- Baru-baru ini, sekelompok ahli biologi dari University of Portsmouth, Inggris, telah menemukan populasi kura-kura tempurung raksasa Cantor yang sangat langka di tepi Sungai Chandragiri di barat daya India.
- Kura-kura yang wajahnya mirip dengan katak ini mulai langka akibat degradasi sungai-sungai di Asia Selatan dan Asia Tenggara sehingga dikategorikan spesies terancam punah oleh IUCN
- Para peneliti untuk pertama kali berhasil mendokumentasikan sarang kura-kura Cantor betina.
- Penemuan ini penting bagi para konservasionis lantaran memuat data mengenai ekologi, perilaku, populasi hingga distribusi yang sulit didapatkan
Kura-kura tempurung lunak raksasa Cantor (Pelochelys cantorii) merupakan kura-kura endemik asli dari sungai-sungai di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Dikenal karena kelangkaan dan sifatnya yang tertutup, spesies ini telah lama menjadi subjek menarik bagi para ahli konservasi.
Kura-kura cangkang lunak raksasa Cantor dinamai untuk menghormati ahli zoologi Denmark, Theodore Edward Cantor. Satwa ini menghabiskan 95% hidupnya dalam keadaan tidak bergerak sama sekali hanya mata dan moncongnya yang menyembul dari sungai.
Saking langkanya kura-kura ini dijuluki sebagai kura-kura hantu. Selain karena pola hidupnya yang menghabiskan sebagian umurnya terkubur di lumpur sungai dengan waktu lama, fakta lainnya adalah habitat mereka terus menciut.
Baru-baru ini, sekelompok ahli biologi dari University of Portsmouth, Inggris, telah menemukan populasi kura-kura tempurung raksasa Cantor yang sangat langka di tepi Sungai Chandragiri di barat daya India. Penemuan itu berkat informasi dari masyarakat setempat.
Berdasarkan jurnal Oryx, mereka mempublikasikan untuk pertama kalinya spesies ini bersarang. Penemuan ini penting bagi para konservasionis lantaran memuat data mengenai ekologi, perilaku, populasi hingga distribusi yang sulit didapatkan.
Penelitian tersebut dipimpin oleh para ahli konservasi dari University of Portsmouth dan Zoological Society of London di Inggris, Museum Zoologi di Senckenberg Society for Nature Research di Jerman, University of Miami Amerika Serikat, Museum Sejarah Alam Florida di Amerika Serikat, dan Wildlife Institute of India.
- Advertisement -
Baca : Ilmuwan Temukan Kura-kura Jenis Baru Mirip Batu Berlumpur
Seekor kura-kura tempurung lunak raksasa Cantor (Pelochelys cantorii) di daerah San Mariano, Filipina. Foto : Brown R, Siler C, Oliveros C, Welton L, Rock A, Swab J, Van Weerd M, van Beijnen J, Rodriguez D, Jose E, Diesmos A via Wikipedia Commons CC BY 3.0
Kura-kura Berwajah Katak yang Gesit
Kura-kura Cantor juga dikenal sebagai kura-kura berwajah katak. Alasannya, kura-kura air tawar besar ini juga punya fitur di wajahnya yang mirip amfibi.
Diketahui, sebagaimana spesies penyu tempurung lunak lainnya, Cantor diperkirakan memiliki kemampuan untuk mengolah oksigen dari air melalui kulitnya yang membantu mereka bertahan hidup di dalam air untuk waktu lama. Mereka akan muncul ke permukaan untuk menghirup udara hanya dua kali sehari.
Meski pergerakannya cenderung statis dan diam, mereka adalah pemburu yang gesit. Ketika mereka melihat ikan, katak atau krustasea, maka dengan cepat menjulurkan lehernya untuk menyerang mangsanya. Selain itu Cantor dipersenjatai cakar panjang dan rahang kuat yang cukup kuat untuk meremukkan tulang.
Kura-kura ini dapat ditemukan di sungai-sungai di India, Bangladesh, Burma, Thailand, Malaysia, Laos, Kamboja, Vietnam, Cina, Filipina, dan Indonesia. Khusus di Indonesia, keberadaan mereka ditemukan di Jawa dan Kalimatan yang dikenal sebagai bulus.
Terancam Punah
Tapi pada medio antara tahun 1985 dan 1995, hanya ada satu spesimen yang ditemukan di habitat alaminya. Sebagian besar mereka lenyap dan sulit ditemukan.
Adapun di habitat dengan sungai yang dangkal, mereka mampu menghasilkan sekitar 24-70 butir telur setiap musim kawin dari bulan Juni hingga September.
Meskipun penyebarannya luas, spesies yang dapat tumbuh lebih dari satu meter dan beratnya lebih dari 100 kilogram ini diklasifikasikan sebagai Terancam Punah dalam Daftar Merah Spesies Terancam Punah oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN).
Baca juga : Mengapa Kura-kura Bisa Hidup Begitu Lama?
Seekor kura-kura tempurung lunak raksasa Cantor (Pelochelys cantorii). Foto : Dementia via Wikipedia Commons CC BY SA 2.0
Degradasi habitat menjadi penyebab utama penurunan populasi mereka. Di alam, penyu tempurung lunak raksasa ini masih diburu juga dipanen oleh penduduk setempat untuk diambil dagingnya.
Saat ini, kata Dr Francoise Cabada-Blanco dari fakultas ilmu biologi Universitas Portsmouth, keberadaan kura-kura ini nyaris tak terlihat di antara makhluk-makhluk lain yang mendiami perairan India.
“Dengan penampakan yang begitu langka, kehadiran penyu ini seperti hantu dari masa lalu,” katanya.
Penemuan Sarang Kura-kura Cantor
Penelitian yang dirintis dengan serius ini menghasilkan dokumentasi sarang kura-kura Cantor betina. Dengan melibatkan masyarakat, para peneliti menyelamatkan tukik-tukik Cantor kemudian dilepaskan ke sungai.
Sebagai informasi, masih ada tiga spesies kura-kura tempurung lunak yang masih ada dari genus Pelochelys di dunia. Ketiga spesies ini terpisah dari kura-kura lainnya lebih dari 40 juta tahun yang lalu.
Keluarga kura-kura yang menakjubkan ini terpisah dari semua makhluk hidup lainnya lebih dari 140 juta tahun yang lalu, saat dinosaurus masih berkeliaran di Bumi.
“Penelitian kami adalah sebuah narasi tentang penemuan kembali, menemukan harapan dalam kisah-kisah yang diceritakan oleh sungai dan masyarakatnya, dan meletakkan dasar bagi masa depan di mana spesies yang luar biasa ini dapat berkembang, tidak hanya bertahan hidup,” pungkas Cabada. (***)
Dari Anjing hingga Kura-kura: 10 Hewan yang Pernah Dikirim ke Luar Angkasa
Sumber: Mongabay.co.id