- Ryanto Ulil Anshar (34) Kasatreskrim Polres Solok Selatan, Sumatera Barat, 22 November lalu tewas di tangan seniornya, Ajun Komisaris Dadang Iskandar (55), Kepala Bagian Operasional Polres Solok Selatan. Ryanto tewas di Polres Solok Selatan usai mengamankan tambang emas ilegal.
- Irjen Pol Suharyono, Kepala Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Barat mengatakan, semua berawal saat Ryanto mengamankan pelaku tambang galian C. Ketika perjalanan menuju Polres, Ryanto ditelpon oleh Dadang terkait penangkapan pelaku tambang galian C itu. Sesampainya, di Polres tersangka diamankan di ruang reskrim untuk pemeriksaan.
- Riset Walhi Sumbar menggunakan metode geographic information system (GIS) memanfaatkan citra satelit Sentinel-2 pada Oktober 2024 memperlihatkan, terdapat bukaan tambang di aliran Batang Hari, mulai dari Batang Gumanti, Batang Bangko, Batang Kiah. Bukaan tambang ini ditemukan di empat kabupaten, mulai Solok, Solok Selatan, Sijunjung dan Dharmasraya. Total ada 49 titik/ poligon tambang emas ilegal dengan luasan 1.612,66 hektar.
- Abdul Aziz, dari Walhi Sumbar mengatakan, penembakan Ryanto bukan sekadar kasus polisi melawan polisi tetapi tragedi lingkungan. Tambang ilegal gampang sekali di banyak tempat di Sumbar. Mulai dari tengah kampung hingga ke dalam hutan, mulai dari daerah aliran sungai hingga areal pertanian pangan. Puluhan alat berat beroperasi setiap hari, ratusan galon bahan bakar minyak dan bencana ekologis terjadi.
Ryanto Ulil Anshar (34) Kasatreskrim Polres Solok Selatan, Sumatera Barat, 22 November lalu tewas di tangan seniornya, Ajun Komisaris Dadang Iskandar (55), Kepala Bagian Operasional Polres Solok Selatan. Ryanto tewas di Polres Solok Selatan usai mengamankan tambang emas ilegal.
- Advertisement -
Irjen Pol Suharyono, Kepala Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Barat mengatakan, semua berawal saat Ryanto mengamankan pelaku tambang galian C. Ketika perjalanan menuju polres, Ryanto ditelpon oleh Dadang terkait penangkapan pelaku tambang galian C itu. Sesampainya, di Polres tersangka diamankan di ruang reskrim untuk pemeriksaan.
Tiba-tiba para personel mendengar bunyi tembakan di luar ruangan. Saat mereka periksa Ryanto sudah tidak bernyawa. Para saksi melihat Dadang meninggalkan lokasi dengan mobil dinas Isuzu Dmaz.
Korban terkena dua kali tembakan di wajah. Tepatnya di pelipis kanan dan pipi kanan. Dadang menggunakan senjata api laras pendek dengan jenis pistol HS: 260139. Tidak ada saksi tepat di lokasi penembakan.
Selepas dari lokasi Dadang menembaki Rumah Dinas Kapolres Solok Selatan. Beberapa bekas tembakan tampak di rumah dinasnya.
Dari pemeriksaan, membawa satu senjata api HS dan dua magazin masing-masing berisi 16 peluru dan 15 peluru. Ada pula 11 peluru yang belum masuk ke magazin. Total peluru ada 42. Dua peluru ditembak ke Ulil dan tujuh lainnya ke rumah Dinas Kapolres Solok Selatan.
Suharyono mengatakan, ada dugaan perbedaan pendapat antara Dadang dan korban terkait penangkapan pelaku tambang ilegal galian C yang diungkap Ryanto.
Dadang pun terjerat Pasal 340 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pembunuhan berencana subsider Pasal 338 subsider Pasal 351 ayat 3. Hukumannya menjurus pada ancaman maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup atau penjara maksimal 20 tahun.
Kapolres pun menutup tambang galian C yang diduga menjadi pemicu penembakan polisi dan polisi di Mapolres Solok Selatan. “Krimsus Polda Sumbar langsung lakukan penutupan lokasi,” kata Dwi, Humas Polda Sumbar.
Salah satu titik tambang ilegal di Solok. Foto: Walhi Sumbar
Kasus tragedi lingkungan
Abdul Aziz, dari Walhi Sumbar mengatakan, penembakan Ryanto bukan sekadar kasus polisi melawan polisi tetapi tragedi lingkungan.
“Kami Walhi Sumatera Barat menyatakan turut berduka atas meninggalnya Kasatreskrim Polres Solok. Semoga beliau meninggal dalam keadaan husnul khotimah dan dalam kasih sayang tuhan semesta alam,” katanya.
Walhi memandang, kasus ini mengonfirmasi ulang beberapa hal. Pertama, pelaku kejahatan lingkungan lebih kuat dibanding negara. “Bahkan di lingkungan kantor penegak hukum atau kantor polisi, pejabat penegak hukum bisa dihabisi oleh sesama polisi,” katanya.
Kedua, kasus ini seakan-akan mengonfirmasi rahasia umum kejahatan lingkungan tambang ilegal yang dibekingi oknum-oknum pejabat Polri di lapangan.
Ketiga, kasus ini seakan jadi jawaban mengapa tambang ilegal masif terjadi sepanjang tahun di wilayah hukum Sumbar. Meskipun puluhan nyawa melayang dan bencana ekologis terus berulang.”
Setelah rakyat dan lingkungan jadi korban, katanya, kini pejabat Polri yang menumpas kejahatan lingkungan meski meregang nyawa di tangan rekan kerjanya sendiri.
Keempat, menurut Azis, kapolri harus asistensi langsung kasus ini dan menjadikan sebagai momentum membersihkan tubuh Polri dari pelaku kejahatan lingkungan.
“Seluruh pejabat polri yang terbukti terlibat dalam kejahatan lingkungan, tambang ilegal harus dipecat dan dihukum, tidak hanya di lingkungan wilayah hukum kejadian a quo. Tapi di seluruh wilayah hukum Polda Sumatera Barat.”
Kasus ini, katanya, bukan kasus biasa antara polisi melawan polisi, tetapi lebih pada negara melawan penjahat lingkungan.
“Bertahun-tahun negara dipermalukan pelaku kejahatan lingkungan melalui kejahatan tambang ilegal Sumbar. Setelah kasus ini akankah negara kembali tunduk dan sujud pada pelaku kejahatan lingkungan?” katanya.
Mahasiswa dan organisasi pemuda protes tambang ilegal di Solok Selatan. Foto: Jaka HB/Mongabay Indonesia
Menurut Azis, tambang ilegal gampang sekali di banyak tempat di Sumbar. “Mulai dari tengah kampung hingga ke dalam hutan, mulai dari daerah aliran sungai hingga areal pertanian pangan berkelanjutan.”
Dia bilang, puluhan alat berat beroperasi setiap hari, ratusan galon bahan bakar minyak dan bencana ekologis terjadi.
“Negara seakan tidak berdaya mengatasinya, kemudian berlindung di balik kata rakyat. Ini demi perut rakyat dan demi memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat yang lagi sulit.”
Hingga kini, kata Azis, belum ada pejabat Sumbar bernyali dan tegas menyatakan ini bisnis ilegal penguasa, pengusaha serta penegak hukum pelaku kejahatan lingkungan.
Kapolri, katanya, bisa memulai dari memeriksa Kapolda Sumbar sebagai kepala penegak hukum Polri di Sumatera Barat.
“Jika sekelas Kasat Reskrim selaku penegak hukum ditumpas, bagaimana dengan masyarakat, komunitas, jurnalis, mahasiswa, aktivis pembela HAM, pejuang lingkungan dan setiap orang yang memperjuangkan lingkungan hidup baik dan sehat bisa berjuang dengan aman dan mendapat perlindungan?” katanya.
Walhi Sumbar juga riset pemetaan mereka terkait bukaan tambang dii aliran sungai. Riset Walhi Sumbar menggunakan metode geographic information system (GIS) memanfaatkan citra satelit Sentinel-2 pada Oktober 2024 memperlihatkan, terdapat bukaan tambang di aliran Batang Hari, mulai dari Batang Gumanti, Batang Bangko, Batang Kiah.
Bukaan tambang ini ditemukan di empat kabupaten, mulai Solok, Solok Selatan, Sijunjung dan Dharmasraya. Total ada 49 titik/ poligon tambang emas ilegal dengan luasan 1.612,66 hektar.
Kondisi Sungai Batang Hari di Hutan Lindung Batanghari, Solok Selatan, Sumatera Barat, yang rusak akibat aktivitas tambang emas ilegal. Foto diambil pada 23 November 2019. Foto: Dok Tim BNPB
Aktivitas ini juga menjadi penyebab bencana ekologis termasuk korban jiwa setiap tahun di aliran ini. Penting juga, katanya, mengusut aktor yang terlibat pertambangan di empat kabupaten ini.
Wengki Putranto, Direktur Eksekutif Daerah Walhi Sumatera Barat mengatakan, kasus Dadang harus dilihat dalam bingkai besar kejahatan lingkungan.
Pada 2022, Kapolda Sumbar sempat mengeluarkan telegram nomor ST/947/XI/PAM.1.6/2022 tertanggal 19 Oktober 2022. Telegram itu berisi menertibkan dan menata lengkap seluruh perizinan aktivitas pertambangan legal dan yang ilegal di seluruh wilayah hukum Polda Sumbar.
Pada waktu mengeluarkan telegram itu katanya, kapolda menyebut pertambangan ilegal itu sebagai transnational crime.
“Sudah sejauh apa pelaksanaannya?”
Pasca penembakan Ryanto, beberapa organisasi kepemudaan dan Badan Eksekutif Mahasiswa se-Sumatera Barat aksi reformasi kepolisian untuk menyelesaikan masalah tambang ilegal yang dibekingi aparat, Jumat 29/11/24) di depan Mapolda Sumbar.
Taufiqul Hakim, juru bicara Komite Komunikasi Muda Sumatera Barat mengatakan, aksi ini terkait pengelolaan sumber daya alam di Sumbar. “Yang mana banyak dikelola dengan ilegal bahkan ada permainan oknum-oknum aparat, terjadinya polisi tembak polisi adalah puncak gunung es dari masalah itu,” katanya.
Kapolda, katanya, harus mampu membersihkan masalah ini. “Kalau memang tidak mampu melaksanakan kewenangan, kami berpesan kepada Kapolri agar Kapolda Sumbar dicopot saja.”
Organisasi pemuda di Solok Selatan aksi pasca penembakan polisi Ryanto, usai amankan pelaku tambang ilegal oleh polisi Dadang. Foto: Jaka HB/Mongabay Indonesia
********
Tambang Emas Ilegal di Sumbar: Antara Relasi Kuasa dan Lemahnya Penegakan Hukum
Sumber: Mongabay.co.id