- Laut Indonesia dikenal luas sebagai pusat keanekaragaman hayati yang sangat kaya. Sumber daya ikan (SDI) yang ada di dalamnya juga sangat kaya dan mengundang banyak orang untuk memanfaatkannya, baik secara legal ataupun ilegal
- Pemanfaatan ilegal SDI juga dilakukan dalam berbagai bentuk dan upaya, baik secara perseorangan atau kolektik mengatasnamakan perusahaan. Bahkan, modusnya pun ada yang berpura-pura menyebut berasal dari negara asal, padahal SDI dari Indonesia
- Modus lainnya, dilakukan dengan menggunakan kapal ikan asing (KIA) dengan melakukan aktivitas penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan, dan melanggar aturan (IUUF) di wilayah perairan Indonesia. Utamanya, di sekitar perairan Natuna Utara dan Selat Malaka
- Selain memanfaatkan SDI, upaya jahat juga dilakukan dalam bentuk lain. Misalnya, memanfaatkan ruang laut Indonesia namun tidak memiliki perizinan apapun yang diberlakukan oleh Pemerintah Indonesia
Ruang laut masih menjadi tempat yang nyaman bagi para pelaku kejahatan di Indonesia untuk menjalankan aksinya. Tak hanya berbentuk langsung, namun juga ada yang melakukannya tanpa bisa dilihat secara langsung.
Contohnya, terjadi pada empat lokasi yang dilakukan penyegelan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Dua lokasi adalah area reklamasi di Morowali, Sulawesi Tengah, dan dua lokasi lagi adalah lokasi sanggraloka (resort) di pulau Maratua, Kalimantan Timur.
KKP menyegel empat lokasi tersebut, karena diduga tidak memiliki perizinan untuk memanfaatkan ruang laut. Hal itu dijelaskan oleh Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian (PSDKP) KKP Pung Nugroho Saksono di Jakarta.
“Pelanggaran terhadap pemanfaatan ruang laut dan pulau-pulau terkecil menjadi perhatian serius pihaknya demi menjaga keberlanjutan dan kedaulatan wilayah perairan Indonesia,” ungkapnya.
Terlebih, karena Maratua adalah salah satu gugusan pulau-pulau terluar di Indonesia yang memerlukan perhatian khusus dari Pemerintah Indonesia. Pengaman dan penjagaan pulau-pulau terluar, akan menjaga kedaulatan negara.
Kedua sanggraloka itu, adalah PT Maratua Island Diving (PT MID) yang berlokasi di pulau Maratua, dan PT Nabucco Maratua Resor (PT NMR) berlokasi di pulau Bakungan Besar dan Bakungan Kecil. Secara administrasi, keduanya masuk ke dalam wilayah Kabupaten Berau.
- Advertisement -
Adapun, PT MID diketahui dikelola oleh penanam modal asing (PMA) dari Malaysia, dan PT NMR dikelola oleh PMA berkewarganegaraan Jerman. Kedua sanggraloka tersebut diduga tidak memiliki tiga dokumen perizinan.
Baca : Heboh Reklamasi Ilegal di Pulau Kecil Nguan Batam, Siapa Pelakunya?
KKP menyegel area reklamasi ilegal dua resot milik PT Maratua Island Diving (PT MID) di pulau Maratua, Kalimantan Timur. Foto : KKP
Menurut Pung Nugroho, perizinan yang dimaksud adalah persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut (PKKPRL), izin kegiatan wisata tirta lainnya tanpa perizinan berusaha, dan perizinan pemanfaatan pulau-pulau kecil.
“Bahkan, salah satu resort di pulau Bakungan, menyambungkan satu pulau dengan pulau lainya menggunakan jembatan,” terangnya.
Penyegelan tersebut dilakukan sebagai bentuk penertiban adminstrasi. Mengingat, sektor pariwisata adalah salah satu penyumbang devisa terbesar bagi Indonesia, dan karenanya segala bentuk investasi akan mendapat dukungan penuh dari Negara.
Namun, segala bentuk investasi, terutama investasi asing jangan sampai mengganggu integritas Indonesia sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal itu, terjadi di Maratua, karena PMA sudah membangun sanggraloka, namun tidak memiliki perizinan.
“Tidak berizin, (namun) lama-lama menguasai. Itu yang harus diawasi. Sehingga penertiban tersebut dimaksudkan untuk tertib administrasi, serta membangun iklim usaha di sektor kelautan dan perikanan dengan tetap menjaga kesehatan laut,” ujarnya.
Selain di Maratua, penyegelan atau penghentian sementara juga dilakukan di Kabupaten Morowali terhadap dua perusahaan yang melaksanakan reklamasi, yaitu PT Rezky Utama Jaya (RUJ) dan PT Jasa Profesional Sekuriti (JPS).
Kedua perusahaan tersebut terindikasi melanggar aturan pemanfaatan ruang laut, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, dan PP No 5 Tahun 2021 tentang Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
Adapun, lahan milik PT JPS yang dilaksanakan reklamasi luasnya mencapai 3,91193 hektare dan dibangun untuk cerocok (jetty). Sementara, PT RUJ melaksanakan kegiatan reklamasi di atas lahan seluas 1,27368 ha.
“Keduanya melaksanakan pembangunan tanpa PKKPRL,” tegasnya.
Baca juga : Sanksi Administrasi PSDKP : Segel Dicabut, Reklamasi Berlanjut
KKP menyegel area reklamasi ilegal area reklamasi di Morowali, Sulawesi Tengah. Foto : KKP
Impor Ilegal Ikan
Selain pelanggaran berupa pemanfaatan ruang laut, aksi kriminal juga dilakukan secara terang-terangan dengan melakukan impor ilegal ikan sebanyak 2 ton dari Malaysia melalui Kabupaten Nunukan di Kalimantan Utara.
Pung Nugroho menerangkan, pengamanan tersebut dilakukan Stasiun PSDKP Tarakan terhadap satu unit kapal berukuran 2 gros ton (GT) dengan diawaki 2 orang awak kapal perikanan (AKP). Namun, kapal tersebut diketahui memiliki dua bendera, Indonesia dan Malaysia.
Kapal diamankan pada Minggu (22/9/2024) dan diketahui sedang mencoba mengirim 30 kotak styrofoam atau sekitar 2 ton ikan layang dari Sebatik, Malaysia tanpa dilengkapi dokumen perizinan. Aksi tersebut adalah ilegal, karena tidak melalui jalur pengiriman resmi.
Terakhir, aksi melanggar hukum juga dilakukan di perairan Samudera Pasifik wilayah Sulawesi, dan Selat Malaka oleh lima unit kapal ikan asing (KIA) yang sedang melakukan aksi penangkapan ikan ilegal, tanpa dilaporkan, dan melanggar regulasi (IUUF).
Lima kapal tersebut, empat di antaranya diketahui berbendera Filipina, dan satu kapal berbendera Malaysia. Kelimanya diamankan oleh Kapal Pengawas (KP) Orca 06 yang sedang melakukan patroli rutin di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 717.
“Saat itu, kapal pengawas berhasil menghentikan empat kapal ikan asing berbendera Filipina yang sedang melakukan penangkapan ikan tanpa dilengkapi dokumen perizinan yang sah, atau ilegal,” ungkapnya.
Menurutnya, penangkapan lima KIA menjadi bukti bahwa Pemerintah Indonesia berusaha keras untuk hadir dan terus menjaga kehadiraannya untuk mempertahankan kedaulatan NKRI, sekaligus menjaga sektor kelautan dan perikanan.
Baca juga : PSDKP Batam Segel Ikan Impor Ilegal dari Malaysia, Nelayan Minta Pemerintah Tegas
KKP mengamankan kapal berbendera Malaysia yang melakukan impor ilegal dua ton ikan dari Malaysia melalui Kabupaten Nunukan di Kalimantan Utara. Foto : KKP
Dia bersyukur, karena keempat kapal tersebut bisa diamankan setelah masyarakat mengirimkan informasi bahwa keempatnya sedang beroperasi di perairan Samudera Pasifik. Setelah itu, dilakukan analisis di Pusat Pengendalian (Pusdal) dan diteruskan ke KP Orca 06 yang sedang melakukan patroli di wilayah tersebut.
Setiap KIA yang diamankan, masing-masing berupa dua set jenis kapal lampu FB.LB.MV-02 dan FB.LB.MV-04 yang berukuran 23 GT, kemudian satu kapal FB.ST B 01 berukuran 75 GT dengan alat penangkapan ikan (API) purse seine, dan terakhir satu kapal FB.L-04 yang berukuran 85,93 GT berjenis kapal pengangkut ikan.
“Penangkapan satu kesatuan kapal operasi KIA Filipina yang menggunakan alat tangkap tidak ramah lingkungan ini merupakan pertama kali,” sebutnya.
Sebelumnya, pada Juni 2024, PSDKP juga berhasil mengamankan dua kapal jenis yang sama, namun kapal pengangkut ikannya sudah tidak ada di lokasi. Saat itu, modus operandi yang dipakai adalah dengan keluar masuk perbatasan dan memasang rumpon di wilayah perbatasan.
Kerugian Besar
Secara keseluruhan, dia menyebut ada kerugian yang ditaksir berasal dari ekologi dan ekonomi. Bahkan, kerugian ekologi ditaksir akan jauh lebih besar akibat penggunaan API tidak ramah lingkungan, dibandingkan kerugian ekonomi.
Menurutnya, kalau mengevaluasi produktivitas keempat kapal selama satu tahun, maka kerugian ekonomi negara sedikitnya mencapai angka sebesar Rp374 miliar. Namun, untuk kerugian ekologi ditaksir jauh lebih besar, walau nilainya belum terukur.
“Untuk itu negara hadir, pemerintah dalam hal ini KKP hadir di laut untuk memastikan bahwa pelaku illegal fishing bisa ditangani dan tentunya bersinergi dengan aparat penegak hukum lain,” pungkasnya.
Selain empat KIA berbendera Filipina, satu unit KIA berbendera Malaysia juga berhasil diamankan di perairan Selat Malaka oleh KP Orca 03. Kapal tersebut juga diketahui menggunakan API tidak ramah lingkungan, yaitu trawl saat beroperasi di perairan yang masuk WPPNRI 571 itu.
Baca juga : Kapal Illegal Fishing Filipina Ditangkap, Gunakan Modus Baru
KKP menangkap kapal ikan asing (KIA) berbendera Filipina yang sedang melakukan aksi penangkapan ikan ilegal, tanpa dilaporkan, dan melanggar regulasi (IUUF) di perairan Samudera Pasifik wilayah Sulawesi. Foto : KKP
Kapal tersebut ditangkap pada Senin (23/9/2024) dan diketahui bernama HJF 727 B dengan berukuran 18. Kapal dikemudikan olah Nakhoda warga negara asing (WNA) Malaysia dengan inisial EWL (48) dan tiga orang AKP yang juga WNA Malaysia.
Nakhoda KP Orca 03 Muhammad Ma’ruf menjelaskan, penangkapan KIA Malaysia tersebut didasari oleh deteksi identifikasi secara visual yang diketahui merupakan kapal ikan yang diduga sedang melakukan kegiatan penangkapan ikan dengan alat tangkap trawl.
“Kemudian kami mendekati kapal tersebut dan melakukan pemeriksaan,” ujarnya.
Setelah diperiksa, kapal diketahui membawa muatan ikan campur sebanyak 100 kilogram dan tidak dilengkapi dokumen perizinan. Seluruh barang bukti kemudian dibawa ke Pangkalan Pengawasan SDKP Batam untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Berdasarkan data sampai 25 September 2024, KKP berhasil mengamankan 133 kapal pencuri ikan yang terdiri dari 21 KIA dan 113 kapal ikan Indonesia (KII). Jumlah tersebut meningkat jika dibandingkan Semester I 2023 yang mencapai 75 kapal, terdiri dari 9 KIA, dan 66 KII.
Sementara, Nakhoda KP Orca 06 Eko Priyono menjabarkan bahwa ada 33 orang AKP bersama nakhoda yang semuanya berstatus WNA Filipina di dalam 4 KIA yang ditangkap. Tiga dari empat KIA tersebut, ditangkap karena menebar rumpon di perairan Indonesia.
“Agar bisa mengumpulkan ikan pada rumpon, ada dua kapal yang bertugas untuk menerangi rumpon. Setelah terkumpul, kapal jaring kemudian bertugas untuk menangkap semua ikan dengan cara mengitari rumpon,” ungkapnya.
Setelah itu, ikan kemudian diangkat dan selanjutnya ditampung di kapal pengangkut ikan yang kapasitasnya mencapai 85 GT. Hasil tangkapan ikan dari rumpon, didominasi oleh komoditas bernilai ekonomi tinggi seperti tuna, tongkol, dan cakalang.
Baca juga : Penangkapan Kapal Ikan Asing dan Penurunan Impor, Klaim Keberhasilan Kinerja KKP
KKP menangkap kapal ikan asing (KIA) berbendera Malaysia yang sedang melakukan aksi penangkapan ikan ilegal, tanpa dilaporkan, dan melanggar regulasi (IUUF) di perairan Selat Malaka. Foto : KKP
Terpisah, Kepala Stasiun PSDKP Tarakan Johanis J Medea memberikan keterangan tentang upaya pengiriman ikan secara ilegal dari Malaysia ke Indonesia. Kegiatan tersebut bisa digagalkan, berkat informasi yang datang dari masyarakat.
Menurutnya, ikan yang akan diimpor secara ilegal tersebut sebenarnya ditangkap di perairan Indonesia, namun kemudian langsung dibawa ke Malaysia. Kemudian, ikan-ikan berjenis pelagis itu dijual di wilayah perbatasan antara Malaysia dengan Indonesia.
Berkaitan dengan penertiban dua sanggraloka yang tidak memiliki dokumen perizinan, Direktur Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan PSDKP KKP Halid K Jusuf menyebut kalau kedua perusahaan pengelola memang diketahui belum memiliki perizinan PKKPRL.
Dia meminta kepada dua perusahaan tersebut untuk segera memproses melalui sistem terpadu satu pintu (online single submission/OSS), dengan berkoordinasi ke Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah, dan Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Makassar, Sulawesi Selatan.
“Kami stop aktivitas reklamasi tersebut untuk menghentikan pelanggaran dan memaksa perusahaan tersebut untuk memenuhi kewajibannya dengan mengurus PKKPRL dan Perizinan Berusaha serta berkoordinasi dengan pemda setempat,” ujarnya menyebut PT RUJ dan PT JPS berhenti operasi.
Kepala Pangkalan PSDKP Bitung Kurniawan menyebutkan bahwa sebelumnya sudah ada laporan indikasi pelanggaran terkait adanya kegiatan reklamasi PT RUJ dan PT JPS. Pihaknya kemudian mengerahkan Kepolisian Khusus Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Polsus PWP3K) untuk melakukan pengumpulan bahan keterangan di lapangan sejak awal Juli 2024.
Berdasarkan pengakuan yang disampaikan pihak PT JPS, area reklamasi seluas 3,91193 ha tersebut dibangun untuk menunjang operasional fasilitas pelatihan keamanan. Sedangkan, reklamasi cerocok PT RUJ seluas 1,27368 ha diperuntukkan untuk menunjang kegiatan usaha pertambangan batuan. (***)
Intrusi Kapal Ikan Asing ke Perairan Indonesia Semakin Berani
Sumber: Mongabay.co.id