- Diam-diam dua kapal asing yang diduga mencuri pasir laut di Perairan Pulau Nipah, Kota Batam sudah berada di Malaysia.
- PSDKP KKP membenarkan dua kapal itu sudah dilepaskan karena tidak terbukti mencuri pasir laut di Batam, Indonesia.
- Walhi meminta KKP tidak mempolitisasi kasus penangkapan dua kapal pasir laut ini untuk melegalkan tambang pasir laut atau yang disebut sedimentasi laut.
- Organisasi nelayan menyayangkan tindakan KKP melepaskan dua kapal pasir laut itu secara diam-diam, hal itu membuat tingkat kepercayaan nelayan kepada KKP berkurang.
Dua kapal asing pengangkut pasir laut raksasa berbendera Malaysia yang ditangkap Menteri Kelautan Dan Perikanan (MKP) Wahyu Sakti Trenggono tiba-tiba tidak lagi berada di perairan Kabil Batam, pada Kamis (7/11/2024). Padahal, kapal yang ditangkap 10 Oktober 2024 lalu itu diduga kuat melakukan pencurian pasir laut untuk dikirim ke Singapura.
Mongabay mencoba memeriksa keberadaan kedua kapal melalui dua situs pelayaran Vissel Finder dan Marine Traffic, Kamis (7/11/2024). Kedua situs menunjukkan kapal berada di Malaysia, kapal pertama Yang Cheng 6 berada di dekat perairan Muar, Malaysia, sedangkan kapal kedua Zhou Shun 9 berada di dekat perairan Pulau Kukup, Malaysia.
Saat dikonfirmasi, Jumat (8/11/2024) Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Pung Nugroho Saksono membenarkan kedua kapal pasir laut berbendera Malaysia sudah dilepaskan seminggu yang lalu.
Pria yang akrab disapa Ipunk ini mengatakan, kalau kedua kapal dilepas karena tidak terbukti mengambil pasir laut di perairan Batam. “Itu kan kemarin praduga tak bersalah,” kata Ipunk melalui sambungan telepon.
Setelah ditangkap pada 10 Oktober 2024 lalu, PSDKP KKP melakukan pemeriksaan mendalam terkait dugaan pencurian pasir laut di perairan Pulau Nipah, Kota Batam tersebut. “Dalam proses pendalaman itu kita undang para ahli dan pakar, kita tidak gegabah, karena ini masalah tidak main-main, antar negara juga,” katanya.
Baca : Diamankan KKP, Dua Kapal Asing Curi Pasir Laut di Batam untuk Singapura
- Advertisement -
Kapal Yang Cheng 6 yang melakukan pengerukan pasir laut di perairan Batam. Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia
Beberapa ahli yang diikutsertakan, mulai dari tenaga ahli hidro oseanografi, digital forensik, pelayaran internasional hingga geologi. Temuannya adalah, dua kapal pasir laut saat melintas dalam kecepatan 3 not, sedangkan saat penyedotan pasir kapal biasanya dalam kecepatan dibawah 1 not.
“Kita juga periksa AIS, GPS, log book kapal. Termasuk kita juga bekerjasama dalam pemeriksaan bersama aparat TNI AL ,” jelasnya. Menurut Ipunk saat itu kapal ditangkap karena sebagai bentuk KKP menjaga kewaspadaan di perbatasan.
Dari penyelidikan para pakar tersebut, lanjutnya, tidak menemukan pengambilan pasir. Hanya saja mereka melintas di jalur pelayaran Indonesia. “Kita kenakan sanksi peringatan satu, karena kapal sempat mematikan AIS,” katanya. Kalau ditemukan mencuri pasir PSDKP, kedua kapal itu pasti akan diproses hukum.
Nelayan Minta KKP Harus Transparansi
Nelayan mengaku kaget dengan keputusan KKP melepaskan dua kapal diduga mencuri pasir laut di Batam tersebut. Apalagi tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada publik.
“Kemarin ketika ditangkap, semuanya heboh. Sekarang ketika dilepas kita tidak tahu. Jadi kami menyayangkan sikap KKP melepaskan dua kapal itu secara diam-diam,” kata Hariyanto, Ketua DPD Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Bintan.
KNTI Bintan salah satu organisasi nelayan yang vokal menolak penambangan pasir laut. Menurut Hariyanto, KKP tidak tegas dan serius dalam menangani dua kasus pencurian pasir laut tersebut. “KKP tidak serta merta bisa melepaskan dua kapal itu, tanpa keterangan yang jelas, bagaimana proses hukumnya, siapa saja terlibat,” katanya.
Baca juga : Permen Sedimentasi Laut Rampung, Walhi: Bukti Bluewashing Pemerintah
Petugas PSDKP KKP berjaga di kapal pengeruk pasir laut yang ditangkap di perairan Batam, Kamis 10 Oktober 2024. Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia
Meskipun tidak ditemukan bukti pencurian pasir laut, kapal tersebut sudah melanggar aturan masuk perairan Indonesia tanpa dokumen. Hariyanto berharap PSDKP KKP harus menyampaikan kepada publik transparansi penyidikan kedua kapal asing pasir laut itu. “Kemarin diekspos besar-besaran, booming dimana-mana, kok sekarang sistem transparansi ke publik tidak ada,” ujarnya.
Kalau caranya seperti itu, lanjutnya, nantinya masyarakat nelayan tidak percaya menitipkan ekosistem laut kepada KKP. “Pesan tegas kami KNTI, berharap kepada Presiden Prabowo untuk mengevaluasi Menteri KKP terkait pelepasan kedua kapal pencuri pasir laut ini,” tegasnya.
Jangan Dipolitisasi Melegalkan Tambang Pasir Laut
Proses penangkapan kapal pasir laut ini memang menjadi headline pemberitaan media saat kejadian, awal Oktober 2024 lalu. Apalagi yang melakukan penangkapan langsung oleh MKP Wahyu Sakti Trenggono.
Saat wawancara dengan awak media terkait dampak lingkungan sedimentasi pasir laut sesuai PP 26 tahun 2024, Trenggono juga menyinggung penangkapan dua kapal tersebut. “Kemarin saya nangkap loh tak sengaja (dua kapal pasir laut), pasir kita disedotin, kapalnya besar, itu salah satu contoh,” katanya.
Begitu juga yang disampaikan Juru Bicara KKP ketika itu, Wahyu Muryadi. Ia menegaskan, penangkapan dua kapal pasir laut ini jadi contoh bahwa selama ini pasir laut dicuri oleh kapal asing. Sehingga menurutnya dengan adanya PP 26 tahun 2024 tentang sedimentasi laut bisa membuat aktivitas tersebut tidak terjadi lagi.
Baca juga : Polemik Penambangan Pasir Laut Merusak Lingkungan, Begini Kata KKP
Konferensi pers penangkapan dua kapal asing pengisap pasir laut yang diamankan KKP pada Kamis, (10/10/2024). Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia
Manajer Kelautan dan Pesisir Walhi Eksekutif Nasional Parid Ridwanuddin meminta KKP tidak mempolitisasi penangkapan dua kapal tersebut untuk melegalkan pasir laut di Indonesia. “Kasus ini jangan dijadikan KKP sebagai satu cara untuk melegalkan pasir laut,” kata Parid kepada Mongabay, Jumat, (8/11/2024).
Ia juga meminta KKP transparan soal hasil penyelidikan yang memutuskan kapal tidak bersalah dan dilepaskan. “Ketika penangkapan KKP ekspos secara terbuka, kenapa sekarang pelepasan diam-diam,” tanyanya.
Begitu juga yang dikatakan Ketua KNTI Bintan Heriyanto, pencurian pasir laut tidak bisa dikaitkan dengan sedimentasi laut. Menurut nelayan, bagaimanapun penambangan pasir laut melalui aturan sedimentasi laut bukanlah solusi mengatasi pencurian pasir laut itu. “Lebih baik kita fokus kepada objek permasalahan yaitu dua kapal pasir laut itu, tetapi ini dilepaskan tanpa memberitahu publik,” katanya.
Ipunk menanggapi pernyataan beberapa pihak terkait tuduhan politisasi penangkapan dua kapal tersebut untuk melegalkan tambang pasir laut melalui PP 26 tahun 2024. “Nggak ada lah (politisasi itu). Semua melanggar kita tindak. Saya ini merah putih. Ini bukan keputusan kami sendiri. Ini (keputusan) berbagai pihak dan pakar, ada profesor juga dilibatkan,” pungkasnya. (***)
Ekspor Pasir Laut: Ancam Ekosistem dan Masyarakat, untuk Kepentingan Siapa?
Sumber: Mongabay.co.id