- Puting beliung memporak-porandakan dua atap rumah warga dan menerbangkan atap bangunan masjid di pesisir Buton Selatan, Sulawesi Tenggara (Sultra).
- Warga memprediksi puting beliung terjadi akibat perubahan iklim dan terjadi di setiap musim panas berlangsung.
- Koordinator Bidang Observasi dan Informasi Stasiun BMKG di Kendari, Faizal Habibie, mengakui bahwa fenomena itu tidak terdeteksi oleh satelit dan radar cuaca BMKG.
- BMKG mencatat suhu udara rata-rata bulanan di tahun 2024 lebih tinggi dari rata rata 20 tahun terakhir dengan peningkatan 0.2 – 0.5’C di wilayah Pulau Buton dan sekitarnya.
Langit cerah dengan awan mendung agak tebal berwarna abu-abu gelap menyebar di beberapa sudut langit Desa Bahari III, desa terujung di pesisir Buton Selatan, Sulawesi Tenggara (Sultra). Ketika itu, udara terasa panas hingga masuk ke dalam rumah-rumah warga, pada awal Oktober lalu.
Risman (35), baru saja tiba di rumahnya dan masuk ke dalam ruang tamu– menyandarkan badannya di kursi untuk istirahat sejenak.
“Angin gemuruh tiba-tiba terdengar, saya keluar rumah melihat orang-orang berhamburan keluar rumah,” kata Risman.
Matanya terbelalak, nyaris tidak percaya dengan apa yang dia saksikan. Dua angin puting beliung mendadak bersamaan muncul dari dua arah yang berbeda; dari balik bukit karang terjal cadas yang memagari bentangan pesisir dan dari awan cumulonimbus yang berada di laut.
Puting beliung yang berhembus dengan kecepatan tinggi turun ke kaki bukit batuan karang melintasi kompleks Sekolah Satu Atap (SATAP) yang berada tepat di kaki bukit membuat anak Sekolah Dasar (SD) ketakutan, mereka lari keluar dari kelas untuk pulang ke rumah masing-masing. Angin itu terus menyusuri kampung dan memporak-porandakan dua atap rumah warga.
Sementara yang datang dari laut dalam hitungan detik melayangkan bangunan atap masjid dan jatuh tepat di atas badan kapal yang sedang dikerjakan, berjarak selemparan batu dari masjid. Beruntung, para kuli pekerja kapal selamat, segera berpencar meninggalkan pekerjaan mereka, menyelamatkan diri ketempat yang aman.
- Advertisement -
“Angin puting beliung bermain-main sekitar tiga menit. Semua orang panik,” ucapnya, yang menyempatkan diri merekam situasi perkampungan yang diterjang puting beliung.
Baca : Perubahan Iklim Lokal, Pemicu Angin Puting Beliung dan Tornado di Rancaekek
– Puting beliung melayangkan atap bangunan masjid di Desa Bahari, di Kecamatan Sampolawa, Buton Selatan, Sulawesi Tenggara. Foto: Warga Desa Bahari III
Dua puting beliung yang katanya ‘membabi-buta’ itu kemudian bertemu dan menyatu di tengah kampung dan sesaat mendadak hilang kemudian. Pemerintah Desa Bahari III mendata puting beliung merusak bangunan tiga rumah dan satu bangunan masjid yang berjarak puluhan meter dari rumah Risman.
Dua tahun sebelumnya, puting beliung juga terjadi di periode Oktober, merusak atap bangunan perumahan guru dan menerbangkan atap dua bangunan SATAP. Ketika itu, wilayah yang berada di ujung kaki Sulawesi ini sedang menghadapi kemarau panjang akibat badai El Nino yang mempengaruhi perubahan cuaca pesisir–laut setempat.
Risman memprediksi, puting beliung terjadi akibat perubahan iklim dan terjadi di setiap musim panas berlangsung.
Risman mengurungkan niatnya untuk turun melaut untuk memancing ikan di perairan dangkal terdekat, dia khawatir cuaca buruk akan berulang di hari yang sama. Katanya, fenomena puting beliung dadakan ini diluar prediksi aplikasi BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) yang kerap digunakan para nelayan untuk mengetahui prediksi cuaca.
Suhu panas meningkat
Mengenai puting beliung yang melanda wilayah Buton Selatan, Koordinator Bidang Observasi dan Informasi Stasiun BMKG di Kendari, Faizal Habibie, mengakui bahwa fenomena itu tidak terdeteksi oleh satelit dan radar cuaca BMKG.
“Kami belum (tidak) melihat dari satelit dan radar cuaca adanya pembentukan awan cumulonimbus di daerah tersebut,” ungkapnya.
Habibie menjelaskan jika suhu permukaan air laut yang hangat di perairan Sulawesi Tenggara memengaruhi peningkatan–pembentukan awan hujan di sebagian wilayah Sulawesi Tenggara.
Baca juga : Cuaca Ekstrem Kembali Datangkan Bencana, Dampak Perubahan Iklim?
Atap masjid yang diterbangkan puting beliung jatuh menimpa badan kapal yang sedang dalam proses pengerjaan. Foto: Warga Desa Bahari III
Pantauan BMKG, karakteristik suhu udara berdasarkan data 20 tahun terakhir (2004 – 2023) menunjukan bahwa suhu udara rata rata sekitar 26 -28’C. Dan sedari awal tahun ini, suhu udara rata-rata bulanan lebih tinggi dari rata rata 20 tahun terakhir dengan peningkatan 0.2 – 0.5’C.
Satelit BMKG mencatat dinamika atmosfer terkini menunjukan faktor lokal sangat dominan dalam mempengaruhi pola cuaca, di samping itu suhu permukaan air laut yang hangat di wilayah perairan sulawesi tenggara mempengaruhi peningkatan pembentukan awan hujan.
Katanya Habibie, meskipun fenomena La Nina bersifat lemah di periode Oktober ini, masyarakat tetap perlu mewaspadai potensi bencana pada musim peralihan ke musim hujan seperti banjir, banjir bandang, angin kencang, puting beliung, guntur, dan bencana alam lainnya.
Biasanya, musim peralihan tersebut mempunyai karakter cuaca yaitu pada siang dan sore hari terjadi peningkatan pembentukan awan konvektif yang berpotensi terjadi hujan sedang hingga lebat yang dapat disertai guntur dan angin kencang.
Kapal-kapal nelayan dilabuhkan ketika cuaca buruk melanda pesisir Desa Bahari, di Kecamatan Sampolawa, Buton Selatan, Sulawesi Tenggara. Foto: Riza Salman/Mongabay Indonesia
Tasman, Kepala Desa Bahari III, juga merasa heran beberapa saat setelah putting beliung berlalu, terjadi hujan deras selama tiga jam. “Cuma waktu itu saja hujan parah di tengah musim panas,” ucapnya.
Dia sangat mengkhawatirkan sebagian warganya yang bekerja sebagai nelayan sedang turun melaut ketika itu.
Dia mengimbau warganya yang sehari-hari menjadi nelayan tangkap tuna dan ikan karang dasar untuk tetap waspada dan tetap pantau aplikasi pemberitahuan cuaca (BMKG).
Tasman tidak pernah mengerti penyebab setiap kali puting beliung datang melanda wilayahnya menyasar area yang sama, yaitu di titik RT 6. (***)
Bencana Ekstrem, Laporan IPCC dan Antisipasi Dampak Perubahan Iklim
Sumber: Mongabay.co.id