok. Walhi Kalteng
***
Kala Perusahaan Kayu Babat Hutan Alam dan Gambut Ancam Orangutan Kalimantan
Sumber: Mongabay.co.id