- Pemilihan kepala daerah sebentar lagi. Di Inragiliri Hilir, Riau, isu pemulihan lingkungan pesisir dan masyarakat terdampak kurang perhatian dalam visi-misi maupun program kerja para calon bupati dan wakil. Padahal, persoalan pesisir terbilang parah di kabupaten ini Banyak hutan mangrove rusak memusnahkan sumber penghidupan masyarakat: pesisir.
- Kondisi saat ini, hasil laut menurun drastis. Nelayan tradisional dan kecil berhadapan dengan cuaca buruk dan praktik penangkapan ikan skala besar dengan alat tangkap merusak ekosistem laut. Sementara, tanaman kelapa banyak mati karena terendam air asin. Alhasil, ribuan wargan pesisir kehilangan pekerjaan.
- Zainal Arifin Hussein, Direktur Eksekutif Bangun Desa Payung Negeri (BDPN) menilai, para kandidat belum ada yang memprioritaskan khusus dan spesifik, bahwa kunci penyelamatan mangrove dan pesisir penting bagi masyarakat. Semua calon bupati dan wakil bupati Indragiri Hilir belum melihat dampak perubahan iklim begitu dahsyat dan nyata.
- Besta Junandi Nduru, Direktur Perkumpulan Elang mengingatkan calon kepala daerah memiliki kepekaan terhadap isu perubahan iklim dan memikirkan aksi nyata untuk mitigasi maupun adaptasi. Pemerintah daerah harus memiliki paradigma pembangunan ekonomi berkelanjutan yang mempertimbangkan kelestarian lingkungan dan perubahan iklim dalam setiap perencanaan.
- Advertisement -
Pemilihan kepala daerah sebentar lagi. Di Inragiliri Hilir, Riau, isu pemulihan lingkungan pesisir dan masyarakat terdampak kurang perhatian dalam visi-misi maupun program kerja para calon bupati dan wakil. Padahal, persoalan pesisir terbilang parah di kabupaten ini Banyak hutan mangrove rusak memusnahkan sumber penghidupan masyarakat: pesisir.
“Ini menggambarkan para calon kepala daerah di Indragiri Hilir tidak memahami persoalan di daerah mereka,” kata Besta Junandi Nduru, Direktur Perkumpulan Elang, belum lama ini.
Dia bilang, puluhan ribu tanaman kelapa mati terkena intrusi air laut bukan hanya jadi persoalan lingkunga juga ekonomi dan sosial masyarakat yang kehilangan mata pencarian dan tempat tinggal.
Zainal Arifin Hussein, Direktur Eksekutif Bangun Desa Payung Negeri (BDPN) menilai, para kandidat belum ada yang memprioritaskan khusus dan spesifik, bahwa kunci penyelamatan mangrove dan pesisir penting bagi masyarakat. Semua calon bupati dan wakil bupati Indragiri Hilir belum melihat dampak perubahan iklim begitu dahsyat dan nyata.
Dia berpandangan, bisa jadi isu itu kurang menarik atau kurang populer. Dia bilang, mungkin ada isu lain lebih jadi perhatian publik, seperti, infrastruktur dan masalah ekonomi.
“Jadi tidak ada calon yang benar-benar menyinggung kerusakan mangrove dan perkebunan kelapa jadi isu sentral,” kata Zainal, juga akademisi Universitas Islam Indragiri (Unisi), Tembilahan.
Zainal menyayangkan, tak ada satupun kandidat menyinggung kerusakan mangrove apalagi hendak memulihkan kawasan itu.
Mereka banyak menggunakan kata ‘lingkungan’ tetapi tidak spesifik menjelaskan upaya maupun rencana rehabilitasi hutan penyangga pesisir itu.
Besta mengatakan, penanaman kembali hutan mangrove rusak dan kritis harus para kandidat terpilih lakukan. Terpenting, perencanaan komprehensif terkait pemulihan kawasan mangrove.
“Aksi-aksi penanaman tanpa perencanaan akan sia-sia. Para kandidat juga harus memikirkan bagaimana keberlanjutan ekonomi masyarakat terdampak akibat kerusakan mangrove. Harus ada adaptasi dan alternatif mata pencarian masyarakat,” kata Besta.
Mayoritas masyarakat pesisir Indragiri Hilir bergantung pada laut dan perkebunan kelapa. Mereka sebagai nelayan dan petani, atau melakoni keduanya sekaligus.
Kondisi saat ini, hasil laut menurun drastis. Nelayan tradisional dan kecil berhadapan dengan cuaca buruk dan praktik penangkapan ikan skala besar dengan alat tangkap merusak ekosistem laut. Sementara, tanaman kelapa banyak mati karena terendam air asin. Alhasil, ribuan wargan pesisir kehilangan pekerjaan.
Zainal menilai, para kandidat tak memiliki data cukup atau pemahaman terkait luasan dan dampak kerusakan perkebunan kelapa rakyat, terutama sosial ekonomi masyarakat, saat ini. Sebab itu, para kandidat tidak fokus, apa sebenarnya penyebab penurunan pendapatan petani.
Dia beberkan, penyebab penurunan produktivitas kelapa masyarakat. Indikatornya, dampak intrusi air laut, usia kelapa makin tua dan perlu program peremajaan. Petani tidak presisi alias masih gunakan pola tradisional dan banyak kasus kebun kelapa berada dalam kawasan hutan hingga sulit intervensi dengan dana pemerintah daerah.
“Pemerintah daerah harus punya program atau peta jalan penyelamatan perkebunan kelapa rakyat. Pejabat publik memahami luas persoalan berapa kerusakan sampai cara penanganan.”
Selain persoalan perubahan iklim, distribusi kelapa di Indragiri Hilir juga dimonopoli satu pabrik pengolahan. Kondisi ini, katanya, menyebabkan masyarakat tak memiliki posisi tawar kuat terutama dalam penentuan harga. “Perlu peran pemerintah kabupaten mengeluarkan kebijakan yang berpihak pada petani kelapa.”
Tirusan hasil tangkapan nelayan Indragiri Hilir. Ikan ini diburu karena harga sangat mahal. Namun semakin susah didapat. Foto Suryadi/ Mongabay Indonesia.
Masyarakat miskin
Kemiskinan terjadi di pesisir Indragiri Hilir. Sahudin, Ketua Rukun Tetangga Dusun I Bidari Selatan, Desa Bidari Tanjung Datuk, Kecamatan Mandah mengatakan, pesisir pantai rusak, air laut tercemar sampah, ikan jauh berkurang dan sebagian hutan mangrove juga rusak. Kondisi laut juga makin buruk, pantai makin terkikis, abrasi dan pemukiman banyak terjun ke laut karena kena ombak besar.
“Dalam tiga tahun mendatang, bila kondisi ini tidak dibenahi akan makin buruk,” katanya.
Dia juga mengeluhkan keterbatasan sarana transportasi di desa. Masyarakat bergantung pada pasang surut untuk aktivitas dan mobilitas sehari-hari. Sebuah potret daerah terpencil dan terisolasi oleh perubahan iklim.
Keluhan itu tidak hanya dari nelayan. Saat Mongabay mengunjungi beberapa desa pesisir dalam Kawasan Konservasi Perairan Indragiri Hilir, para petani kelapa juga menghadapi ancaman kehilangan sumber ekonomi karena naiknya permukaan air laut yang merendam kebun mereka.
Menurut Sahudin, masyarakat Bidari Tanjung Datuk banyak alih kerjaan jadi nelayan karena hasil darat tidak lagi menguntungkan.
Sebelum kebun kelapa terkena air asin, hasil panen sungguh luar biasa. Banyak orang kaya ketika kebun masih bagus. Selain memenuhi kebutuhan harian di rumah, mereka dapat menabung dan membeli apa yang diinginkan.
Sahudin mengenang kejayaan petani kelapa tiap kepemimpinan Presiden Indonesia. Masa Presiden B.J. Habibie, petani kelapa paling kaya. Jual hasil panen seperti menggunakan kurs Dolar Amerika. Buruh tani tak takut berutang pada tauke. Para pemilik kebun pun sering menawari pinjaman ke pekerja. Per biji kelapa Rp10.000.
Sebelumnya, pada zaman Soeharto, kelapa lebih murah tetapi harga barang stabil. Sekarang, harga kelapa sangat murah tetapi harga barang justru makin mahal.
“Tambah lagi, air asin sudah mulai sampai dan masuk ke kebun. Banyak kebun masyarakat sudah lenyap. Termasuk kebun saya sudah habis. Kebun saya dulu satu bidang atau 12 baris. Mau tidak mau jadi nelayan tok.”
Lain hal, Muhammad, nelayan Desa Tanjung Melayu, Kecamatan Kuala Indragiri. Dia tinggalkan pekerjaan mencari ikan dan menyewa kapalnya ke nelayan setempat demi mengelola kebun kelapa, di samping menanam pinang dan pisang.
Nasibnya juga tidak lebih baik. Setelah puluhan tahun, kebun kelapa mulai karam karena air laut naik ke kebun. Jumlah panen terus menyusut. Awalnya 3.ooo, kini hanya 1.000 buah. “Lama-lama bisa mati. Tiap minggu air laut naik,” keluh Muhammad. Kini, dia coba ternak ayam.
Pesisir rusak, solusi?
Indragiri Hilir berada di ujung timur Riau atau pesisir Pulau Sumatera. Dengan panjang garis pantai 339,5 kilometer dan luas perairan laut 6.318 kilometer persegi, atau lebih separuh luas keseluruhan wilayah. Kabupaten ini juga terdapat sekitar 25 pulau kecil yang jadi pemukiman penduduk.
Zainal bilang, sebagian masyarakat pesisir Indragiri Hilir bergantung pada hasil laut. Namun tidak sepanjang tahun masyarakat bisa beraktivitas karena cuaca dan musim paceklik. Hhingga nelayan kesulitan ekonomi.
Menurut Zainal, tanpa degradasi mangrove kasus itu juga sudah terjadi. Hal ini, diperparah ketika mangrove benar-benar rusak tambah kerusakan perkebunan kelapa. Dia pun mengingatkan para calon bupati dan wakil bupati Indragiri Hilir, harus melihat masalah makin hari makin luas dan berdampak pada masyarakat pesisir.
Dampak lanjutan, ada penambahan atau peningkatan angka kemiskinan. Banyak anak pesisir kesulitan melanjutkan pendidikan karena kondisi ekonomi orangtua tidak memungkinkan. “Daya beli masyarakat menurun, angka kesehatan menurun dan pendidikan juga menurun.”
Untuk itu, perlu program bantu masyarakat, khusus nelayan dan petani untuk pemberdayaan ekonomi maupun sosial. Jadi, ketika masa sulit, mereka yang terdampak tetap bisa bertahan.
“Pemerintah harus melihat dan mengkaji itu karena Indragiri Hilir beda dengan daerah lain. Perlu perlakuan khusus. Terutama di daerah pesisir,” kata Wakil Rektor Unisi, bidang akademik dan pengembangan ini.
Dalam laporan konsep penyelamatan ekosistem Indragiri Hilir berbasis bisnis jasa lingkungan yang disusun EcoNusantara, mencatat hutan mangrove di wilayah itu mengalami penurunan luas sebesar 4.115 hektar, sejak 1990. Saat itu, mangrove primer masih ada. Pada 2020, tersisa 107.976 hektar tetapi tinggal hutan sekunder.
Senada dengan hasil pemetaan itu, perkebunan kelapa hancur menghilangkan produksi sekitar 16.695 ton. Ia membuat 814 petani atau sekitar 5.647 jiwa kehilangan mata pencarian dengan kerugian finansial Rp23, 373 juta.
Sedang perkebunan kelapa terdampak air laut terancam kehilangan produksi 65.650 ton. Juga akan membuat 9.000 petani atau 61.555 jiwa terancam kehilangan mata pencarian. Kerugian finansial pun ditaksir mencapai Rp91, 909 miliar.
Dari sektor perikanan tangkap tradisional, data BPS Indragiri Hilir 2016 dan 2023, mencatat peningkatan produksi. Namun penuturan para nelayan di lapangan justru menceritakan sebaliknya: penurunan produksi yang sangat drastis.
“Dalam kurun waktu satu dekade ini, kawasan pesisir Inhil sudah mengalami perubahan yang berdampak buruk bagi masyarakat pesisir,” terangan Asep S Adhikerana, Program Direktur EcoNusantara.
Dia tawarkan beberapa poin yang perlu jadi perhatian para kandidat. Pertama, hutanlah lagi areal perkebunan kelapa rusak dengan tanam mangrove. Kedua, potensi pengembangan usaha berbasis perkebunan kelapa. Ketiga, peningkatan pengelolaan perkebunan kelapa terdampak.
Besta mengingatkan calon kepala daerah memiliki kepekaan terhadap isu perubahan iklim dan memikirkan aksi nyata untuk mitigasi maupun adaptasi. Pemerintah daerah harus memiliki paradigma pembangunan ekonomi berkelanjutan yang mempertimbangkan kelestarian lingkungan dan perubahan iklim dalam setiap perencanaan.
“Harus ada satu kebijakan payung terkait pembangunan berkelanjutan yang menjadi panduan dalam setiap perencanaan yang dilakukan di daerah,” usul Besta.
Zainal sependapat, siapa pun kandidat terpilih nanti harus buat peta jalan pedoman atau cetak biru penyelamatan masyarakat pesisir. Untuk itu, perlu badan atau tim percepatan pembangunan daerah atau pemulihan kawasan pesisir.
“Kita lihat di pesisir Indragiri Hilir, rata-rata kondisi (masyarakat) hari ini tidak punya pilihan. Orang yang bertahan di sana bukan karena merasa aman dan sejahtera. Tapi karena tidak ada pilihan. Untuk mendukung kesejahteraan hidup mereka, pemerintah daerah harus buat program khusus bantu atau mendukung masyarakat terdampak.”
Sungai sebagai jalur transportasi masyarakat pesisir Indragiri Hilir, Riau. Foto: Suryadi/Mongabay Indonesia
*******
Bertahan dari Dampak Krisis Iklim, Warga Indragiri Hilir Beralih dari Petani ke Nelayan
Sumber: Mongabay.co.id