- Bali menargetkan penurunan emisi karbondioksida dengan target nol emisi pada 2045.
- Koalisi Bali Emisi Nol Bersih adalah kolaborasi sejumlah lembaga lingkungan di Indonesia untuk mewujudkan upaya dan inovasi penurunan emisi.
- Salah satu percontohan di Ubud, kawasan wisata yang dulunya hening kini sangat macet. Tak hanya di pusat Ubud, juga desa-desa yang menjadi rute perjalanan menuju Ubud.
- Desa Peliatan, salah satu desa di Ubud meluncurkan kawasan rendah emisi dengan pendirian stasiun pengisian energi dari tenaga surya, program ekosistem kendaraan listrik, dan lainnya.
Perjalanan menuju Ubud dari Denpasar, Bali, harusnya menyenangkan karena melewati sejumlah kampung seni dan kerajinan seperti Batubulan, Mas, dan Batuan. Kita bisa berhenti di banyak titik untuk mampir melihat etalase kerajinan perak, layangan tradisional, patung, dan lainnya.
Namun kini, pemberhentian spontan bukan pilihan karena waktu yang diperlukan di perjalanan makin tak menentu, bahkan cenderung lebih lama dari perkiraan. Penyebabnya adalah kemacetan makin meluas di seluruh kawasan, kampung-kampung menuju Ubud. Kemacetan lebih parah di pusat Ubud.
Kepala Desa Desa Peliatan, Ubud, Gianyar, I Made Dwi Sutaryantha pun merasa kemacetan ini makin membuatnya stres. “Anak-anak takut main di rurung (jalan kecil kampung) karena semua macet, banyak mobil parkir di jalan,” keluhnya.
Tak hanya kemacetan karena jalan desa adalah salah satu jalur menuju pusat Ubud, desanya juga dinilai overload. Dari carrying capacity hampir overload. Penduduknya hampir 2.000 KK atau lebih dari 8.000 orang dengan luas 400-an ha.
Untuk mengurangi stres warga, pihaknya menghidupakan ruang di desa yang mulai dilupakan seperti pinggir sungai dan gang. Misalnya membuat Festival Rurung. “Warga diajak berkumpul di gang kecil untuk ruang membumi, bermain, karena Ubud makin macet. Kami juga memgaktifkan ruang seperti sungai,” kata Dwi.
Inilah salah satu alasan dia mendukung upaya pengurangan emisi di desanya. Koalisi Bali Energi Nol Bersih yang diwakili oleh World Resources Institute (WRI Indonesia), Pemerintah Provinsi Bali, dan Pemerintah Kabupaten Gianyar menyepakati Deklarasi Menuju Kawasan Rendah Emisi Ubud serta meluncurkan Electric Vehicle (EV) Battery Charging Station di Desa Peliatan, Ubud pada Selasa (17/9/2024).
- Advertisement -
Stasiun pengisian baterai untuk kendaraan listrik ini juga menyediakan jasa tukar baterai dengan sistem sewa dengan penyedia baterai. Sedikitnya ada tiga merek baterai yang sudah menyiapkan lemari pengisian ulang. Sepasang pengendara dengan jaket dan helm sebuah ojek online terlihat menukar baterai yang kosong dengan yang sudah terisi penuh di stasiun ini.
Baca : Ini Rencana Aksi Kebijakan Kendaraan Listrik di Bali
Berbagai jenis kendaraan konversi BBM ke listrik yang dipamerkan pada acara Deklarasi Menuju Kawasan Rendah Emisi Ubud, Selasa (17/9/2024). Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia
Stasiun isi ulang ini dikelola Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) dengan sistem sewa tempat kepada usaha penyedia baterai. Untuk memastikan nol emisi, sumber energi untuk isi ulang adalah panas matahari dari sejumlah panel surya di atap stasiun.
Tak hanya pengelolaan stasiun isi ulang, Bumdes juga sudah mempersiapkan bengkel konversi kendaraan dari bahan bakar minyak ke listrik. Penyiapan ekosistem kendaraan listrik ini menuju gerakan motor listrik. “Masih jauh tapi berani melangkah. Diawali membuat kader motor listrik, membuat SK bagi pengguna sudah ada 250 unit, termasuk konversi 7-8 unit,” sebut Dwi.
Konversi kendaraan juga sudah diujicoba di kantor desa. Ia berharap langkah-langkah ini diikuti desa lain di Ubud. Camat Ubud Dewa Gede Pariyatna yang hadir juga dalam peluncuran ini mengatakan pihaknya sudah melihat upaya desa-desa untuk mengatasi masalah lingkungan. Ia mengatakan ini pilot project untuk desa-desa lain.
Nengah Suyarta, salah satu pengguna motor konversi mengatakan sudah menggunakan kendaraan listrik dua tahun. Dari hitungannya, biaya BBM sekitar Rp20 ribu, dan ini bisa menghabiskan lebih dari Rp8 juta dibanding investasi baterai dengan garansi tiga tahun. “Masalah konversi adalah infrastruktur masih minim seperti charging station,” katanya.
Ngurah Erlangga Bayu dari PT Bintang Terbarukan Indonesia (BTI), penyedia teknologi energi surya, salah satu pendamping desa untuk transisi energi ini menjelaskan, penggunaan teknologi akan dikaji 6 bulan untuk melihat apakah ada penurunan emisi. Proses kawasan rendah emisi di Desa Peliatan dimulai dari diskusi terfokus atau FGD dengan PLN untuk izin, bersama penyedia baterai, dan lainnya.
Menurutnya dengan adanya stasiun tukar baterai jarak tempuh kendaraan bisa tak terbatas. Siatem sewa baterai terisi (charging) ini seperti penukaran tabung LPG. Biaya sewa baterai terisi ini rata-rata Rp 300 ribu per bulan.
Target Ambisius Bali Nol Emisi 2045
Country Director WRI Indonesia, Nirarta Samadhi mengatakan upaya-upaya ini penting dilakukan karena Bali menargetkan nol emisi pada 2045, lebih ambisius dibanding secara nasional pada 2060.
Dengan skenario tidak melakukan apa-apa artinya tidak ada upaya penurunan emisi, akan ada 10 juta emisi atau ton CO2 yang harus ditangani pada 2045. Jika ingin emisi nol dan Bali berani menargetkan 2045 tersisa 2 juta ton emisi yang harus ditangani.
Kendaraan listrik dipilih sebagai opsi penurunan emisi karena emisi terbesar diproduksi dari sektor transportasi. “Ubud punya semangat sama, sudah ada kebijakan sehingga membantu prosesnya,” katanya.
Baca : Refleksi dari Monumen Kegagalan Proyek Energi Bersih di Bali
Peresmian stasiun isi ulang eneri listrik dan batere di Desa Peliatan, Ubud, Bali. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia
Ida Bagus Setiawan, Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Tenaga Kerja Provinsi Bali menyebut lebih dari 90% emisi di Bali dari sektor energi dan transportasi. Peningkatan emisi tak terbendung karena selama ini menganggap urusan energi hanya urusan pemerintah, sehingga tidak ada benang merah antara kebijakan dengan aktor di lapangan.
“Pergerakannya tidak masif. Wisata masih jadi prioritas. Dampaknya macet karena daya dukung lahan terbatas, setiap hari menghasilkan emisi tinggi,” ujarnya.
Kendaraan listrik dinilai cocok untuk wisata. Ia berharap strategi zero emission ini tak hanya deklarasi, juga perlu implementasi tiap kantor.
Deklarasi Menuju Kawasan Rendah Emisi Ubud memuat tujuh langkah yang akan diambil oleh pihak-pihak terkait di Kabupaten Gianyar, terutama di Ubud, untuk mengurangi emisi karbon dan menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan sehat, yaitu melalui pengurangan emisi, promosi energi terbarukan, transportasi berkelanjutan, pengelolaan sampah yang berkelanjutan, pendidikan dan kesadaran, kolaborasi dan dukungan, pengawasan dan evaluasi.
Skema yang ditawarkan di Desa Peliatan adalah dalam bentuk business to business, di mana BUMDes menyewakan lapak kepada penyedia baterai tukar dengan kontrak eksklusif 1 sampai 5 tahun. Selanjutnya, BUMDes bertugas untuk memastikan bahwa standar pelayanan minimum yang diberikan tetap sesuai dengan isi perjanjian kerjasama.
Dengan biaya pengadaan yang cukup terjangkau di rentang Rp150 juta-Rp 200 juta, dan estimasi omset setiap tahunnya yang bisa mencapai Rp 25-30 juta/tahun, maka payback period diproyeksikan berkisar 5-8 tahun. Hal ini bergantung pada nilai tarif sewa yang akan dipatok oleh otoritas pengelola, kondisi pasar dan lokasi yang strategis.
WRI Indonesia menilai, walau sudah ada upaya penguranan emisi, sejumlah tantangan yang dinilai bisa menghambat kemajuan menuju Bali Emisi Nol Bersih 2045 di antaranya kurangnya visibilitas inisiatif-inisiatif lokal, keterbatasan dukungan dari berbagai pemangku kepentingan, dan minimnya kolaborasi lintas sektor. Koalisi Bali Emisi Nol Bersih ini dirintis bersama Institute Essential Services for Reform (IESR), New Energy Nexus, dan CAST Foundation. (***)
Indonesia Dorong Kendaraan Listrik, Ketersediaan SPKLU Jadi Tantangan
Sumber: Mongabay.co.id