- Sebagai daerah non-vulkanik, Kepulauan Bangka Belitung memiliki sistem panas bumi unik akibat pores nuklir alami peluruhan unsur-unsur radioaktif [radiogenik] pada batuan granit.
- Terdapat delapan sumber air panas di Bangka Belitung yang Sebagian besar telah dimanfaatkan masyarakat. Letaknya, di Desa Keretak dan Desa Terak [Kabupaten Bangka Tengah], Desa Permis dan Desa Nyelanding [Kabupaten Bangka Selatan], Desa Pemali dan Desa Gunung Pelawan [Kabupaten Bangka], Desa Dendang [Kabupaten Bangka Barat], serta Desa Buding [Kabupaten Belitung Timur].
- Selain dijadikan tujuan wisata dan untuk konsumsi sehari-hari, sumber air panas ini juga menjadi penyelamat warga sekitar saat terjadi kemarau panjang, karena tidak pernah mengering.
- Jika dilihat dari kondisi fisik dan biologi, sebagian sumber air panas ini aman dikonsumsi. Unsur-unsur radioaktif yang meluruh dan memanasi air di bawah permukaan tidak ikut larut dalam air sehingga aman untuk dikonsumsi.
Baru beberapa bulan dibuka untuk umum, wisata kolam pemandian air panas alami Batu Merah Terak di Desa Terak, Kabupaten Bangka Tengah, ramai dikunjungi wisatawan lokal.
Mereka rela datang dari jauh hanya untuk merendam tubuh, kaki, hinggga membawa pulang berbotol air panas yang dipercaya memiliki khasiat menyembuhkan berbagai macam penyakit.
M. Taufan, pengelola wisata air panas yang terletak di sekitar kaki Taman Hutan Raya Bukit Mangkol, mengatakan masyarakat yang datang mayoritas berasal dari sekitar Kota Pangkalpinang. Namun, ada juga dari Kabupaten Bangka Barat, Bangka Selatan, hingga Pulau Jawa.
“Dalam sehari, bisa puluhan hingga ratusan orang yang datang. Setelah berendam di sini, pengunjung mengatakan penyakit mereka seperti asam urat atau pegal-pegal berkurang,” lanjut Taufan yang menetap di Desa Terak, Kabupaten Bangka Tengah, kepada Mongabay Indonesia, awal Agustus 2024 lalu.
Sumber air panas di Desa Terak telah diketahui warga sekitar 1990-an. Proses penemuannya, bermula ketika aktivitas penambangan timah di sekitar lokasi tersebut.
- Advertisement -
“Para penambang merasakan ada air panas mengalir di sekitar kaki mereka,” kata Novera, istri Taufan.
Baca: Kebun Energi dan Ancaman Deforestasi di Bangka Belitung
Sejumlah warga berendam di kolam buatan pemadian air panas di Desa Terak, Kabupaten Bangka Tengah, Bangka Belitung. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia
Ada tujuh titik mata air panas tersebar di lahan seluas dua hektar tersebut. Oleh Taufan dan keluarganya, semuanya ditandai dengan bangunan seperti sumur.
Jarak setiap titik berdekatan. Setiap sumur juga memiliki debit air berbeda, tapi ada satu titik paling panas dan paling besar debitnya. Titik inilah yang dialirkan langsung ke kolam pemandian buatan.
“Kemungkinan besar ada titik lain yang belum diketahui. Air panas juga terlihat mengalir dari sela-sela tanah dan tumpah langsung menuju aliran sungai kecil di belakang kolam pemandian,” kata Taufan.
Seperti diberitakan Mongabay Indonesia sebelumnya, tercatat delapan sumber air panas terdata di Bangka Belitung. Wilayahnya di Desa Keretak dan Desa Terak [Kabupaten Bangka Tengah], Desa Permis dan Desa Nyelanding [Kabupaten Bangka Selatan], Desa Pemali dan Desa Gunung Pelawan [Kabupaten Bangka], Desa Dendang [Kabupaten Bangka Barat], serta Desa Buding [Kabupaten Belitung Timur].
Sebagian besar titik tersebut telah dibuka masyarakat sebagai objek wisata dan dimanfaatkan juga oleh warga sebagai sumber air bersih.
Baca: Masyarakat Adat Kepulauan Bangka Belitung: Timah Itu “Barang Panas”
Sejumlah anak di Desa Terak terbiasa memanfaatkan air panas untuk konsumsi keluarga, sekaligus penyelamat saat kemarau panjang. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia
Penyelamat saat kemarau panjang
Saat diterpa kemarau panjang, meskipun berada di kaki Bukit Mangkol yang kaya sumber air, Desa Terak sering dilanda kekeringan. Pada era pemerintahan Belanda, Bukit Mangkol difungsikan sebagai sumber air. Namun, pipa besi sepanjang puluhan kilometer, hanya mengalirkan air ke Kota Pangkalpinang.
“Kami warga Desa Terak yang berada tepat di kaki Bukit Mangkol, tidak pernah mendapat jatah aliran air tersebut. Baru tahun kemarin, air dialirkan ke sebagian rumah warga,” kata Riski Maulana Pratama [24], Ketua Bujang Squad, sebuah komunitas pemuda yang menjaga lanskap Bukit Mangkol.
Sejak dulu, sumber air panas sudah menjadi penyelamat bagi warga Desa Terak saat diterpa kemarau panjang. Air dari Bukit Mangkol biasanya mengecil saat kemarau. Tidak cukup untuk kebutuhan sehari-hari.
“Sumber air panas itu tidak pernah kering. Hanya sedikit berkurang, tapi cukup untuk kami, warga Desa Terak,” kata Novera, warga Desa Terak yang memiliki luas sekitar 2.000 hektar dengan jumlah penduduk sekitar 5.000 jiwa.
Air panas juga diyakini warga memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan air galon di pasaran.
“Keluarga kami sudah puluhan tahun mengkonsumsi air panas ini. Tidak perlu dimasak lagi, langsung diminum. Alhamdulillah tidak terjadi apa-apa,” lanjutnya.
Baca: Laut Belitung yang Selalu Diperebutkan
Sejumlah aliran air panas sering muncul dan langsung mengalir ke sungai kecil dekat kolam pemandian air panas. Air berwarna keruh karena terdapat penambangan timah di bagian hulu Bukit Mangkol. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia
Aman dikonsumsi
Menurut Irvani, peneliti geologi dari Universitas Bangka Belitung, kelayakan konsumsi [sebagai air minum/masak] sangat bergantung pada standar kesehatan, atau ambang batas kandungan fisik, kimia, dan biologi air.
“Jika melihat kondisi fisik airnya, ketiga lokasi yang pernah kami kunjungi baru-baru ini [Terak, Keretak, dan Nyelanding] juga termasuk air panas di Pemali [pernah dikunjungi sekitar 20 tahunan lalu], menunjukkan kondisi fisik yang baik atau aman dikonsumsi,” ujarnya, Rabu [19/9/2024].
Hal ini ditandai dengan kondisi air yang jernih, tidak berbau, dan tidak berasa, dengan suhu di atas air alami Pulau Bangka [bersuhu hangat kuku jika menggunakan istilah orang Bangka].
Namun, menurutnya, kelayakan sebagai air minum dari kandungan kimia dan biologi juga diperlukan.
“Sementara kita asumsikan saja kandungan biologi sudah baik, maka tinggal kandungan kimia yang perlu diperhatikan,” lanjutnya.
Sedangkan untuk keamanan konsumsi secara kimia atau geomikia air tanah sumber air panas, dapat diketahui dari ambang batas kandungan logam berat dalam air.
Lebih lanjut, Irvani mengatakan, pada 2016-2017 tim mereka pernah membimbing tugas akhir skripsi mahasiswa yang meneliti genesa Air Panas Keretak melalui metode geofisika dan analisis geokimia air.
Hasilnya, geokimia air panas menunjukkan, air panas berasal atau diperkirakan dari proses nuklir alamiah berupa peluruhan unsur-unsur radioaktif [dimungkinkan berupa unsur Th [Thorium] dan U [Uranium], yang terdapat pada granit dan produk lapukannya di Pulau Bangka].
Proses peluruhan radioaktif ini berlangsung di bawah permukaan pada granit atau batuan yang diterobos granit, dan memanasi air tanah meteorit sekitarnya, yang terdapat pada pori-pori atau rekahan batuan.
Air tersebut kemudian naik ke permukaan melalui celah rekahan [fracture] dan pori-pori batuan keluar sebagai mata air panas. Untuk air panas di Desa Terak dan Keretak, mata air panas keluar melalui pori-pori endapan aluvium. Adapun air panas di Desa Nyelanding, berasal dari rekahan-rekahan pada batuan sedimen tua [batupasir] yang terubahkan.
“Unsur-unsur radioaktif yang meluruh dan memanasi air di bawah permukaan, tidak ikut larut dalam air, sehingga aman untuk dikonsumsi. Jika parameter fisik, kimia, dan biologi air panas tersebut masih di bawah ambang batas, maka tentunya aman atau tidak berbahaya untuk dikonsumsi,” kata Irvani.
Dua titik mata air panas di Desa Terak yang ditandai dengan sumur oleh warga. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia
Krisis air bersih
Bentang alam Provinsi Kepulauan Bangka Belitung [1,6 juta hektar] yang didominasi Perbukitan Denudasional, kurang menguntungkan dalam hal penyediaan air bersih.
Berdasarkan dokumen Daya Dukung Dan Daya Tampung Lingkungan Hidup Ekoregion Sumatera Berbasis Jasa Ekosistem, yang memetakan daya dukung lingkungan di wilayah ekoregion Sumatera [termasuk Bangka Belitung], wilayah yang memilki potensi penyediaan air bersih rendah banyak tersebar di wilayah Sumatera bagian Barat. Terutama, di Provinsi Kep. Bangka Belitung.
“Presentase lahan yang berpotensi rendah pada provinsi ini mencapai 88,76 persen atau seluas 1.471.682 hektar,” tulis dokumen yang diterbitkan oleh Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sumatera.
Umumnya, air tanah dijumpai dalam bentuk rembesan di antara lapisan batuan yang telah lapuk bagian atas dan lapisan batuan masih padu bagian bawah. Atau, dalam bentuk mata air kontak yang terpotong lereng pada tekuk-tekuk lereng atau lereng kaki, dengan debit aliran air yang umumnya relatif kecil.
“Pada ekoregion ini, air tanah cukup sulit didapatkan, kecuali pada lembah-lembah sempit dalam jumlah sangat terbatas,” tulis dokumen tersebut.
Air panas di Pulau Bangka yang digunakan warga juga untuk mengobati penyakit ringan. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia
Menurut Jessix Amundian dari Tumber for Earth, saat ini sulit menemukan sumber mata air bersih yang bisa langsung diminum di Bangka Belitung.
“Karenanya, sumber mata air panas yang sebagian besar menjadi penyelamat warga saat kemarau panjang, harus dijaga dan dimanfaatkan secara arif,” katanya, pertengahan September 2024.
Selain itu, Jessix mengisyaratkan pentingnya melindungi bukit-bukit sakral yang dijaga masyarakat selama ratusan tahun.
“Ada puluhan bukit di Bangka Belitung yang menjadi wilayah sakral sekaligus menyimpan ratusan mata air murni. Masyarakat melalui kearifannya [sakralisasi] sudah menjaga, karena ini memang penting jika dilihat dari segi bentang alam Bangka Belitung yang miskin air bersih,” paparnya.
Memahami Sistem Panas Bumi Unik di Bangka Belitung
Sumber: Mongabay.co.id