- Di Tibet, burung nasar tak hanya makan bangkai hewan, tetapi juga jenazah manusia.
- Kemampuan menghabiskan bangkainya, telah dimanfaatkan dalam ritual pemakaman langit atau sky burial oleh penganut Buddha di sana.
- Pemakaman langit adalah satu dari budaya yang dipraktikkan sejak lama oleh penganut Buddha di dataran tinggi Himalaya di Tibet, juga oleh penganut Zoroaster pada komunitas Parsi di India,” tulis Krishna Prasad Bhusal.
- Di Tibet, tubuh manusia yang sudah meninggal diletakkan di tempat terbuka untuk dimakan burung nasar yang dianggap suci. Tradisi ini disebut jhator.
Burung nasar atau juga dikenal sebagai burung bangkai, terlihat anggun saat melayang di udara. Namun, kehadirannya tersebut sekaligus penanda kematian. Penciuman dan penglihatannya tajam. Mereka tahu keberadaan satwa yang mati dari jarak cukup jauh.
Di Tibet, burung nasar tak hanya makan bangkai hewan, tetapi juga jenazah manusia. Kemampuan menghabiskan bangkainya, telah dimanfaatkan dalam ritual pemakaman langit atau sky burial oleh penganut Buddha di sana. Tapi, pemakaman langit bukan tradisi eksklusif di Tibet.
“Pemakaman langit adalah satu dari budaya yang dipraktikkan sejak lama oleh penganut Buddha di dataran tinggi Himalaya di Tibet, juga oleh penganut Zoroaster pada komunitas Parsi di India,” tulis Krishna Prasad Bhusal, di Vulture Bulletin, 2020.
Bersama rekannya, Krisnha turun ke lapangan untuk mengawasi kelestarian bunung nasar di wilayah Himalaya, Nepal. Dia dikenal sebagai pelestari sekaligus peneliti burung nasar terkemuka di negara itu. Wawancara sepak terjangnya dalam pelestarian dan penelitian burung nasar bisa dibaca di sini.
Di Tibet, tubuh manusia yang sudah meninggal diletakkan di tempat terbuka untuk dimakan burung nasar yang dianggap suci. Tradisi ini disebut jhator.
- Advertisement -
Baca: Mengapa Burung-burung Pemakan Bangkai Ini Tak Pernah Melewati Perbatasan Spanyol – Portugal?
Burung nasar jenis Gypaetus barbatus terbang mengintai mangsa. Foto: Wikimedia Commons/Giles Laurent/CC BY-SA 4.0
Pemakaman Langit
Salah satu tempat yang didatangi Khrisna dan rekannya adalah Distrik Mustang. Di tempat ini sebagian besar warganya mempraktikkan jhator. Mustang terletak di sebelah utara kawasan Nepal yang terhubung dengan perbatasan Tibet, di kawasan pegunungan Himalaya. Secara geografis wilayah ini umumnya adalah padang rumput yang dingin, dengan lembah gersang dan tandus.
Mengutip tulisan itu, ada beberapa jenis burung nasar yang terlibat dalam pembersihan jenazah. Burung nasar Himalaya (Gyps himalayensis) bertugas membersihkan daging. Sementara burung nasar berjenggot (Gypaetus barbatus) bertugas makan tulang belulang.
Mustang dikenal sebagai tempat tujuan wisata populer di Nepal. Ribuan wisatawan tiap tahun datang untuk bisa menyaksikan secara langsung prosesi ini.
Dalam tulisan lainnya di Vulture News, 2016, Roller MaMing dari Chinese Academy of Sciences bersama rekannya melaporkan peran burung nasar dalam pemakaman langit di dataran tinggi Tibet Qinghai, China.
“Di tempat terdapat beberapa jhator setiap hari, burung kadang harus dibujuk untuk makan, dengan cara melakukan tarian ritual,” tulis laporan itu.
Baca: Merpati Batu, Burung Dara yang Mendunia
Burung nasar jenis Gyps Himalayensis. Foto: Wikimedia Commons/Ksuryawanshi/CC BY-SA 4.0
Ini menjadi pertanda buruk, karena mereka percaya kehidupan sepenuhnya pergi dengan musnahnya daging dan tulang dimakan burung nasar. Semakin cepat daging dan tulang itu habis dimakan burung nasar, semakin cepat pula si arwah pergi.
Dalam satu prosesi, mereka mencatat ada lebih dari 240 ekor burung nasar Himalaya yang menghabiskan daging dari 3 jenazah dalam waktu sekitar 2,5 jam. Rambut dan potongan kecil lain dibersihkan dengan cara dibakar. Sementara potongan tulang yang besar, dihancurkan untuk diberikan kepada burung nasar.
Mereka juga mengamati sekelompok burung nasar yang enggan pergi dari area kuil di Ruoergai, Provinsi Sichuan, Tibet. Tampaknya, pemakaman langit telah menciptakan ketergantungan burung nasar terhadap makanan tertentu, dalam hal ini mayat manusia.
Artikel itu mengutip data publik (2013) bahwa diperkirakan di seluruh wilayah Tibet terdapat 2.000 situs pemakaman langit.
Baca: Cendrawasih Gagak, Burung Evolusi Asal Kepulauan Maluku Utara
Burung nasar jenis Aegypius monachus. Foto: Wikimedia Commons/Francesco Veronesi/CC BY-SA 2.0
Pencernaan Khusus
Jika wisatawan tertarik untuk melihat prosesi pemakaman langit, sebagian peneliti lebih tertarik mencari tahu mengapa burung nasar bisa makan bangkai yang bagi satwa lain sangat beracun dan berpotensi menyebabkan kematian.
Sebuah penelitian menyimpulkan, saluran pencernaan burung nasar yang asam menjadi penyaring kuat dari mikrobiota bangkai. Para peneliti juga menemukan bahwa burung nasar sarat dengan fusobacteria yang merusak daging dan clostridia yang beracun. Namun, keduanya telah beradaptasi dengan kondisi kimia usus, dan mungkin turut membantu burung ini dalam memecah nutrisi dari makanan yang ditelan, seperti dikutip Livescience.
Baca juga: Ilmuwan Bongkar Mitos: Dodo Bukan Burung Bodoh
Burung nasar jenis Himalayan vulture (Gyps himalayensis). Foto: Wikimedia Commons/Sahana M/CC BY-SA 4.0
Penelitian lainnya menyimpulkan bahwa burung nasar mengembangkan susunan genetik unik yang memungkinkan mereka bisa mencerna bangkai. Mereka juga bisa terhindar dari paparan patogen secara terus menerus dari bangkai yang mereka makan. Penelitian mereka telah dimuat di jurnal Genome Biology.
Temuan mereka, burung nasar abu-abu (Aegypius monachus) memiliki gen unik untuk pengaturan sekresi asam lambung sehingga bisa mencerna bangkai. Spesies ini juga, dibekali gen terkait pertahanan terhadap infeksi mikroba dan virus.
Jong Bhak, penulis utama laporan itu mengatakan memahami susunan genetik bentuk kehidupan yang ekstrem berpotensi meningkatkan kesehatan manusia.
“Gen-gen sistem kekebalan yang telah kami identifikasi dapat menjadi target yang berguna pada manusia untuk perlindungan terhadap infeksi,” katanya, dikutip dari Sciencedaily.
Di dunia setidaknya ada 23 spesies burung nasar, yang terbagi dalam dua kelompok. Yaitu, yang menyebar di dunia baru (Amerika) dan dunia lama (Eropa, Afrika, dan Asia). Meski keduanya bukan kerabat dekat, namun bentuk dan perangainya mirip.
Keluarga Cathartidae di dunia baru dan Accipitridae di dunia lama mengalami apa yang disebut evolusi konvergen. Mereka mengembangkan karakteristik dan cara adaptasi yang mirip terhadap lingkungan.
Keberadaan mereka amat penting bagi ekosistem alam, terutama membantu menyingkirkan bangkai yang berpotensi menjadi sumber penyebaran penyakit.
Mengapa Beberapa Jenis Burung Memiliki Kecerdasan Luar Biasa?
Sumber: Mongabay.co.id