- Setidaknya dalam 10 tahun terakhir, banyak gambar dan video kepiting pertapa yang membuat rumah baru dari potongan lego, kaleng soda, hingga tutup deterjen
- Ditemukan 386 contoh krustasea yang terbungkus sampah di mana sekitar 85 persen di antaranya menggunakan tutup plastik dan sisanya menggunakan logam dan kaca
- Fenomena itu ditemukan di seluruh daerah tropis dari Afrika hingga Amerika Tengah.
- Para ilmuwan merasa ‘patah hati’ melihat kondisi hewan-hewan yang hidup di dalam sampah. Belum jelas soal bahan-bahan ini berbahaya atau bahkan mungkin membantu bagi krustasea kecil yang rentan
Menurut studi oleh para ahli di dua universitas Polandia, mayoritas spesies kepiting pertapa di seluruh dunia telah menggunakan sampah plastik sebagai cangkang. Setidaknya dalam 10 tahun terakhir, banyak gambar dan video kepiting pertapa yang membuat rumah baru dari potongan lego, kaleng soda, hingga tutup deterjen.
Ditemukan 386 contoh krustasea yang terbungkus sampah di mana sekitar 85 persen di antaranya menggunakan tutup plastik dan sisanya menggunakan logam dan kaca. Fenomena itu ditemukan di seluruh daerah tropis dari Afrika hingga Amerika Tengah.
Para ilmuwan merasa “patah hati” melihat kondisi hewan-hewan yang hidup di dalam sampah. Mereka mengatakan bahwa dua pertiga spesies kepiting pertapa memakai benda-benda yang dibuang manusia.
Penelitian ini menggunakan media sosial dan situs web berbagi foto, seperti yang dijelaskan oleh salah satu peneliti, Marta Szulkin, seorang ahli ekologi perkotaan dari Universitas Warsawa. Dia salah satu yang menyusun jurnal Science of the Total Environment.
“Kami mulai melihat sesuatu yang benar-benar tidak biasa. Alih-alih dihiasi dengan cangkang siput yang indah, seperti yang biasa kita lihat – mereka akan memiliki tutup botol plastik merah di bagian belakangnya atau sepotong bola lampu,” ujar dia.
Dia dan rekan-rekannya, Zuzanna Jagiello dari Universitas Warsawa dan Łukasz Dylewski, dari Universitas Ilmu Hayati Poznan, menemukan 10 dari 16 spesies kepiting pertapa darat di dunia menggunakan jenis tempat berlindung dari sampah.
- Advertisement -
Belum jelas soal bahan-bahan ini berbahaya atau bahkan mungkin membantu bagi krustasea kecil yang rentan.
“Ketika saya pertama kali melihat foto-foto ini, saya merasa sangat sedih,” kata Prof Szulkin kepada BBC Radio 4’s Inside Science. “Pada saat yang sama, saya pikir kita benar-benar perlu memahami fakta bahwa kita hidup di era yang berbeda dan hewan-hewan memanfaatkan apa yang tersedia bagi mereka.”
Baca : Bukan Diburu, Paus Sperma Ini Mati Akibat Sampah Plastik
Seekor kepiting pertapa atau kelomang yang menggunakan botol plastik sebagai cangkangnya. Foto : facebook I’m plastic free
Kepiting Berebut Plastik
Studi ekologi berbasis internet ini, mengungkapkan bahwa penggunaan cangkang plastik ini adalah fenomena global. Mungkin kepiting pertapa, yang berganti cangkang setiap 12 hingga 18 bulan, sedang berjuang untuk menemukan sumber perlindungan alami. Karena biasanya mereka mencari cangkang dari siput laut, namun bisa jadi tidak tersedia akibat menyusutnya populasi gastropoda.
Dengan begitu, terjadi krisis cangkang bagi kepiting-kepiting tersebut. Sehingga mereka beralih ke sampah plastik yang semakin banyak ditemukan di habitat perairan.
Di satu sisi, “cangkang” dari plastik ini boleh jadi dibutuhkan oleh kepiting yang lebih kecil dan lebih lemah untuk bertahan hidup. Alasannya, karena lebih mudah dibawa serta minim energi.
“Kami tidak dapat menguji hipotesis ini tanpa informasi lebih lanjut tentang demografi populasi siput lokal,” tulis Mark Briffa, seorang peneliti perilaku hewan di University of Plymouth di Inggris yang tidak terlibat dalam penelitian ini, di The Conversation.
Dia mengatakan, boleh jadi plastik dianggap lebih ringan dan kuat daripada cangkang asli mereka. Karena cukup aman, maka kepiting memilih itu.
Akan tetapi, temuan ini membuka pertanyaan baru tentang bagaimana krustasea berinteraksi dengan plastik. Banyak dari para ilmuwan ingin mengetahui bagaimana plastik dapat mempengaruhi evolusi mereka.
Sebab, domestikasi akibat ulah manusia mampu mengubah perilaku hewan selama ribuan tahun. Tentunya, perubahan perilaku hewan yang tak alami itu cukup mengkhawatirkan.
“Apa yang kita tidak tahu adalah seberapa besar unsur kebaruan dapat mempengaruhi mereka dan apakah kepiting akan bertarung memperebutkan cangkang plastik buatan,” jelas Prof Szulkin.
Baca juga : Bioplastik: Si Pencegah Mikroplastik Terkini
Seekor kepiting pertapa atau kelomang yang menggunakan pipa plastik sebagai cangkangnya. Foto : facebook WorkingAbroad Project
Triliunan Potongan Plastik di Laut
Bahkan sampai ada studi baru-baru ini yang mencoba mengukur skala polusi plastik. Hasilnya, diperkirakan ada 171 triliun potongan plastik mengambang dan tersebar di lautan.
Tentu saja itu menimbulkan petaka bagi banyak spesies. Apalagi angka tersebut bisa meningkat hampir tiga kali lipat pada tahun 2040 jika tidak ada tindakan pencegahan.
Namun, ada harapan bahwa pada tahun 2024, negara-negara di dunia akan menandatangani perjanjian global yang telah lama ditunggu-tunggu untuk mengakhiri momok plastik.
Mark Miodownik, profesor material dan masyarakat di University College London, mengatakan kepada BBC bahwa ada pelajaran yang dapat dipetik dari gambar-gambar tersebut bagi manusia. Katanya, manusia sama seperti kepiting pertapa bakal menghadapi bencana lingkungan akibat sampah.
“Untuk itu kita seharusnya lebih banyak menggunakan kembali plastik, alih-alih membuangnya,” pungkasnya.
Sampah Plastik Jadi Ancaman Bagi Laut, Aksi Nyata Diperlukan
Sumber: Mongabay.co.id