- Gunung Rinjani yang menjadi favorit pendakian wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara masih belum bebas dari sampah. Di jalur pendakian dan utamanya di lokasi pendirian tenda (camping ground) masih ditemukan sampah berserakan.
- Volume sampah yang dihasilkan dari Gunung Rinjani sebanding dengan jumlah kunjungan wisatawan. Pada Januari hingga Juli 2024, jumlah sampah yang dikumpulkan mencapai 12 ton. Masih kurangnya kesadaran pendaki membawa turun sampahnya.
- Sebagai salah satu site utama Geopark Rinjani, tata kelola sampah untuk mendukung pariwisata berkelanjutan menjadi bahan evaluasi status UNESCO Global Geopark
- Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) bersama Rinjani Lombok UNESCO Global Geopark meluncurkan program pendakian bebas sampah. Diharapkan Balai TNGR tegas memberikan denda pada pendaki yang tidak membawa turun sampahnya.
Sebagai salah satu destinasi pendakian favorit di tanah air, Gunung Rinjani memiliki tantangan kebersihan. Setiap tahun berton-ton sampah diturunkan dari gunung api ketinggian 3726 mdpl itu. Pada September 2024, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) dan Rinjani Lombok UNESCO Global Geopark meluncurkan program pendakian bebas sampah, dengan uji coba meminimalkan sampah yang dibawa pendaki.
Data Balai TNGR, dari kegiatan pembersihan gunung Rinjani dan sampah yang dibawa turun pendaki, terkumpul 12 ton sampah dari 6 jalur pendakian. Selain itu tercatat 339 kg sampah di destinasi non pendakian yang masuk kawasan Balai TNGR. Volume sampah yang terkumpul setiap tahun mengalami kenaikan seiring dengan kenaikan jumlah wisatawan.
“Kalau kita lihat datanya, seiring kenaikan jumlah pendaki, semakin banyak juga sampah yang ditimbulkan,’’ kata Kepala Balai TNGR Yarman dalam peluncuran pendakian bebas sampah, awal September di Sembalun, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Peluncuran dilakukan di Sembalun sebagai salah satu pintu pendakian gunung Rinjani dan geosite utama Geopark Rinjani. Jalur Sembalun menjadi jalur favorit karena pendaki bisa mengambil paket puncak Rinjani, Segara Anak, dan turun melalui jalur Torean yang dikenal dengan keindahan bentang alamnya. Karena banyaknya pendakian melalui Sembalun ini, Balai TNGR membuat regulasi kuota. Kuota ini dilakukan demi kenyamanan dan keamanan pendaki sendiri.
Baca : Pasca Gempa, Sistem Baru Pendakian Rinjani Bakal Berlakukan Kuota dan Monitoring. Seperti Apa?
- Advertisement -
Jalur pendakian Gunung Rinjani dan tempat wisata sekitarnya. Banyaknya jalur dan lokasi wisata menjadi tantangan tersendiri dalam mengelola sampah. Foto : Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia
Yarman mengakui kompleksitas permasalah di pendakian Gunung Rinjani. Ini berbeda misalnya dengan Taman Nasional Wasur, Papua, tempat Yarman bertugas sebelumnya. Baru tiga bulan bertugas sebagai kepala Balai TNGR, persoalan sampah ini menjadi salah satu isu utama.
Kompleksitas masalah di tata kelola sampah ini terjadi karena masih kurangnya kesadaran pendaki membawa turun sampahnya. Padahal saat registrasi mereka berkomitmen membawa turun. Saat yang sama jumlah petugas Balai TNGR masih kurang, tidak sebanding dengan jumlah pendaki harian yang bisa mencapai 1.000 orang. Padahal kuota pendaki hanya 700 orang per harinya.
Pendaki Gunung Rinjani berasal dari pendaki lokal (Lombok), wisatawan nusantara yang datang berbagai daerah di tanah air, dan pendaki asing. Selain itu Balai TNGR membuka peluang trekking organizer (TO) yang membuka usaha jasa pendakian Rinjani. Sulit membedakan kelompok mana yang meninggalkan sampah di sepanjang jalur maupun di tempat-tempat pendirian tenda (camping ground).
Kegiatan rutin yang dilakukan Balai TNGR selama ini adalah pembersihan gunung (clean up) secara rutin. Pembersihan itu untuk menurunkan sampah yang ditinggalkan pendaki di semua jalur. Setelah sampah dikumpulkan, akan digabung dengan sampah yang dibawa turun secara mandiri oleh pendaki.
Masalah baru muncul. Tempat pengolahan sampah cukup jauh dari pos-pos Balai TNGR. Pos Sembalun misalnya, jika ingin membawa sampah ke TPA Ijo Balit Lombok Timur jaraknya cukup jauh dan melewati jalan berkelok dan curam. Begitu juga di pos Torean dan pos Senaru Lombok Utara sangat jauh dari TPA di kabupaten itu.
“Ke depan kita berharap seluruh sampah yang dihasilkan bisa dikelola di tempat lebih optimal dengan mengajak peran serta kelompok masyarakat,’’ katanya.
Baca juga : Rinjani Harus Tetap Terjaga di Tengah Ramai Kunjungan Wisata
Jumlah volume sampah yang dihasilkan dari pendakian Gunung Rinjani dan sekitarnya kurun waktu Januari – Juli 2024. Foto : Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia
Uji Coba Pendakian Minim Sampah
General Manajer Rinjani Lombok UNESCO Global Geopark Mohamad Farid Zaini mengatakan, sebagai salah satu pendakian kelas dunia, sampah menjadi isu krusial di Rinjani. Sudah sering terpublikasi di media sosial para pendaki asing tentang kondisi kebersihan Gunung Rinjani. Bahkan tidak sedikit wisatawan asing itu membersihkan sampah yang tercecer secara sukarela. Kegiatan pembersihan gunung penting dilakukan. Selain memulihkan kondisi Gunung Rinjani, kegiatan clean up itu juga menjadi ajang sosialisasi pendakian bebas sampah.
“Langkah strategis yang paling penting kita lakukan, mengurangi volume potensi sampah. Karena itulah program pendakian bebas sampah ini kami lakukan,’’ katanya.
Sumber sampah dibersihkan dari bawah ketika belum mendaki. Sampah yang banyak ditinggalkan adalah sampah plastik berupa bungkus makanan, tisu basah. Dalam pendakian bebas sampah ini, bungkus makanan itu dilucuti. Semua bahan makanan dimasukkan dalam kotak makanan. Contoh sederhananya mie instan. Jika membawa 5 bungkus mie, semua mie dimasukkan dalam satu box. Semua bumbu dimasukkan dalam wadah sesuai dengan jenis bumbu. Ketika akan memasak, tidak ada lagi sampah plastik sisa pembungkus mie dan pembungkus bumbu yang tertinggal.
“Langkah kecil tapi berdampak besar. Jika pun ada masih sampah yang terbawa,volumenya bisa dikurangi dan lebih mudah mengontrolnya,’’ katanya.
Dalam ujicoba pendakian bebas sampah ini, Balai TNGR dan Geopark Rinjani mengundang praktisi zero waste travelling, Siska Nirmala, dari Bandung, Jawa Barat. Siska selama ini dikenal sebagai pegiat alam bebas yang aktif mengkampanyekan liburan bebas sampah. Bertahun-tahun Siska mencoba berpetualang dengan tidak membawa sampah.
Baca juga : Pendakian Rinjani Dibuka, Bagaimana Soal Mitigasi Bencana?
Ketua Pemandu Geowisata Indonesia (PGWI) Rinjani Imam Firmansyah dan pegiat zero waste travelling Siska Nirmala mengecek bahan makanan berpotensi sampah sebelum melakukan pendakian. Foto : Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia
Dalam kesempatan diskusi dengan para pelaku wisata dan pegiat wisata pendakian di Sembalun, Siska berbagi tips mengemas perlengkapan dengan minim sampah. Siska menunjukkan perlengkapan yang dia bawa sama dengan perlengkapan pendaki umumnya. Hanya saja untuk bahan makanan, Siska sudah melucuti semua bahan plastik. Dia mengemas dalam wadah yang bisa digunakan berkali-kali.
“Awalnya kelihatan repot, tapi nantinya akan terbiasa,’’ katanya.
Siska menekankan bahwa zero waste travelling itu sebagai bentuk pertanggungjawaban moral para pegiat alam bebas terhadap alam. Berbagai destinasi wisata selama ini sering viral karena dipenuhi sampah. Jangan sampai keindahan destinasi wisata rusak karena ulah para wisatawan.
“Saya melakukan ini karena dulu prihatin melihat banyak sampah di Rinjani,’’ katanya.
Menindak Tegas Pendaki Nakal
Pada tahun 2024, Geopark Rinjani akan dinilai kembali kelayakannya oleh asesor. Ini kali kedua bagi Geopark Rinjani untuk membuktikan diri masih layak menyandang UNESCO Global Geopark. Pada revalidasi sebelumnya tahun 2022, Geopark Rinjani bisa mempertahankan status dengan mendapatkan kartu hijau. Salah satu isu krusial dalam revalidasi itu adalah persoalan sampah. Bukan semata sampah di Gunung Rinjani yang menjadi site utama, tapi tata kelola sampah di semua destinasi kawasan Geopark Rinjani.
Manajer Geowisata dan Trekking Rinjani Lombok UNESCO Global Geopark Lalu Ramli mengatakan, persoalan sampah di Gunung Rinjani kerap viral karena status Rinjani sebagai pendakian terbaik. Banyak wisatawan mancanegara yang mendaki Rinjani. Mereka kerap membagikan pengalaman mereka ketika mendaki Rinjani.
Menurut Ramli, masalah yang terjadi di Gunung Rinjani saat ini bisa menjadi pelajaran di destinasi lainnya. Ketika destinasi wisata ramai kunjungan, akan diikuti dengan banyaknya sampah yang dihasilkan.
“Manajemen pengelolaan sampah harus dipikirkan jauh hari sebelum destinasi itu ramai,’’ katanya.
Baca juga : Penetapan Geopark, Pemerintah Harus Lebih Baik Mengelola Gunung Rinjani
Aktivitas di tepi Danau Segara Anak, kawasan Gunung Rinjani adalah berkemah dan memancing. Lokasi ini sering mendapat sorotan karena banyak pendaki meninggalkan sampahnya. Foto : Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia
Ramli yang mulai mendaki sejak tahun 1990-an menuturkan, dulu pendaki di Gunung Rinjani masih sedikit. Para pendaki pun terbatas pada pecinta alam, yang sudah mendapat bekal pendidikan konservasi. Kesadaran mereka tinggi, selalu membawa pulang sampah yang dibawa mendaki.
Saat ini para pendaki berasal dari berbagai latar belakang. Jumlah pendaki pun semakin banyak. Dari dari Januari sampai Juli 2024 ini, jumlah pendaki Gunung Rinjani mencapai 48.403 orang. Sementara jumlah pengunjung di luar pendakian Gunung Rinjani mencapai 52.247 orang.
“Ini belum dihitung para pendaki di berbagi bukit yang ada di Sembalun, dan destinasi-destinasi wisata lainnya,’’ katanya.
Iwan Santoso dari pengelola pendakian Gunung Kembang, Wonosobo, Jawa Tengah hadir dalam kegiatan di Gunung Rinjani ini. Dia bebagi pengalaman mengelola pendakian nol sampah di Gunung Kembang. Salah satu kunci keberhasilan adalah ketegasan dari pengelola.
Di Gunung Kembang para pendaki wajib menghitung sampah yang dibawa naik, begitu juga ketika turun harus dihitung kembali. Jika ada sampah yang masih tertinggal pilihannya mencari kembali atau dikenakan denda Rp 1.200.000 per item. Awalnya banyak yang meremehkan dan protes. Tapi setelah berlangsung cukup lama, akhirnya para pendaki yang tidak mau membawa sampah, mempreteli potensi sampah sebelum mendaki.
“Intinya konsisten dan tegas dengan aturan yang dibuat,’’ katanya.
Seorang pendaki perempuan berdiri di atas puncak Gunung Rinjani. Untuk mencapai puncak melalui pintu pendakian Sembalun Lombok Timur, membutuhkan waktu 13-15 jam, tergantu kekuatan ke kecepatan. Foto: Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia
Gunung Rinjani yang berstatus UNESCO Global Geopark dan salah satu pendakian terbaik di Indonesia tentu akan mendapat dukungan publik jika menerapkan aturan itu. Pengelola pendakian dalam hal ini Balai TNGR sudah saatnya menerapkan aturan mengenakan denda bagi pendaki yang tidak membawa turun sampahnya. Kemungkinan ada pro kontra itu tidak berlangsung lama.
“Lama kelamaan nanti pendaki yang akan terbiasa,’’ pungkasnya. (***)
Mongabay Travel : Rinjani dan Mimpi Taman Bumi
Sumber: Mongabay.co.id