- Merespon target Bali net zero emission 2045, IESR membuat kajian percontohan Peta Jalan 100% Energi Bersih Nusa Penida
- Nusa Penida adalah gugusan pulau bagian dari Pulau Bali yang dikunjungi rata-rata 3000 orang per hari. Sumber daya seperti energi listrik dan air bersih pun makin jadi persoalan.
- Peta Jalan Energi Bersih Nusa Penida ini memperkirakan pulau ini bisa mandiri energi terbarukan karena sejumlah potensi seperti PLTS, PLTB, dan biomassa.
- Pasokan listrik saat ini masih didominasi dari energi fosil yakni PLTD 70% dan sekitar 30% PLTS.
Rencana Pembangunan Rendah Karbon Daerah (RPRKD) dalam kerangka kebijakan energi Provinsi Bali menyebut skenario ambisius. Yakni menargetkan 100% pembangkit yang dibangun merupakan pembangkit energi terbarukan, meningkatkan efisiensi energi menjadi 5% per tahun, pengalihan 100% LPG ke energi listrik pada 2045, serta adopsi 100% motor listrik dan 40% mobil listrik di tahun 2045.
Bagaimana jalan menuju target itu? Institute for Essential Services Reform (IESR) meluncurkan hasil penelitian inisiatif 100% energi terbarukan di Nusa Penida. Dalam penelitian ini menjabarkan langkah konkrit yang perlu dilakukan dalam mencapai target-target tersebut di kepulauan yang makin padat aktivitas wisata itu.
Hasil riset ini diharapkan bisa jadi acuan Gubernur Bali terpilih 2024-2029 untuk mengintegrasikan tujuan net zero emission (NZE) atau target emisi nol bersih dalam langkah-langkah implementasi yang terarah. Provinsi Bali memiliki aspirasi untuk mencapai kondisi emisi nol bersih (ENB) pada tahun 2045. Pernyataan tentang target ini pertama kali dibuat Gubernur Bali pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Presidensi G20 Indonesia pada tahun 2022.
Karena itu, sejumlah lembaga seperti Institute for Essential for Services Reform (IESR), World Resources Institute (WRI) Indonesia, dan New Energy Nexus Indonesia, bersama dengan Pemerintah Provinsi Bali dan sejumlah filantropi membuat deklarasi bersama Bali Net-Zero 2045 pada 4 Agustus 2023. Untuk menuju Bali NZE 2045, diperlukan upaya dekarbonisasi pada sektor ketenagalistrikan, transportasi, lahan dan kehutanan, bangunan dan infrastruktur, hingga pengelolaan limbah dan sampah.
Peta jalan ini disebut sebagai pilot project dan bagian upaya mendorong Nusa Penida sebagai pulau berbasis energi terbarukan. Integrasi peta jalan ini dengan strategi pariwisata dinilai dapat mendukung pengurangan jejak karbon, optimalisasi energi bersih di sektor akomodasi, dan pengelolaan limbah organik menjadi suatu langkah penting dalam mewujudkan pariwisata berkelanjutan.
Selain itu, keberadaannya juga sesuai dengan Peraturan Gubernur Bali No.45 Tahun 2019 mengenai Bali Energi Bersih, yang mendorong penggunaan energi bersih secara mandiri, ramah lingkungan, berkelanjutan, dan adil.
- Advertisement -
Baca : Makin Macet, Ubud Jadi Percontohan Kawasan Rendah Emisi di Bali
Dua pembangkit energi bersih yang layu sebelum berkembang, PLTB dan PLTS di Nusa Penida ini jadi refleksi dari wacana-wacana dan megaproyek lain energi bersih. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia
Sumber Energi Listrik
IESR mencatat, kebutuhan listrik Kepulauan Nusa Penida saat ini disuplai oleh 13 unit Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) dengan total kapasitas sebesar 12,412 MW dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sebesar 3,5 MWp. Total listrik yang mampu disuplai kedua jenis pembangkit listrik di siang hari mencapai 14,06 MW.
Beban puncak tercatat sebesar 10,7 MW, dengan jumlah pelanggan 20.493 yang terdiri dari 14.226 rumah tangga, 5.065 bisnis dan 9 industri. Nusa Penida telah menjadi lokasi proyek percontohan dalam penerapan energi terbarukan.
Sistem PLTS juga dilengkapi dengan battery energy storage system (BESS) 1,8 MWh yang berfungsi untuk menjaga kestabilan frekuensi jaringan listrik serta pemenuhan listrik di malam hari ketika terdapat mesin diesel pada PLTD yang tidak beroperasi.
Alvin Putra Sisdwinugraha, Analis Sistem Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan IESR menjelaskan, persentase PLTS 3.5 MW Nusa Penida mampu mencapai 65% pada siang hari disebabkan oleh kontribusi output PLTS yang dimaksimalkan pada jam-jam tersebut dengan bantuan sistem penyimpanan energi (BESS). Beban puncak 10 MW biasanya terjadi pada waktu tertentu, misalnya pada malam hari ketika konsumsi listrik rumah tangga meningkat karena penggunaan lampu, perangkat elektronik, atau pendingin udara.
Peta jalan ini mencakup estimasi permintaan energi jangka panjang, peningkatan pemanfaatan energi terbarukan, penguatan jaringan kelistrikan, dan pengurangan energi fosil secara bertahap. Peta Jalan ini dapat menjadi rujukan bagi pemerintah, pelaku usaha, PLN, dan masyarakat dalam perencanaan pengembangan energi di Pulau Bali di masa depan.
Pada 2022, pemerintah Indonesia membangun PLTS 3,5 MW dan battery energy storage system (BESS) 1,8 MWh di Pulau Nusa Penida (Nusa Gede) sebesar 3,5 MW. Adanya PLTS skala besar di Nusa Penida meningkatkan rasio energi terbarukan dalam bauran energi di Kepulauan Nusa Penida menjadi sekitar 10%.
Baca juga : Tantangan Target Nol Emisi di Tengah Maraknya Event Internasional di Bali
Potensi Energi Terbarukan
Di sisi lain, Kepulauan Nusa Penida disebut memiliki beragam potensi energi terbarukan seperti energi matahari, energi angin, bioenergi, hingga waste to energy, yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan listrik setempat, dan bahkan memasok untuk Pulau Bali. Selain itu, Nusa Penida juga memiliki jaringan listrik terpisah dari Pulau Bali (besar) yang tersambung ke sistem Jawa-Madura-Bali sehingga berpotensi untuk menjadi percontohan pulau yang energinya dipenuhi oleh 100% energi terbarukan.
Seiring meningkatnya bisnis pariwisata di kepulauan ini, kebutuhan listrik pun bertambah signifikan. Tercatat, terdapat total 334 penyedia jasa akomodasi pada tahun 2022, bertambah 63% dari tahun 2019. Meningkatnya aktivitas pariwisata di Nusa Penida juga memicu kenaikan konsumsi listrik sebesar rata-rata 7,41% per tahun dari 2010 sampai 2019.
Pasokan listrik berasal dari pembangkit listrik tenaga diesel (13,56 MW) dan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) berkapasitas 3,5 MW, dilengkapi baterai 1,84 MWh. Potensi energi terbarukan di Nusa Penida menurut peta jalan ini melimpah yang mencakup energi surya dalam bentuk PLTS atap di bangunan komersial dan pemerintah sebesar 10,96 MWp, PLTS ground mounted senilai 3,2 GWp, biomassa sampah kota dengan volume sebesar 1.400 ton/tahun dengan kapasitas pembangkitan 700 kW.
Terdapat pula potensi pengembangan biomassa dari tanaman gamal dengan potensi produksi sebesar 86 ribu ton/tahun dengan kapasitas pembangkitan 8 MW, biofuel dari tanaman jarak pagar sebesar 2,5 MW dengan minyak yang mampu diproduksi mencapai 12,5 kL/hektar/tahun serta biodiesel dari tanaman rumput laut sebesar 3,2 MW dengan produksi minyak yang dapat mencapai 36.612 L/hari. Selain itu, Kepulauan Nusa Penida memiliki potensi energi angin yang relatif kecil sekitar 120 kW.
Peta jalan ini, Alvin menambahkan, mencakup transisi energi di berbagai sektor, termasuk sektor ketenagalistrikan, transportasi, bangunan dan infrastruktur, serta pengelolaan limbah dan sampah. “Tidak hanya infrastruktur pemerintah, tetapi juga melibatkan sektor pariwisata, perdagangan, masyarakat umum, dan pelaku usaha lokal,” urainya.
Untuk mendukung terjaganya kualitas pasokan kelistrikan seiring meningkatnya tambahan pembangkit variable renewable energy, seperti PLTS dan PLTB, diperlukan sistem penyimpanan energi. Teknologi penyimpan energi yang dapat dikembangkan adalah battery energy storage system (BESS), dan pumped hydro energy storage (PHES) dengan potensi teknis 22,7 MW untuk durasi penyimpanan 4-6 jam. Dengan mempertimbangkan laju permintaan, teknologi, dan potensi energi terbarukan serta penyimpanan energi di Nusa Penida, permintaan listrik di gugus kepulauan ini diperkirakan dapat dipenuhi dengan 100% energi terbarukan di 2030.
Baca juga : Refleksi dari Monumen Kegagalan Proyek Energi Bersih di Bali
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Hybrid di Nusa Penida, Bali. Foto : PLN
Tahapan dan Rekomendasi Energi Terbarukan
Peta jalan menuju Nusa Penida 100% energi terbarukan di 2030 dibagi menjadi 3 tahapan. Tahapan pertama pada tahun 2024 sampai 2027 memaksimalkan potensi PLTS yang disokong oleh BESS untuk mengurangi konsumsi bahan bakar diesel di siang hari. Tahapan kedua pada tahun 2027-2029 memaksimalkan potensi energi terbarukan lainnya untuk mengurangi peran PLTD menjadi sebagai cadangan. Sedangkan tahap terakhir di tahun 2029-2030 adalah mengimplementasikan seluruh potensi energi terbarukan di Nusa Penida untuk pensiun operasi PLTD, didukung dengan penyimpanan energi skala besar seperti pumped hydro energy storage.
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, terdapat beberapa rekomendasi untuk tindak lanjut menuju penyediaan tenaga listrik 100% energi terbarukan di Nusa Penida. Pertama, melakukan kajian teknis lanjutan terhadap kelayakan dan keterjangkauan pasokan biomassa. Kedua, kelayakan dan keterjangkauan pasokan biodiesel. Ketiga, kajian detail potensi pasar PLTS Atap dan dampak pembangkitan tersebar pada sistem kelistrikan Nusa Penida. Keempat, studi kelayakan teknis seawater pumped hydro energy storage.
Hal strategis lain adalah melakukan penyelarasan Peta Jalan Nusa Penida 100% Energi Terbarukan dengan RUPTL PLN dan RPRKD Provinsi Bali serta RPJMD Provinsi Bali. Mendorong adopsi PLTS Atap di bangunan-bangunan komersial Nusa Penida seperti hotel dan rumah makan dan melakukan kajian dampak sosial dan ekonomi investasi energi terbarukan. Selain itu melakukan promosi dengan tujuan meningkatkan investasi energi terbarukan di Nusa Penida.
Walau pasokan listrik terhitung masih aman, banyak usaha akomodasi yang menghidupkan genset. Alvin menjelaskan, penggunaan genset oleh beberapa hotel kemungkinan besar disebabkan oleh distribusi listrik yang tidak merata di Nusa Penida terutama di daerah terpencil atau yang infrastrukturnya belum optimal. Jika terjadi gangguan pada jaringan utama, waktu pemulihan dapat memakan waktu yang lama, sehingga genset menjadi solusi instan untuk memastikan kelangsungan operasional. Hotel, terutama yang berbintang, membutuhkan daya yang stabil dan terus-menerus untuk operasional (seperti AC, lift, pencahayaan, dan peralatan dapur).
Nusa Penida pernah menjadi proyek percontohan sejumlah instalasi energi terbarukan seperti PLTB dan PLTS. Naas, semua sarana PLTB rusak dan mangkrak. Untuk memitigasi hal ini, Alvin menyatakan upaya mitigasi perlu dimulai dengan mengidentifikasi risiko-risiko apa saja yang dapat menyebabkan strategi di peta jalan tidak bekerja. Di antaranya, tidak tersedianya pendanaan yang dibutuhkan untuk membangun infrastruktur energi terbarukan. Hal ini dapat dimitigasi dengan mendukung kemudahan iklim investasi energi terbarukan daerah dengan mempermudah proses perizinan usaha serta perencanaan yang konsisten.
Berikutnya, ketidakstabilan regulasi terkait pengembangan energi terbarukan. Mitigasi yang dapat dilakukan adalah mendorong penguatan regulasi untuk mendukung pengembangan energi terbarukan di level nasional maupun daerah. Kemudian ketidaksiapan sumber daya manusia untuk mengeksekusi dan mengelola infrastruktur ET dan pendukungnya.
Mitigasi yang dapat dilakukan meliputi peningkatan kapasitas sumber daya manusia yaitu dengan cara pelatihan berkelanjutan bagi teknisi lokal untuk meningkatkan kemampuan perawatan dan perbaikan, serta bermitra dengan universitas dan lembaga pelatihan untuk mengembangkan tenaga kerja yang terampil di bidang energi terbarukan.
IESR juga menganalisis potensi transformasi energi terbarukan yang diusung pasangan calon gubernur petahana yang sementara unggul yakni Wayan Koster dan Giri Prasta dalam sejumlah debat. Disebutkan ada adopsi PLTS dan transportasi listrik. Akan tetapi pasangan ini dinilai kurang menyoroti langkah konkret untuk mempercepat integrasi teknologi ini ke dalam sistem energi Bali secara komprehensif dan bentuk dukungan pemerintah untuk publik. Padahal Bali memiliki potensi energi terbarukan sejumlah 143 Gigawatt (GW), dengan potensi terbesar dimiliki oleh PLTS dan dapat dimanfaatkan di seluruh wilayah Bali.
Pariwisata Ramah Lingkungan
Kadek Yoga Kusuma, Camat Nusa Penida pada Mongabay mengakui saat ini pasokan listrik terpenuhi karena meningkatnya industri pariwisata di Nusa Penida. Namun kebutuhan listrik menurutnya akan terus meningkat secara signifikan, terlebih masih ada pemadaman saat ada kerusakan atau pemeliharaan.
“Koordinasi dengan Indonesia Power, pada 2025 akan ada pengembangan PLTS di Suana dan PLTB di Klumpu,” ujarnya.
Pengembangan energi terbarukan menurutnya sangat cocok dengan Nusa Penida untuk mendukung green tourism, wacana pariwisata ramah lingkungan. Selain itu, PLTD menurutnya banyak kelemahan seperti gangguan kebisingan dan polusi udara.
“PLTS sesuai karena hampir sepanjang tahun ada sinar matahari. Kalau PLTB di Klumpu berikutnya perlu kajian lebih mendalam sehingga bisa dimanfaatkan. Pemeliharaannya yang baik,” sebut Yoga dari pengalaman proyek mangkrak sebelumnya.
Selain listrik, sumber daya lain yang belum merata adalah air bersih. Masih banyak kawasan yang belum terakses PDAM. Dengan jumlah kunjungan wisatawan 2.500-4.000 per hari, kepualauan Nusa Penida kini makin padat. Di sisi lain, Yoga mengakui, carrying capacity perlu dikaji untuk menampung dan mendukung pariwisata. Misalnya ruas jalan tak bertambah sementara jumlah kendaraan berlipat ganda. (***)
Indonesia Perlu Ambil Peluang Kembangkan Energi Surya
Sumber: Mongabay.co.id