- Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika [BMKG] menyebutkan, sepanjang 2023 Indonesia mengalami 10.789 kali gempa bumi. Jumlah kejadian gempa bumi yang tinggi itu karena Indonesia berada di kawasan yang dilalui jalur pertemuan tiga lempeng tektonik. Yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik.
- Gempa bumi merupakan peristiwa bergetarnya bumi akibat pelepasan energi secara tiba-tiba yang ditandai dengan patahnya lapisan batuan pada kerak bumi. Gempa bumi di Indonesia dihasilkan dari pergerakan lempeng-lempeng tektonik.
- Gempa bumi baik kecil maupun besar, diperkirakan dimulai dengan cara yang sama. Yaitu adanya retakan yang sering terjadi tiba-tiba, dan tanpa pemberitahuan sebelumnya.
- Hingga kini gempa bumi belum bisa diprediksi. Hal yang bisa dilakukan adalah menghitung probabilitas bakal terjadinya gempa bumi besar di lokasi tertentu dalam kurun waktu tertentu.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika [BMKG] menyebutkan, sepanjang 2023 Indonesia mengalami 10.789 kali gempa bumi. Mengutip dari Antara, jumlah itu terdiri dari gempa kecil dengan magnitudo kurang dari 5 terjadi sebanyak 10.570 kali, sedang yang di atas magnitudo 5 sebanyak 219 kali.
Indonesia sendiri menempati peringkat pertama sebagai negara yang mengalami gempa bumi terbanyak sepanjang 2023, versi Earthquakelist. Berdasar data US Geological Survey [USGS] dan European Mediterranean Seismological Centre (EMSC), ada 2.231 gempa bumi di Indonesia tahun lalu. Itupun hanya menghitung gempa dengan kekuatan magnitudo sama atau lebih dari 4.
Bahkan sejak 2015, Indonesia selalu berada di peringkat teratas, kecuali pada 2024, 2020 dan 2017 yang menempati urutan kedua setelah Meksiko.
Jumlah kejadian gempa bumi yang tinggi itu karena Indonesia berada di kawasan yang dilalui jalur pertemuan tiga lempeng tektonik. Yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik. Lampeng Indo-Australia bergerak ke arah utara, menyusup ke dalam lempeng Euroasia. Sementara lempeng Pasifik bergerak relatif ke barat.
Gempa bumi merupakan peristiwa bergetarnya bumi akibat pelepasan energi secara tiba-tiba yang ditandai dengan patahnya lapisan batuan pada kerak bumi. Mengutip penjelasan BMKG, akumulasi energi penyebab terjadinya gempa bumi di Indonesia dihasilkan dari pergerakan lempeng-lempeng tektonik itu.
- Advertisement -
Baca: Rumah Tambi, Kearifan Lokal Masyarakat Lore Terhadap Gempa
Jalan retak di Pidie Jaya, Aceh, ini akibat gempa yang mengguncang wilayah tersebut pada 7 Desember 2016. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia
Ancaman gempa bumi
Selain gempa akibat tumbukan atau pergeseran dua lempeng, gempa sesar daratan juga perlu diwaspadai. Sebab, jaraknya lebih dekat ke permukaan. Bahkan, tak jarang dekat pemukiman sehingga dapat memberikan dampak kerusakan signifikan.
“Semakin dekat dengan sumber gempa maka semakin besar guncangannya,” kata pakar gempa dan dosen Teknik Geologi UGM, Gayatri Indah Marliyani beberapa waktu lalu, dalam diskusi Pojok Bulaksumur UGM, yang membahas kesiapan pemerintah dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap ancaman bencana.
Dia menjelaskan, keberadaan sesar aktif sulit dipetakan karena wilayah Indonesia memiliki curah hujan tinggi. Hal ini menyebabkan tingkat erosi dan pelapukan batuan juga tinggi. Akibatnya, bukti-bukti keberadaan sesar aktif di permukaan sulit ditemui.
Meski bencana gempa bumi sulit diprediksi, namun dari data geologi atau pencatatan bencana gempa di masa lalu bisa menjadi rujukan bahwa lokasi tersebut rawan terkena dampak gempa.
Riset-riset terkait prediksi gempa bumi juga dikembangkan serius dengan berbagai pendekatan. Misalnya analisis seismisitas, gangguan gelombang elektromagnetik, anomali emisi gas radon, dan perubahan muka air tanah.
“Sampai saat ini, penelitian mengenai prediksi gempa bumi dengan pendekatan-pendekatan tersebut belum menghasilkan prediksi yang secara konsisten memberikan korelasi positif,” katanya.
Baca: Merawat Ingatan Bumi sama dengan Menyelamatkan Diri
Tambi dan Buho merupakan bangunan tradisional masyarakat Suku Lore yang ada di Sulawesi Tengah dengan desain tahan gempa. Foto: Dok. Kemendikbud
Mengutip Nature, hanya sedikit bukti empiris seperti peningkatan jumlah radon di sumber air, atau perilaku aneh hewan berhubungan erat dengan gempa bumi. Beberapa gempa bumi bahkan terjadi tanpa kemunculan fenomena alam ini.
Gempa bumi baik kecil maupun besar, diperkirakan dimulai dengan cara yang sama. Yaitu adanya retakan yang sering terjadi tiba-tiba, dan tanpa pemberitahuan sebelumnya.
Ilmuwan juga berusaha membuat model matematika dari pergerakan lempeng tektonik. Namun, untuk menghasilkan prediksi gempa bumi secara tepat butuh pemetaan dan analisis kerak bumi yang sangat luas. Jikapun menggunakan bantuan kecerdasan buatan, tantangannya adalah kurangnya data masa lalu, sehingga informasi yang diolah kurang lengkap.
Meski begitu, menurut Gayatri, studi tentang prediksi gempa bumi layak diteruskan
“Jika berhasil, akan memberi manfaat besar bagi kehidupan umat manusia,” jelasnya.
Baca juga: Yogyakarta Sempat Diguncang Gempa, Ancaman Megathrust Masih Tinggi
Pemutakhiran 16 segmentasi megathrust di Indonesia. Sumber: Peta Gempa Indonesia 2017
Sulit memprediksi gempa bumi
Sulitnya memprediksi gempa bumi juga diungkapkan Kepala BMKG Dwikorita Karnawati. Pihaknya pernah memprediksi gempa bumi, tapi akurasinya sangat rendah sehingga tidak dipakai dan tidak dipublikasikan.
Pernyataan senada juga dikeluarkan USGS, bahwa ilmuwan mereka tidak pernah memprediksi gempa bumi besar. Mereka hanya bisa menghitung probabilitas bakal terjadinya gempa bumi besar di lokasi tertentu dalam kurun waktu tertentu.
USGS membedakan empat istilah terkait informasi gempa bumi yang kadang tumpang tindih sehingga menimbulkan kerancuan. Keempat istilah itu adalah sistem peringatan dini, prakiraan, probabilitas, dan prediksi.
Peringatan dini adalah sistem pemantauan untuk memperingatkan masyarakat beberapa saat sebelum gempa bumi melanda. Prakiraan adalah peluang jangka pendek, biasanya untuk menduga kejadian gempa susulan. Probabilitas, menggambarkan peluang jangka panjang yang sebagian besar ditentukan dari rata-rata kejadian di masa lalu. Sementara prediksi lebih presisi karena harus menjelaskan unsur waktu, lokasi, dan kekuatan gempa.
Kenyataannya, mereka yang mengklaim telah memprediksi gempa bumi kerap kali tidak mendasarkan pada bukti sains padahal gempa bumi adalah proses sains. Misalnya, menghubungkannya lewat kemunculan awan, gangguan pada badan manusia, atau hewan tertentu. Mereka tidak menjelaskan ketiga unsur itu secara jelas. Selain itu, prediksi yang dibuat juga terlalu umum.
Andai gempa bumi bisa diprediksi sebelumnya, mungkin jatuhnya korban bisa dihindari. Namun, hingga kini gempa bumi belum bisa diprediksi. Sehingga langkah terbaik adalah upaya mengurangi risiko bencana dengan meningkatkan kekuatan struktur bangunan, menyiapkan jalur evakuasi, dan latihan evakuasi mandiri.
Memahami Megathrust: Gempa Dahsyat yang Berpotensi Terjadi di Indonesia
Sumber: Mongabay.co.id