- Pemilihan kepala daerah (pilkada) di Maluku Utara 2024 maju empat kandidat calon gubernur dan wakil gubernur yang memiliki keterkaitan dengan industri pertambangan, terutama tambang nikel. Para kontestan tercatat memiliki riwayat kebijakan atau keterlibatan yang mendukung ekspansi industri ekstraktif, menjadi pemilik tambang, termasuk menerbitkan izin tambang yang masif di Maluku Utara.
- Politik elektoral, baik di level pemerintah pusat maupun daerah, dinilai hanya formalitas demokrasi untuk mencari perpanjangan tangan kekuatan bisnis yang mengendalikan kebijakan. Demikian setidaknya laporan bersama Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Jatam berjudul “Politik Elektoral sebagai Pesta Oligarki Ekstraktif.”
- Supriadi Sudirman, aktivis lingkungan Save Sagea, mengatakan, para kandidat calon bupati dan calon gubernur Malut hanya akan melanggengkan kekuatan oligarki tambang di wilayah-wilayah dengan kekayaan alam terjarah.
- Julfikar Sangaji, pegiat Jatam Maluku Utara mengatakan, para kandidat yang berkontestasi hanya akan memperburuk situasi sosial-ekologis di Malut. Para paslon hanya akan melanjutkan kebijakan pemerintah pusat sekadar melancarkan kepentingan bagi-bagi kue, dan melanjutkan ekspansi.
- Advertisement -
Pemilihan kepala daerah (pilkada) di Maluku Utara 2024 maju empat kandidat calon gubernur dan wakil gubernur yang memiliki keterkaitan dengan industri pertambangan, terutama tambang nikel. Para kontestan tercatat memiliki riwayat kebijakan atau keterlibatan yang mendukung ekspansi industri ekstraktif, menjadi pemilik tambang, termasuk menerbitkan izin tambang yang masif di Maluku Utara.
Demikian benang merah dari diskusi dan pelucuran laporan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) bertajuk “Pilkada Membawa Petaka” yang rilis 25 November 2024.
Laporan ini mengungkap peta kandidat dan relasi dengan industri ekstraktif. Khusus di Maluku Utara, memperlihatkan bagaimana politik elektoral pilkada dibayang-bayangi oligarki tambang baik di provinsi maupun kabupaten.
Sebagaimana situasi politik elektoral pilkada sebelum-sebelumnya, pilkada di Malut kali ini tak akan berdampak pada perbaikan lingkungan dan masalah-masalah yang dihadapi warga di wilayah industri ekstraktif.
Sumber: Jatam
Supriadi Sudirman, aktivis lingkungan Save Sagea, mengatakan, para kandidat calon bupati dan calon gubernur Malut hanya akan melanggengkan kekuatan oligarki tambang di wilayah-wilayah dengan kekayaan alam terjarah.
Dia bilang, dalam debat para kandidat baik di kabupaten maupun provinsi, semua bertekad mengikuti program dan kebijakan pemerintahan Prabowo-Gibran, yang lebih banyak mendorong proyek-proyek strategis terutama hilirisasi nikel.
Dia telah memeriksa visi-misi para kandidat dan tak ada nawacita atau program prioritas untuk menghentikan laju kerusakan alam dan ruang hidup warga. Termasuk, Weda Tengah dan Weda Utara, Halmahera Tengah, yang ada pertambangan dan pabrik pengolahan bijih nikel di kawasan industri PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP).
“Kalau melihat para kandidat tidak ada harapan sama sekali. Mereka semua berada dan berdekatan dengan partai-partai penguasa yang turut melegitimasi produk undang-undang perusak lingkungan, salah satunya omnibus law,” kata Supriadi.
Julfikar Sangaji, pegiat Jatam Maluku Utara mengatakan, para kandidat yang berkontestasi hanya akan memperburuk situasi sosial-ekologis di Malut. Para paslon hanya akan melanjutkan kebijakan pemerintah pusat sekadar melancarkan kepentingan bagi-bagi kue, dan melanjutkan ekspansi.
“Alih-alih membenahi dan menyelesaikan persoalan ekstraktif di berbagai wilayah Indonesia, justru utang kerusakan sosial-ekologis yang diwariskan akan makin terakumulasi dan menjadi sumber petaka bagi warga,” katanya.
Sumber: jatam
Rekam jejak dan relasi ekstraktif
Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur nomor urut 1, Husain Alting Syah dan Asrul Rasyid Ichsan, diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Ummat, dan Partai Kebangkitan Nusantara (PKN). Husain Alting bergelar Sultan Tidore, pernah menjadi anggota DPD 2019-2024. Husain juga disebut satu tokoh yang terlibat dalam peletakan batu pertama pembangunan PT Indonesia Weda Bay Industrial Park di Teluk Weda.
Calon wakilnya, Asrul Rasyid Ichsan, menjabat sebagai Sekretaris DPD PDIP Maluku Utara 2019-2024. Sebelumnya, dia kader PAN 2009-2014, pada periode itu jadi Wakil Ketua DPRD Kota Ternate. Tercatat, Asrul pernah menjadi Wakil Ketua Umum Kadin Malut dan dewan pembina Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), termasuk sebagai dosen di Univeristas Muhammadiyah Malut.
Menurut data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) KPK, per Desember 2023, harta kekayaan Husain Alting Syah tembus Rp1,7 miliar. Disebut melonjak tajam mengingat pada 2022 dilaporkan Rp760 juta. Harta kekayaan Asrul Rasyid tercatat Rp1,5 miliar.
Paslon nomor urut 2, Aliong Mus dan Sahril Tahir, diusung partai pemerintahan saat ini, antara lain, Partai Gerindra, Golkar, Perindo, dan Partai Bulan Bintang (PBB). Aliong bekas Bupati Taliabu dua periode 2016-2021 dan 2021-2024.
Aliong memiliki hubungan kekerabatan dengan Sashabila Mus dan Citra Puspasari Mus yang saat ini bertarung kursi Bupati Taliabu. Sementara, di Kabupaten Sula, ada Fifian Adeningsih Mus yang kembali maju pilkada kabupaten itu.
Aliong uga memiliki hubungan dengan Alien Mus, politikus Golkar yang terpilih menjadi anggota DPR Komisi IV periode 2019-2024 dan menjabat sebagai Ketua DPD I Golkar Malut.
Ada pula Ahmad Hidayat Mus, politikus Golkar yang pernah ditangkap KPK pada 2018. Aliong Mus juga bersaudara dengan Agrianti Yulin Mus yang kini duduk sebagai anggota DPRD Malut dari Golkar.
Di Kabupaten Taliabu tempat dia memimpin sebelumnya, telah dikepung industri ekstraktif. Terhitung sudah ada 26 izin pertambangan menguasai sekitar 75% daratan pulau.
Sedangkan, di Kepulauan Sula, di atas Pulau Mangoli, terbebani 10 izin tambang bijih besi yang nyaris menguasai 90% dari luas pulau.
Wakilnya, Sahril Tahir adalah Ketua DPRD Gerindra Malut 2019-2021. Dia juga pernah menjabat DPRD Malut 2014-2019. Kemudian terpilih lagi sebagai DPRD Malut 2024 tetapi mengundurkan diri untuk maju sebagai calon wakil gubernur mendampingi Aliong.
Sumber: Jatam
Pasangan calon nomor urut 3, Muhammad Kasuba dan Basri Salama, dengan dukungan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura). Muhammad Kasuba atau MK merupakan adik kandung Abdul Gani Kasuba (AGK), mantan Gubernur Malut yang terbukti korupsi.
MK pernah menjabat sebagai Bupati Halmahera Selatan dua periode 2005-2016. Sebelum itu, dia sebagai anggota DPRD Malut dari PKS pada 1999-2001 dan 2001-2005.
Dalam rekam jejaknya sebagai Bupati Halmahera Selatan selama satu dekade, setidaknya ada enam izin usaha pertambangan keluar. Yakni, PT Anugerah Bukit Besar, PT Intim Mining Sentosa, PT Aneka Tambang Resources, PT Serongga Sumber Lestari, PT Intim Mining Sentosa, dan PT Obi Putra Mandiri.
Muhammad Kasuba juga pernah diperiksa dua kali dalam kasus korupsi pengadaan kapal cepat Halsel Ekspress Rp14 miliar. Pada September 2024, saat dia mantap bakal calon gubernur, kasus setop atau terbit SP3 oleh Kejaksaan Tinggi Malut.
Wakilnya, Basri Salama, merupakan anggota DPR Malut periode 2014-2019. Dia juga tercatat menjadi Wakil Ketua KNPI Malut 2006-2007. Dia kini menjabat sebagai Ketua DPD Partai Hanura Malut.
Paslon nomor urut 4, Sherly Tjonada Laos dan Sarbin Sehe, usungan Partai Nasional Demokrasi (Nasdem), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrat, PKB, PAN, Gelora, Partai Buruh, dan PSI.
Sherly Tjoanda merupakan seorang pebisnis, sedangkan Sarbin berlatar sebagai birokrat yang sebelumnya bekerja di Kementerian Agama.
Sherly adalah calon gubernur yang menggantikan suaminya Benny Laos yang meninggal dunia karena kecelakaan saat kampanye di Taliabu. Sherly mendapatkan warisan harta dan kekayaan Benny Laos, termasuk bisnisnya.
Catatan Jatam, Benny Laos memiliki 90% saham PT Amazing Tabara, perusahaan tambang emas dengan luas konsesi 4.656 hektar di Kecamatan Pulau Obi, Halmahera Selatan. Izin tambang Benny keluar oleh Abdul Gani Kasuba pada 2018.
Benny juga tercatat sebagai pengelola di PT Indonesia Mas Mulia, perusahaan tambang emas dengan konsesi 4.800 hektar di Desa Yaba, Bacan Barat Utara, Halmahera Selatan. Izin tambang ini juga terbit era AGK pada 2018.
Pada laporan lain, Benny Laos dan Sherly juga memiliki perusahaan tambang nikel PT Karya Wijaya seluas 500 hektar di Pulau Gebe, Halmahera Tengah. Konsesi perusahaan ini berada di tengah-tengah sumber air warga Pulau Gebe yang sedang menghadapi krisis air bersih puluhan tahun. Benny merupakan bekas Bupati Pulau Morotai tercatat memiliki mayoritas saham, 65% di PT Karya Wijaya bersama istrinya Sherly duduk sebagai komisaris utama di perusahaan itu.
Sumber: Jatam
Rawan korupsi
Politik elektoral, baik di level pemerintah pusat maupun daerah, dinilai hanya formalitas demokrasi untuk mencari perpanjangan tangan kekuatan bisnis yang mengendalikan kebijakan. Demikian setidaknya laporan bersama Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Jatam berjudul “Politik Elektoral sebagai Pesta Oligarki Ekstraktif.” Kondisi itu, tergambar dalam rangkaian Pemilu 2024, mulai dari pemilihan presiden, pemilihan legislatif, hingga pemilihan kepala daerah serentak.
Hampir seluruh calon kepala yang bertarung dalam proses elektoral didukung oleh pebisnis ekstraktif, hingga melahirkan pemimpin yang tidak akan pernah bebas dari konflik kepentingan.
Dari hasil penelusuran cepat ICW dan Jatam, setidaknya terdapat kandidat di 38 provinsi menemukan sedikitnya 25 kandidat yang merupakan inkumben diduga kuat memiliki rekam jejak kuat dengan kepentingan ekstraktif, dilihat dari jumlah perizinan, khusus izin tambang, yang keluar pada masa menjabat.
Bisnis ekstraktif erat berkaitan dengan kasus korupsi. Kepala daerah seringkali menerima suap untuk mengeluarkan izin-izin tambang, yang diduga untuk ongkos pilkada.
Suap tercatat marak diberikan pebisnis untuk mendapatkan manfaat dari kepala daerah.
Pasca pemusatan kewenangan izin tambang ke pemerintah pusat, praktik korupsi masih marak terjadi. Pada September 2024, KPK menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus suap penerimaan hadiah atau janji berkaitan dengan pengurusan izin usaha pertambangan di Kalimatan Timur.
Pada Mei 2024, Kejaksaan menangani kasus korupsi timah di wilayah IUP PT Timah Tbk.
Di Maluku Utara, KPK menjerat Abdul Gani Kasuba, mantan yang bermain-main dalam izin, salah satunya izin pertambangan nikel. Bersama dia, KPK juga menjerat direktur PT Trimegah Bangun Persada Tbk (Harita Group) Stevi Thomas yang menyuap AGK US$60.000 setara Rp944 juta (kurs Rp15.744).
Tercatat, pusaran korupsi AGK turut menyeret nama anak dan menantu Presiden Joko Widodo, yaitu, pasangan Kahiyang Ayu dan Bobby Nasution dalam kasus kode ‘Blok Medan’.
Kasus korupsi AG juga membuka kotak pandora mengenai kepentingan pengusaha cum pejabat publik sekelas Bahlil Lahadalia Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, yang memiliki afiliasi bisnis di berbagai perusahaan dan konsesi tambang nikel di Malut.
Gita Ayuatikah, peneliti Transparency Internasioanl Indonesia (TII) mengatakan, terdapat hubungan erat antara pemerintah, politisi, dan pebisnis industri pertambangan. Bahkan, katanya, seringkali bertumpang tindih tak hanya dalam tingkat lokal, juga mengonfirmasi penyusunan kebijakan juga tidak terlepas dari kepentingan bisnis tambang dan energi kotor.
“Mahalnya ongkos politik membuat politisi mencari cara mengganti ongkos politik yang sudah dihabiskan untuk mengikuti pemilu.”
Pengusaha tambang, katanya, menyadari dengan memberikan donasi politik, mereka akan mendapat imbalan lewat izin yang terbit oleh politisi yang berhasil menjabat di kursi eksekutif maupun legislatif.
Supriadi menambahkan, warisan politik elektoral pilkada di Malut sebelumnya sudah memperlihatkan bobroknya tata kelola dan kebijakan di sektor pertambangan. Kasus korupsi AGK, misal, menjadi cermin buruk menguatkan oligarki ekstraktif setelah pilkada usai. Ia ikut memperburuk krisis sosial-ekologis warga pesisir dan pulau-pulau kecil di Malut.
“Torang di daerah-daerah yang ada tambang dan pabrik nikel beroperasi akan makin buruk kondisi lingkungan dan makin rusak torang pe sumber hidup. Pilkada benar-benar tara bawa perubahan apa-apa. Lihat saja, dari pilkada ke pilkada, krisis sosial ekologis tara pernah selesai pas pergantian bupati deng gubernur,” kata Supriadi.
Tumpukan ore nikel di kawasan industri. Foto: Rabul Sawal/ Mongabay Indonesia
*******
Kala Kasus Korupsi Tambang Nikel Mantan Gubernur Malut Seret Keluarga Jokowi
Sumber: Mongabay.co.id