- Bakteri mempunyai peran utama dalam evolusi hewan. Seperti cumi-cumi bobtail Hawaii atau Euprymna scolopes dengan bakteri Vibrio fischeri
- Cumi-cumi ini dapat menghilang saat berenang berkat hubungan simbiosisnya dengan bakteri bioluminescent Vibrio fischeri
- Tim peneliti beberapa kejutan, misalnya, genom cumi-cumi bobtail Hawaii berukuran 1,5 kali lebih besar dari genom manusia.
- Kemampuan cumi-cumi bobtail sangat pandai berkamuflase membuat militer Amerika Serikat tertarik mempelajarinya
Ternyata bakteri punya peran utama dalam evolusi hewan. Demi memahami bagaimana hewan berevolusi bersama bakteri dari waktu ke waktu, para peneliti beralih ke cumi-cumi bobtail Hawaii atau Euprymna scolopes.
Ukuran cumi-cumi bobtail hanya sebesar bola golf, tetapi jangan ragukan kemampuannya. Dia dapat ditebus dengan kekuatan “jubah” yang tembus pandang. Hal itu terjadi berkat hubungan simbiosisnya dengan bakteri bioluminescent Vibrio fischeri yang memungkinkan cumi-cumi ini dapat menghilang saat berenang.
Dalam sebuah studi baru yang diterbitkan di Proceedings of the National Academy of Sciences, sebuah tim peneliti yang dipimpin oleh profesor biologi molekuler dan sel UConn, Spencer Nyholm, mengurutkan genom cumi-cumi kecil ini untuk mengidentifikasi jejak evolusi unik. Setidaknya, mereka ingin mencari petunjuk tentang bagaimana organ-organ yang menjadi tempat tinggal bakteri tersebut.
Tim ini menemukan beberapa kejutan, misalnya, genom cumi-cumi bobtail Hawaii berukuran 1,5 kali lebih besar dari genom manusia.
Dengan membandingkan genom dengan kerabatnya yaitu gurita, para peneliti menunjukkan bahwa nenek moyang gurita dan cumi-cumi buntut ekor Hawaii mengalami perubahan genetik yang besar. Ini kemungkinan besar memberikan peluang untuk organ menampung bakteri.
“Cumi-cumi bobtail Hawaii telah menjadi model organisme untuk mempelajari simbiosis selama lebih dari 30 tahun,” kata Nyholm.
- Advertisement -
Baca : Gurita dan Cumi-cumi, Apakah Jenis yang Sama?
Seekor cumi-cumi bobtail. foto : Lilasnoow/ wikipedia commons CC BY 4.0
Meski begitu, umur cumi-cumi ini pendek yakni hanya sekitar 3-10 bulan saja. Mereka umumnya hanya kawin sekali seumur hidup.
Setelah berhasil bereproduksi, mereka akan mati. Betina mati setelah bertelur di bagian bawah tepian karang. Sedangkan, jantan akan mati segera setelah pembuahan.
Uniknya, anak-anak mereka sudah dibekali kemampuan untuk menampung bakteri. Sebelum mati, induk cumi-cumi bobtail sudah lebih dulu melapisi telur mereka dengan lendir yang mudah dikenali bakteri Vibrio fischeri.
Kemudian bakteri masuk ke dalam organ cahaya. Organ ini terletak di kantung tinta dan sudah terbentuk sempurna pada cumi-cumi yang berusia satu hari dan akan membesar seiring dengan pertumbuhan cumi-cumi.
Di sana, bakteri itu berkembang biak dengan cepat untuk membentuk biofilm, dan mulai menghasilkan cahaya. Organ cahaya, dikombinasikan dengan kantung tinta cumi-cumi sekaligus mengontrol tingkat bioluminesensi yang dipancarkan.
Nantinya hal itu memungkinkan cumi-cumi meniru kecerahan cahaya bulan yang bersinar melalui perairan dangkal untuk menghilangkan bayangannya-dan menciptakan jubah tembus pandangnya. Pancaran cahayanya bersifat siklus, dengan ritme sirkadian yang kompleks, yaitu lebih terang pada malam hari dan lebih redup pada siang hari.
“Cumi-cumi dan bakteri merupakan organisme penelitian yang hebat,” ungkap para peneliti.
Baca juga : Inilah Bobtail Squidfish, Cumi-Cumi Mungil Yang Cantik
Seekor cumi-cumi bobtail. foto : Narrissa Spies / Wikipedia Commons CC BY SA 4.0
Diketahui, spesies ini aktif di malam hari. Sedangkan siang hari, mereka menghabiskan sebagian besar waktunya terkubur di dalam pasir.
Setiap pagi, cumi-cumi bobtail Hawaii mengeluarkan 90 persen lebih bakteri yang hidup di mantelnya kembali ke kolom air. Pada hari mulai siang, para bakteri tersebut akan kembali ke dalam inangnya kembali.
“Pada malam hari, cumi-cumi tersebut memiliki persediaan bakteri baru untuk membantunya berkamuflase.”
Cumi-cumi ini menjalani kehidupan yang cukup soliter. Mereka cekatan dalam memangsa buruannya seperti udang kecil dan krustasea.
Sekalipun induk cumi-cumi ini tidak mengajarkan berburu, tapi karena bantuan bakteri itu mereka secara alamiah bisa menyesuaikan kehidupannya di alam liar. Sebelum dihinggapi bakteri ditubuhnya, cumi-cumi bobtail bisa bertahan hidup tanpa makanan selagi ada lendir kuning yang diberikan oleh induk mereka.
Cumi-cumi bobtail Hawaii (Euprymna scolopes) adalah invertebrata laut yang terkait dengan spesies cumi-cumi, gurita, sotong, dan nautilus bilik. Mereka sama-sama punya otak sangat besar dibandingkan dengan ukuran tubuhnya.
Mereka dibekali sirip berbentuk dayung yang membantu mereka berenang melalui kolom air. Cumi-cumi bobtail Hawaii punya warna belang-belang, yang dapat mereka ubah dengan bantuan organ yang disebut kromatofor.
Baca juga : Cumi-Cumi, Si Kecil Cerdas dari Dalam Lautan
Cumi-cumi bobtail dewasa. foto : Rickard Zerpe/wikipedia commons CC by 3.0
Biarpun punya masa hidup yang terbilang singkat, populasi hummingbird bobtail squid bisa dibilang cukup terkendali berkat waktu reproduksi yang singkat dan jumlah telur yang dihasilkan ada pada jumlah yang besar.
Secara habitat, mereka bisa ditemukan mulai dari Indonesia, Timor Leste, perairan Pasifik, Filipina, Laut Andaman, India, China, hingga Jepang. Spesies cumi-cumi ini dapat berenang dari perairan dangkal hingga kedalaman 107 meter di bawah permukaan laut.
Bakteri bioluminescent dan cumi-cumi bobtail Hawaii telah membentuk hubungan yang saling menguntungkan sejak lama. Bagaimana bakteri mengkoordinasikan perilaku mereka untuk menjajah cumi-cumi-melalui sinyal seluler dan isyarat dari lingkungan-dirincikan dalam studi baru yang dipimpin oleh para peneliti.
Barangkali karena kemitraan yang menguntungkan dari dua spesies yang berbeda itu, mereka menjadi objek favorit para peneliti. Bahkan, militer Amerika Serikat pun telah mempelajarinya karena cumi-cumi bobtail sangat pandai berkamuflase. (***)
Mengapa SpaceX Membawa Beruang Air, Cumi-cumi, dan Kapas ke Luar Angkasa?
Sumber: Mongabay.co.id