- Pada 7 September lalu merupakan setahun peringatan tragedi bentrok masyarakat Pulau Rempang dengan 1.000 personil tim gabungan yang datang untuk pengosongan pemukiman untuk proyek trategis nasional, Rempang Eco City.
- Masyarakat Pulau Rempang menggelar berbagai kegiatan budaya, mulai ziarah ke makam tua. Sudah setahun berlalu, tetapi dari kejadian itu belum ada pihak berwenang bertanggung jawab, sebaliknya, dari masyarakat ada yang kena bui.
- Sedangkan pemerintah ingin terus melanjutkan PSN Rempang Eco City. Regulasi PSN Rempang sudah rampung semua. Susiwijono Moegiarso, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, menegaskan, PSN Rempang Eco City akan berlanjut.
- Boy Even Sembiring, Direktur Eksekutif Walhi Riau, satu-satunya cara memulihkan keadilan dari sisi masyarakat yaitu membatalkan PSN Rempang Eco City. Kemudian diikuti proses-proses pengakuan hak masyarakat adat dan pemulihan hak hak atas tanahnya.
- Advertisement -
Tetua adat orang Rempang berziarah ke hutan Lubuk Lanjut, di Kampung Tua Pasir Panjang, Pulau Rempang, 6 September lalu. Menurut warga, hutan ini merupakan kampung tua tempat makam nenek moyang orang Rempang.
Pohon ara menjulang tinggi menjadi titik tujuan. Di bawah pohon bernama latin Ficus carica terdapat belasan makam yang ditandai dengan batu nisan di kaki dan kepala kuburan. Bahkan makam terdapat di antara akar-akar pohon dengan tipe pohon akar gantung itu.
“Ini membuktikan, makam orang tua kami ini sudah ada sebelum pohon are ini tumbuh besar, jadi bohong itu yang bilang Pulau Rempang, pulau kosong,” kata Muhammad Sani, tetua Rempang.
Ziarah ini sebagai peringatan satu tahun tragedi Rempang. Warga berziarah mendoakan nenek moyang mereka, dan meminta para leluhur membantu menjaga kampung.
Kayu Are yang terdapat di hutan Lubuk Lanjut, Pulau Rempang, Kota Batam. Foto: Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia
Sambil melafalkan doa, Sani perlahan menyiram setiap makam dengan air di teko. Setelah itu mereka duduk bersila.
Sesekali dia berujar agar kampung tua orang Rempang tidak terampas untuk kepentingan proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco City.
“Kami minta jangan sampai 16 kampung tua di Rempang digusur, ini peninggalan kerajaan Riau Lingga,” kata Sani disambut ucapan amin warga lain yang ikut.
“Kalau disebutkan pepatah Melayu, terpancang amanah, bersauh marwah, inilah [makam nenek moyang] pancang kita. Jadi kita anak cucu wajib menjaga,” katanya.
Miswadi, warga Rempang mengatakan, ziarah kubur ini pembuka peringatan tragedi 7 September 2023 di Jembatan IV Pulau Rempang.
Masih jelas dalam ingatan Wadi, warga menghadang ribuan aparat yang ingin masuk kampung untuk pengukuran lahan.
Warga berdoa di Jembatan 4 Barelang, Batam Sabtu, 7 September 2024. Foto: Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia
Bentrokan terjadi, aparat menembakan peluru karet hingga gas air mata. Tidak hanya warga yang menolak menjadi korban, siswa sekolah dekat lokasi kejadian juga jatuh pingsan akibat gas air mata. Selain itu, tujuh warga Rempang ditangkap dan msuk bui.
“Tidak hanya ditangkap juga diseret dan dipijak, begitu sadisnya kejadian waktu itu. Kami akan mengenang setiap tahun,” katanya.
Tak hanya ziarah di makam tua, 7 September, warga Pulau Rempang menggelar berbagai acara. Mulai tabur bunga di lokasi penggusuran Rempang sampai pembacaan sumpah. Setelah itu, warga menggelar shalat hajat di Lapangan Sembulang Hulu.
Warga berdoa agar dapat kekuatan untuk tegar berjuang menjaga kampung Rempang. Acara lanjut orasi, dan penambilan beberapa tari hingga puisi.
Siti Hawa, perempuan Rempang juga ikut berorasi. Dalam usia senjanya, dia menyemangati warga Rempang agar mempertahankan kampung halaman.
“Nenek terus berjuang, karena banyak yang berjuang bersama kite,” kata Siti hawa diiringi teriakan “hidup bangsa Melayu,”
Hadir juga tokoh masyarakat Rempang, Gerisman Ahmad. Dia bilang, tidak ada guna anak cucu bergelar tinggi kalau kampung tidak ada.
“Tidak ada marwah Melayu kalau kampungnya hilang. Tidak ada itu sarjana, magister kalau kampungnya hilang, itu bodoh semua,” katanya diiringi teriakan “tolak relokasi.”
Setelah orasi tidak lupa warga membacakan “Sumpah Masyarakat Rempang”.
“Sumpah Rakyat Rempang Galang. Kami rakyat Rempang Galang bersumpah, Bertanah air satu, tanah air tanpa penindasan. Berbangsa satu, bangsa yang gandrung akan keadilan. Berbahasa satu, bahasa tolak relokasi”. Begitu bait sumpah mereka teriakkan menggema di langit Rempang.
“Masyarakat tidak sendiri. Kita akan berjuang bersama untuk menggapai keadilan,” kata Andri Alatas, Direktur YLBHI-LBH Pekanbaru.
Boy Even Sembiring, Direktur Eksekutif Walhi Riau melihat, tidak ada komitmen serius negara minta maaf atas pelanggaran di Jembatan 4 Rempang. “Tidak ada upaya serius menghukum mereka yang memperlihatkan trend buruk negara kita menghargai HAM dan menghormati masyarakat adat,” kata Boy.
Dia bilang, dari lapangan minim warga setuju proyek ini. Apalagi, ada indikasi pemalsuan data. Ini seharusnyan jadi refleksi kuat bagi negara pemulihan hak masyarakat adat Rempang,” katanya.
Proyek lanjut?
Sedangkan pemerintah ingin terus melanjutkan PSN Rempang Eco City. Beberapa pekan lalu saat berkunjung ke Batam, Airlangga Hartanto, Menteri Koordinator dan Perekonomian mengatakan, regulasi PSN Rempang sudah rampung semua. “Hampir semua regulasi sudah diperbaharui, harapannya segera bisa direalisasikan,” katanya kepada awak media.
Susiwijono Moegiarso, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, menegaskan, PSN Rempang Eco City akan berlanjut.
Pemindahan warga yang menerima PSN ke rumah relokasi di Kampung Tanjung Banun, mulai awal September. “Yang jelas 1 September sudah ada yang relokasi, kita akan kawal betul, walaupun [yang direlokasi] sedikit,” katanya.
Terkait masih banyak warga menolak relokasi, Susiwijono beralasan, setiap proyek pembangunan memiliki eksternalitas negatif. Meski begitu, pemindahan warga ke rumah relokasi terus jalan demi membuktikan pemerintah menyiapkan sesuatu dengan baik.
Dari pantauan Mongabay, sampai 7 September 2024, belum ada warga pindah ke rumah relokasi.
Ariastuty Sirait, Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol BP Batam, dalam siaran pers 7 September lalu mengatakan, relokasi belum jalan lantaran BP Batam masih berkoordinasi dengan KATR-BPN terkait penyerahan surat hak milik (SHM) kepada warga yang menerima relokasi.
“Kami terus berkoordinasi dengan seluruh pihak yang berkompeten. Semoga seluruh proses bisa berjalan sesuai harapan.”
Menurut Boy, satu-satunya cara memulihkan keadilan dari sisi masyarakat yaitu membatalkan PSN Rempang Eco City. “Tentu diikuti proses-proses pengakuan hak masyarakat, identitas masyarakat sebagai masyarakat adat, pemulihan hak hak atas tanahnya.”
Tetua masyarakat Rempang berdoa saat ziarah di pemakaman tua di Lubuk Lanjut, Kampung Pasir Panjang.-Foto: Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia
*****
Kala Proyek Rempang Eco-city Melaju, Warga Menolak Berhadapan dengan Aparat
Sumber: Mongabay.co.id