- Setahun yang lalu, Pulau-pulau kecil di Batam hanya menikmati listrik dari genset selama 5 jam dalam sehari, mulai dari pukul 18.00 wib sampai 22.00 wib. Kondisi itu membatasi aktivitas warganya
- Sejak adanya PLTS atap surya yang dipasang di enam pulau di Kepri, warga setempat bisa menikmati listrik 24 jam. PLTS yang diresmikan pada November 2023 itu dibangun melalui program PT PLN Riau dan Kepri membuat warga lebih mandiri energi listrik
- Kolaborasi program kemandirian energi terbarukan dilakukan bersama PLN dengan Pemprov Kepri pada sekitar 300 pulau-pulau di Kepri, termasuk 24 lokasi PLTS baru di pulau-pulau di Kepri tahun 2024.
- Pemprov Kepri juga mempunyai program panel surya atap di rumah yang dilakukan Dinas ESDM dan Dinas Perkim di tujuh pulau di Kepri termasuk di Pulau Lingga
Muhammad Andi M (34 tahun) sedang asyik memasang instalasi listrik di rumah panggung seorang warga pesisir Pulau Panjang, Kelurahan Setokok, Kecamatan Bulang, Kota Batam, Kepulauan Riau. Debur ombak dan hembusan angin timur memecah keheningan di pulau kecil yang tenang itu.
Dari kejauhan, sayup-sayup terdengar musik karaoke dari rumah seorang warga sekitar. Dari rumah lainnya deru mesin cuci samar terdengar. “Semua listrik di pulau ini berasal dari PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya),” kata Andi disela aktivitasnya siang itu, Rabu (12/11/2024).
Andi merupakan warga asli kampung Pulau Panjang. Semenjak PLTS beroperasi, ia menjadi pegawai kontrak PLN untuk mengawasi panel surya tersebut. Tidak hanya Andi, tiga warga lokal lain juga bekerja untuk PLN.
PLTS atap terdapat di daratan Pulau Panjang, berjarak 100 meter dari bibir pantai. Setelah memasang instalasi listrik, Andi melanjutkan aktivitas pembersihan atap panel surya. Sejauh mata memandang, papan panel surya berwarna hitam tersusun rapi di puncak bukit Pulau Panjang. “Panel harus dibersihkan dari debu, pembersihan berkala dilakukan satu kali dalam tiga bulan,” katanya.
Sinar matahari yang masuk ke panel surya, diubah menjadi energi listrik yang langsung dialirkan ke rumah warga. Sisanya tersimpan ke dalam baterai yang tersedia di ruangan khusus di dekat panel. “Kalau siang listriknya langsung masuk rumah warga. Kalau malam hari, baru menggunakan listrik yang tersimpan di baterai,” ujar Andi.
Jika cuaca panas terik terjadi sepanjang hari, PLTS Pulau Panjang berhasil mengumpulkan 156 kWp tenaga listrik dari energi terbarukan. Secara otomatis listrik dibagi terbatas ke rumah-rumah warga.
- Advertisement -
Listrik energi tenaga surya tersebut mengalir ke 192 rumah warga Pulau Panjang. “Tak hanya untuk rumah, listrik dari panel surya ini juga sampai ke fasilitas umum, seperti puskesmas, dan fasilitas SD dan SMP. Semuanya dari panel ini,” jelasnya.
Baca : Kala PLTS Terapung Terbesar Dunia Bakal Dibangun di Batam
Petugas PLN memasang instalasi listrik di rumah panggung warga di Pulau Panjang, Kota Batam, Kepri. Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia
PLTS Terangi Pulau 24 Jam
Tidak jauh dari kawasan PLTS, dua orang ibu rumah tangga yang juga nelayan sedang santai di depan rumah mereka. Kepada Mongabay, Saoma dan Salma mengungkapkan rasa syukur kala pulau mereka dialiri listrik tenaga surya 24 jam.
“Sekarang sudah teranglah kita, mau shalat, mau baca Al-Quran, walaupun mata sudah kabur gini, terang jadinya (karena listrik hidup 24 jam),” kata Saoma (60 tahun) yang juga penduduk asli Pulau Panjang.
Saoma membandingkan ketika satu tahun yang lalu masyarakat Pulau Panjang masih menggunakan genset untuk mendapatkan energi listrik. Saat itu, listrik hanya hidup 5 jam dalam sehari, mulai dari pukul 18.00 wib sampai 22.00 wib. “Kalau dulu ngaji subuh itu pakai senter, sekarang sudah terang, hati pun jadi terang,” katanya lagi.
Tidak hanya bisa mengaji setiap subuh, setelah ada PLTS warga juga bisa menggunakan alat elektronik seperti kulkas, mesin cuci, kipas hingga televisi. “Apalagi kalau bulan puasa, sangat terbantu. Dulu kita heboh minta hidupkan genset jam 3 subuh untuk sahur, sekarang (listrik) sudah hidup terus,” ujarnya.
Selain itu, setapak di Pulau Panjang jalan juga sudah disinari lampu yang berasal dari PLTS atap. Lampu terpasang di persimpangan jalan hingga di dekat fasilitas umum lengkap dengan papan panelnya. “Sudah teranglah sekarang, lampu jalan ini hidup jam 6 sore, mati jam 6 pagi, sudah seperti Kota Batam,” kata Salma, warga lainnya.
Saat ini warga cukup membayar listrik Rp20.000 untuk satu minggu. Ketika menggunakan genset warga harus mengeluarkan duit Rp7000 setiap hari dalam satu bulan bisa Rp200.000. “Tetap tergantung pemakaian,” kata wanita 45 tahun itu.
Baca juga : Pijar Energi Matahari di Pulau-pulau Kecil Kepulauan Riau
Seorang petugas PLTS Pulau Panjang membersihkan debu yang terdapat di atap panel surya. Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia
Program Kolaborasi Energi Bersih
PLTS Pulau Panjang ini diresmikan langsung oleh Gubernur Kepulauan Riau Ansar Ahmad awal November 2023. PLTS dibangun melalui program PT PLN (Persero) Unit Induk Distribusi Riau dan Kepulauan Riau.
Di tahun yang sama terdapat enam pulau di Kepri yang dibangun PLTS serupa, yaitu di Kota Batam yang terdapat di Pulau Panjang, Pulau Akar dan Pulau Geranting; Pulau Jaga di Kabupaten Karimun, serta Pulau Sebong dan Pulau Nuja di Kabupaten Lingga.
“Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca atau polusi udara selama operasinya, sehingga berkontribusi mengurangi dampak perubahan iklim. Dengan beroperasinya PLTS ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat,” kata Ansar kala itu.
Sekretaris Perusahaan PLN Batam, Zulhamdi mengatakan, PLN berperan aktif dalam program pembangunan elektrifikasi di pulau-pulau terpencil dengan memanfaatkan energi terbarukan. “Terutama hibridisasi yang mengkombinasikan tenaga surya dan baterai,” katanya kepada Mongabay, Jumat, (01/11/2024).
Direncanakan hibridisasi PLTS pada wilayah UID RKR 44,2 MWp tahun 2025. Sedangkan hibridisasi PLTS pada wilayah lain dengan potensi 20 MWp di tahun 2025. “Selain memanfaatkan tenaga surya, secara umum, energi terbarukan dari Sumatera juga akan di kirim ke Batam untuk memenuhi target 25 persen energi terbarukan,” katanya.
Kepala Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Riau M. Darwin mengatakan kerjasama dan kolaborasi antar pihak sangat mendorong menerangi pulau-pulau kecil di Kepri yang jumlahnya mencapai 300 pulau menggunakan energi terbarukan. “Apalagi sudah aturan, PLN tidak boleh lagi membeli genset untuk masyarakat Pulau,” kata Darwin, saat dihubungi Mongabay, Rabu (14/11/2024).
Baca juga : Panen Energi Terbarukan dengan Jaga Kelestarian Air dan Hutan
Foto udara PLTS yang terdapat di Pulau Panjang Kota Batam, Kepri. Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia
Saat ini, lanjutnya, diperkirakan 14 persen energi listrik yang terdapat di Kepulauan Riau sudah berasal dari energi baru terbarukan. Saat ini direncanakan lagi PLN akan membangun 24 lokasi PLTS baru di pulau-pulau di Kepri tahun 2024. Tetapi masih terkendala aturan penyertaan modal dari pemerintah untuk PLN yang belum disetujui DPR RI.
“Kita harapkan aturan ini cepat diselesaikan, biar kami didaerah bisa langsung laksanakan. PLN juga menunggu perintah dari pemerintah,” kata Darwin. Sampai akhir tahun 2024, PLTS pulau terpasang dari program PLN terdapat di enam lokasi, 3 di Batam, 2 di Lingga dan 1 di Karimun.
Selain program kolaborasi membangun PLTS di Pulau, kata Darwin, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau juga mempunyai program solar home system, yaitu membagikan atap solar panel yang bisa digunakan untuk menciptakan listrik di setiap rumah warga. “Sekarang masih berlangsung program itu. Terakhir 2024 ini di Lingga kita pasang di 161 solar home system di tujuh pulau,” lanjutnya.
Program ini juga bekerjasama dengan Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim) Provinsi Kepulauan Riau. Dinas Perkim membangun rumah layak huni untuk suku laut di Lingga, sedangkan listriknya dari Dinas ESDM.
Selain program PLN daerah dan Pemprov Kepri, pembangunan PLTS komunal juga datang dari pemerintah pusat melalui Dana Alokasi Khusus (DAK), yaitu terdapat di Pulau Mecan Batam, Pulau Bintan dan Pulau Telang Lingga. Di Pulau Mecan warga secara koperasi mengelola PLTS komunal tersebut untuk menerangi pulau-pulau.
“Sekarang ada perusahaan dari Denmark dan Australia yang mau mengembangkan energi gelombang laut di Natuna, masih dalam tahap kajian dan penjajakan,” katanya. Kendala saat ini, lanjut Darwin, selain harga membangun sebuah EBT mahal, saat ini juga masih kurang dilakukan kajian-kajian pengembangan EBT di daerah. (***)
Mada Ayu Habsari: Energi Terbarukan Jalan Akses Listrik bagi Semua
Sumber: Mongabay.co.id