- Dubes Inggris untuk Indonesia Dominic Jermey bersama William (Bill) Wallace cicit Alfred Russel Wallace bersama pemerintah provinsi dan kabupaten meresmikan prasasti Wallace di Desa Dodinga, Halmahera Barat, Maluku Utara.
- Prasasti ini memiliki makna historis yang kuat karena terkait dengan penemuan teori evolusi oleh Alfred Russel Wallace saat berada di Maluku Utara.
- Wallace mengumpulkan sedikitnya 310 spesimen mamalia, 100 spesimen reptil, 8.050 spesimen burung, 7.500 spesimen kerang, dan 109.700 spesimen serangga selama perjalanannya mengelilingi sejumlah pulau di Indonesia termasuk Maluku Utara.
- Dalam perjalanan ilmiahnya di Indonesia, Wallace menemukan perbedaan flora fauna di timur dan barat Pulau Lombok, sehingga dia membuat pembagian yang sekarang disebut Garis Wallacea
Warga Desa Dodinga Kecamatan Jailolo Selatan, Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara terlihat tumpah ruah ke jalan siang itu di awal Oktober lalu. Mereka menyambut tamu penting yang akan meresmikan prasasti Alfred Russel Wallace.
Kedatangan Duta Besar Inggris untuk Indonesia Dominic Jermey bersama William (Bill) Wallace cicit Alfred Russel Wallace bersama pemerintah provinsi dan kabupaten ke kampung itu, seperti memutar kembali memori kedatangan pertama kalinya Wallace ke Dodinga pada tahun 1858.
Keberadaan prasasti itu juga sekaligus menandai proses tonggak perlindungan terhadap berbagai keragaman hayati di Halmahera dan pulau-pulau lainnya di Maluku Utara. Terutama dari aktifitas destruktif yang ikut mengancam kekayaan keanekaragaman hayati di Maluku Utara.
Desa Dodinga memiliki peran strategis dalam perjalananan ilmiah Wallace saat ke Ternate dan Pulau Halmahera serta pulau lainnya di Maluku Utara. Saat di desa ini, Wallace menderita sakit yang diduga malaria yang kemudian menginsiprasinya menuliskan teori tentang evolusi yang dalam bentuk makalah selanjutnya dikirimkan kepada rekannya yang lain di Inggris yakni Charles Darwin yang kemudian menghasilkan sebuah tesis besar tentang On The Origin of Species yang menjadi perdebatan sampai saat ini.
Namun tak banyak yang tahu terutama di Maluku Utara jika teori ini lahir berdasarkan sebuah makalah yang ditulis Wallace saat melakukan perjalanan ilmiah ke Maluku Utara, terutama Halmahera dan pulau-pulau sekitarnya, serta singgah di desa terpencil bernama Dodinga.
Dodinga adalah sebuah desa kecil di Pulau Halmahera, yang masuk dalam Kecamatan Jailolo Selatan, Kabupaten Halmahera Barat. Luas desa ini mencapai 6,02 km persegi. Sesuai data BPS tahun 2019 menunjukan, jumlah penduduk di desa Dodinga mencapai 1.362 jiwa. Mereka sebagian besar adalah petani, pedagang, dan nelayan.
- Advertisement -
Selama perjalanan ilmiah Wallacea ke Pulau-pulau di Maluku Utara, Dodinga menjadi titik mula melahirkan karyanya dalam bentuk sebuah tulisan yang berjudul On the Tendency of Varieties to Depart Indefinitely from the Original Type atau dikenal juga sebagai Letter from Ternate atau Ternate Paper. Melalui surat inilah kemudian mendorong Charles Darwin menghasilkan teori evolusi.
Baca : Wallacea, Surganya Burung Unik dan Endemik
Dubes Inggris dan rombongan menapaktilasi jalan yang dilewati oleh Alfred Russel Wallace diikuti oleh warga Dodinga. Foto : Mahmud Ichi/Mongabay Indonesia
Dalam banyak literatur ditulis bahwa, Wallace mengumpulkan sedikitnya 310 spesimen mamalia, 100 spesimen reptil, 8.050 spesimen burung, 7.500 spesimen kerang, dan 109.700 spesimen serangga (kupu-kupu, lebah, atau ngengat) selama perjalanannya mengelilingi sejumlah pulau di Indonesia termasuk Maluku Utara.
Dalam bukunya, The Malay Archipelago (1869), menceritakan perjalananya ke Halmahera salah satunya menyinggahi Sindangoli dan Dodinga (juga disebut Dojinga atau Dodingo dalam literatur). Wallace tiba di Ternate tepat di hari ulang tahunnya yang ke-35, 8 Januari 1858. Kemudian 14 hari setelah tiba di Ternate, Wallace berlayar ke Halmahera.
Saat mengunjungi Halmahera, ia pertama kali menginjakkan kakinya di Sidangoli (Sedingole). Namun di desa tersebut tak ditemukan kekayaan biodiversitas seperti yang diharapkan. Dalam buku itu Wallace menggambarkan Sidangoli sebagai “dataran yang ditumbuhi rerumputan tinggi yang kasar, di sana-sini dipenuhi pepohonan lebat, kawasan hutan hanya dimulai dari perbukitan jauh di pedalaman. Tempat seperti itu hanya memiliki sedikit burung dan tak ada serangga”.
Dua hari di Sidangoli, Wallace dan asistennya Ali dan Charles Allen, melanjutkan perjalanan lewat jalur laut ke desa berikutnya, Dodinga. Dodinga tersembunyi di dalam sebuah teluk dikelilingi mangrove yang berhadapan dengan Ternate. Perahu sewaan Wallace memasuki sebuah kanal mangrove yang tembus ke desa. Kanal itu merupakan sungai yang melintasi desa dan berakhir di laut.
Di tepi sungai itu, ia menemukan sebuah pondok beratap bocor milik penduduk desa dan menyewanya 5 guilders sebulan. Di pondok itulah teori evolusi oleh seleksi alam Wallace tercetus. Di Dodinga ada sebuah benteng yang berada di atas bukit di desa itu. Keberadaan benteng ini juga ditulis Wallace dalam The Malay Archipelago.
Benteng dan menaranya, tulis Wallace, sudah lama hancur karena gempa bumi. Reruntuhannya membentuk kumpulan batu padat setinggi sekitar 10 kaki dan luas sekitar 40 kaki persegi. Di bekas reruntuhan itu terdapat sejumlah gubuk jerami yang ditempati garnisun kecil yang terdiri atas seorang kopral Belanda dan empat tentara Jawa. Mereka merupakan perwakilan tunggal pemerintahan Belanda di Pulau Halmahera.
Hingga saat ini masih ditemukan sisa benteng dan di sekitar reruntuhan masih banyak pecahan keramik dan porselen China berkualitas tinggi yang dipercaya berusia ratusan tahun. Ada patok hitam putih di empat sisi benteng, penanda ada otoritas tertentu yang tengah melakukan penggalian di benteng tersebut.
Baca juga : 100 Tahun Tangkoko : Kisah Wallace di Tangkoko
Peneliti alam asal Inggris Alfred Russel Wallace (1823-1913) yang mengembangkan teori seleksi alam dan pencetus garis Wallacea. Foto : London Stereoscopic and Photographic Company via wikipedia / domain public
Prasasti AR Wallace dan Perhatian Inggris untuk Kehati Malut
Setelah ratusan tahun, atau tepatnya 166 tahun berlalu para ilmuwan dan wisatawan terutama menapaktilasi perjalanan Wallace. Mereka melakukan perjalanan melewati jalur jalur yang pernah dilalui Wallacea.
Prasasti Wallace di Desa Dodinga yang diresmikan oleh Dubes Inggris bersama pemerintah Provinsi Maluku Utara dan Kabupaten Halmahera Barat menjadi titik awal orang akan mengingat Wallacea dan perjalanannya ke Halmahera.
Saat diresmikan prasasti tersebut, warga Desa Dodinga Kecamatan Jailolo Selatan Kabupaten Halmahera Barat tumpah ruah ke jalan. H. Ramli salah satu warga Dodinga merasa bersyukur dan berterimakasih karena pendirian prasasti Wallace ini akan menjadikan desa mereka sebagai salah satu desa wisata terutama terkait dengan keanekaragaman hayati dan Wallace.
Usai peresmian, Duta Besar Inggris untuk Indonesia H.E. Dominic Jerme H.E. Dominic Jerme mengatakan Maluku Utara kaya akan keindahan alam dan nilai sejarah. Sementara kunjungan tersebut menjadi penanda perayaan atas penelitian ilmiah Alfred Russel Wallace, yang selamanya mengubah pemahaman manusia tentang alam. Dia bilang lahirnya teori seleksi alam dari Desa Dodinga merupakan warisan yang terus menginspirasi komunitas ilmiah dan upaya semua pihak bersama mengatasi tantangan lingkungan saat ini.
“Inggris bangga bermitra dengan Indonesia dalam berbagai isu utama seperti ketahanan iklim, konservasi keanekaragaman hayati, dan transisi energi bersih. Melalui berbagai inisiatif seperti program MENTARI (Menuju Transisi Energi Rendah Karbon Indonesia), UK PACT (UK Partnering for Accelerated Climate Transition), British Council’s Wallacea Week, dan Newton Fund, kami bekerja sama untuk membangun masa depan yang berkelanjutan, memanfaatkan kekuatan sains, penelitian, dan teknologi untuk mengatasi krisis iklim dan alam,” katanya.
Menurutnya, seiring merayakan 75 tahun hubungan diplomatik Inggris-Indonesia, dia yakin dapat memperkuat kemitraan yang lebih jauh dan bekerja sama untuk mewujudkan kesejahteraan. Turut melestarikan lingkungan dan menciptakan planet yang layak huni bagi generasi mendatang.
Baca juga : Wallacea, Surga Keragaman Hayati yang Minim Penelitian
Cicit Alfred Russel Wallace berfoto bersama Dubes Inggris dan Pemkab Provinsi Malut usai peresmian prasasti Wallace. Foto : Mahmud Ichi/Mongabay Indonesia
Sedangkan William Wallace mengatakan Wallace menghabiskan waktu bertahun-tahun bekerja sebelum akhirnya menemukan teori evolusi oleh seleksi alam, bukanlah sebuah keberuntungan, tetapi studi, penelitian, dan ketabahan serta keteguhan hati selama bertahun- tahun yang membuat Wallacea mampu melihat kebenaran.
Teori Evolusi oleh Seleksi Alam telah digambarkan sebagai ide terbaik yang pernah ada. “Saya pikir kita harus mengingat siapa orang pertama yang menulis teori lengkap yang siap dipublikasikan Alfred Russel Wallace di sini, di Dodinga pada tahun 1858,” katanya.
Dalam perjalanan Wallace ke kepulauan Melayu adalah dunia yang belum sepenuhnya dijelajahi. Dia menghabiskan waktu 8 tahun. Dia dan para asistennya mengumpulkan lebih dari 126.000 spesimen, banyak di antaranya yang baru bagi ilmu pengetahuan.
Salah satu bagian penting dari perjalanannya adalah ketika melakukan perjalanan dari Bali ke Lombok. Jarak antara kedua pulau ini hanya 20 mil, tetapi bagi Wallace perbedaan antara kedua pulau ini sangat signifikan. Bali memiliki tanaman dan hewan yang didominasi Asia, sementara Lombok memiliki tanaman dan hewan khas Australia. Laut sejauh 20 mil itu adalah penghalang yang tidak bisa dilewati. Sama tidak bisa dilewati seperti halnya Atlantik bagi tumbuhan dan hewan Amerika dan Eropa.
Wallace adalah orang pertama yang menyadari hal ini, dan membuat pembagian yang sekarang disebut Garis Wallace. Daerah di sebelah timur garis disebut Wallacea di dalamnya terdapat Pulau Komodo. Jadi, komodo adalah hewan khas Wallacea.
Baca juga : Denisovan, DNA Manusia Purba Pertama Ditemukan di Kawasan Wallacea
Burung bidadari-halmahera. Foto : Akhmad David/TN Aketajawe Lolobata
Untuk Halmahera dan Maluku Utara umumnya, dua keanekaragaman hayati paling terkenal hingga saat ini bahkan menjadi ikon Maluku Utara adalah burung Bidadari Halmahera (Semioptera wallaci).
Burung ini sangat dilindungi bahkan sudah menjadi ikon daerah Maluku Utara. Selain itu ada lebah raksasa (Megachile pluto). Keanekragaman hayati ini pernah diidentifikasi Wallace pada 1861 dan sudah sangat terancam. Bahkan terakhir ditemukan kembali pada 1981 dan sudah dinyatakan punah.
Namun pada pertengahan Januari 2019 peneliti dari Amerika dan Australia, bersama satu fotografer dari Global Wildlife yakni Clay Bolt, fotografer Wildlife, Simon Robson dari Sidney University dan Ely Wyman, ahli entomologi menemukannya kembali.
Karena kondisinya yang semakin terancam punah akibat habitat yang rusak itu maka pemerintah provinsi Maluku Utara melalui Pj Gubernur Maluku Utara Samsudin A Kadir menyatakan secara resmi melindungi hewan penting ini. “Di tempat ini kami menyampaikan bahwa salah satu hewan yang terancam punah yakni lebah raksasa secara resmi dilindungi,” kata Samsudin saat menghadiri peresmian prasasti Wallace tersebut.
Model dan cara perlindungannya nanti dilakukan oleh Kementerian KLHK. “Kami diminta mengumumkan perlindungannya nanti pelaksanaanya dan teknisnya oleh Kementerian,” katanya. (***)
Sukses Lindungi 8 Spesies Langka, Program Konservasi Wallacea Sejahterakan Masyarakat Pesisir
Sumber: Mongabay.co.id