- Kecintaan Misdi pada hutan Leuser dan orangutan sumatera tidak perlu diragukan.
- Misdi banyak belajar dari peneliti yang melakukan riset di Stasiun Penelitian Ketambe, termasuk dari Sri Suci Utami Atmoko, ahli orangutan di Indonesia.
- Saat ini, Misdi bekerja sebagai staf pengajar di Program Studi Luar Kampus Utama [PSDKU] Universitas Syiah Kuala, Gayo Lues, Provinsi Aceh.
- Kita sangat butuh anak muda seperti Misdi di Aceh. Anak muda yang paham hutan dan ahlinya orangutan sumatera.
Kecintaan Misdi pada hutan Leuser dan orangutan sumatera tidak perlu diragukan. Lelaki kelahiran 1988 ini merupakan warga Desa Ketambe, Kecamatan Ketambe, Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Aceh, yang letaknya berbatasan langsung dengan Taman Nasional Gunung Leuser [TNGL].
Ketambe merupakan daerah tujuan wisata alam. Di wilayah ini, pada 1971 didirikan Stasiun Riset Ketambe. Banyak peneliti yang melakukan riset, termasuk Dr. Sri Suci Utami Atmoko, ahli orangutan di Indonesia.
Misdi banyak belajar dari Dosen Universitas Nasional [Unas] itu, sejak awal pertemuan pada 2006. Awalnya, dia hanya menjadi staf peneliti, kemudian naik pangkat menjadi asisten peneliti, hingga melakukan riset bareng.
Bergaul dengan peneliti, membawa nilai positif bagi Misdi. Pada 2009, setelah tiga tahun tanpa kegiatan, dia kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Kehutanan [STIK] Banda Aceh. Setelah wisuda, Misdi bekerja di Stasiun Penelitian Tuanan, Kalimantan Tengah. Setahun kemudian, dia melanjutkan pendidikan pascasarjana di Unas, Jakarta.
Saat ini, Misdi bekerja sebagai staf pengajar di Program Studi Luar Kampus Utama [PSDKU] Universitas Syiah Kuala, Gayo Lues, Provinsi Aceh.
- Advertisement -
Suci Utami menilai, Misdi merupakan anak muda luar biasa dengan pikiran jangka panjang. Berasal dari keluarga sederhana, tidak membuatnya kalah dengan keadaan.
“Keinginan belajarnya tinggi. Semangatnya tidak pernah hilang,” jelasnya, Selasa, [10/9/2024].
Sejak penelitian di Ketambe, Suci terus mendorong Misdi untuk maju.
“Kita sangat butuh anak muda seperti Misdi di Aceh. Anak muda yang paham hutan dan ahlinya orangutan sumatera,” paparnya.
Berikut wawancara Mongabay dengan Misdi, Jumat [23/8/2024], terkait kecintaannya pada orangutan sumatera.
Baca: Ketambe, Desa yang Bersahabat dengan Orangutan Sumatera
Misdi yang cinta pada hutan Leuser dan orangutan sumatera. Foto: Dok. Misdi
Mongabay: Sejak kapan anda tertarik meneliti orangutan sumatera?
Misdi: Sejak kecil, dikarenakan desa saya, Ketambe, dikelilingi hutan alam yang memiliki keanekaragaman satwa liar. Sejak kecil, saya sering melihat kedih, monyet ekor panjang, beruk, dan siamang.
Untuk orangutan sumatera kami menyebutnya mawas. Hal luar biasa, melihatnya langsung di hutan karena keunikannya.
Banyak peneliti lokal maupun asing ingin melihat dan melakukan riset orangutan. Faktor ini yang membuat saya semakin ingin tahu, tentang satwa pintar tersebut.
Mongabay: Apa yang menarik dari orangutan?
Misdi: Orangutan memiliki kemampuan beradaptasi dengan baik dan kecerdasan yang tinggi. Orangutan bisa menggunakan alat, memecahkan masalah, memiliki kemampuan belajar dan memori luar biasa.
Secara genetik, orangutan seperti manusia, yaitu memiliki sekitar 97% DNA yang sama. Ini membuat mereka menjadi model penting untuk memahami evolusi manusia dan perilaku primata.
Orangutan hanya ditemukan di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Habitat mereka berupa hutan hujan tropis, merupakan ekosistem yang kaya hayati. Orangutan memiliki peran penting sebagai penebar biji yang penting untuk meregenerasi hutan.
Orangutan juga dikenal memiliki kehidupan sosial yang kompleks, meskipun lebih soliter dibandingkan kera besar lainnya. Mereka juga menunjukkan berbagai emosi yang mirip manusia, seperti kasih sayang dan kesedihan.
Foto: Orangutan Sumatera yang Nyaman di Stasiun Riset Ketambe
Misdi yang selalu bersemangat memepelajari kehidupan orangutan sumatera. Foto: Dok. Misdi
Mongabay: Bagaimana kondisi orangutan sumatera saat ini?
Misdi: Orangutan sumatera [Pongo abelii] adalah spesies yang sangat terancam punah, dengan populasi yang menurun akibat deforestasi, perburuan liar, dan perdagangan ilegal. Bayi orangutan jadi target perburuan untuk dijual dan dijadikan hewan peliharaan.
Seiring menyempitnya habitat, orangutan sering kali keluar dari hutan dan memasuki wilayah pertanian, yang memicu konflik dengan manusia. Hal ini sering berakhir dengan kematian orangutan atau penangkapan.
Upaya konservasi menjadi sangat penting, agar kehidupan mereka bebas dari segala gangguan. Tentunya, butuh komitmen kuat semua pihak untuk melindungi kehidupan orangutan dan habitatnya di Leuser.
Mongabay: Apa yang harus dilakukan agar orangutan tetap aman di habitatnya?
Misdi: Penegakan hukum harus memberikan efek jera bagi pelaku yang merusak habitat orangutan. Juga, para pemburu dan pedagang orangutan yang sejauh ini masih berkeliaran.
Hal yang mendesak dilakukan adalah patroli untuk pengamanan habitat beserta edukasi kepada generasi muda dan masyarakat luas.
Baca: Berbagi Ruang Hidup dengan Orangutan di Stasiun Penelitian Ketambe
Orangutan sumatera betina di hutan Ketambe. Foto: Misdi
Mongabay: Bagaimana warga Ketambe mendapatkan manfaat dari kelestarian orangutan?
Misdi: Masyarakat Ketambe sudah turun-temurun hidup berdampingan dan harmonis dengan orangutan. Warga paham bahwa orangutan merupakan satwa dilindungi yang memberi banyak manfaat.
Jika orangutan masuk kebun, mereka menghalau dengan cara wajar seperti membuat suara tepuk tangan atau memukul benda yang menghasilkan suara keras.
Kelestarian orangutan sangat dijaga masyarakat. Orangutan juga menjadi daya tarik utama wisatawan sehingga pengelola homestay dan pemandu wisata punya pendapatan dari kegiatan ini.
Selain itu, banyak pemuda Ketambe menjadi staf peneliti orangutan di stasiun riset, bekerja di lembaga swadaya masyarakat [LSM] dan lembaga pemerintah yang ada kaitanya dengan hutan dan satwa.
Hubungan yang baik dengan orangutan, membuat banyak anak muda Ketambe dapat melanjutkan sekolah. Mereka mendapatkan beasiswa dari pemerintah maupun LSM karena peduli orangutan sumatera.
Di Ketambe, saya punya kelompok bernama Komunitas Konservasi dan Edukasi Ketambe (KKEK) yang bergerak di bidang edukasi dan konservasi alam.
Fokus kami adalah mengedukasi generasi muda, terutama siswa SD, SMP, SMA serta para petani di sekitar hutan. Kami juga melakukan penanaman pohon di kawasan rawan banjir atau longsor, hulu sungai, dan areal yang rusak.
Baca juga: Akar Kuning Digunakan Orangutan untuk Obati Luka
Hutan Ketambe yang merupakan habitat orangutan sumatera. Foto drone: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia
Mongabay: Harapan Anda terhadap kelestarian orangutan sumatera?
Misdi: Melindungi dan memulihkan habitat alami orangutan dari kegiatan deforestasi dan perubahan fungsi lahan adalah harapan besar saya. Tindakan tegas terhadap perburuan dan perdagangan orangutan, juga harus menjadi prioritas.
Selain itu, semua pihak harus mendukung kegiatan konservasi dan penelitian orangutan serta menjaga hubungan dengan komunitas lokal yang hidup berdampingan dengan orangutan.
Dengan kombinasi tersebut, diharapkan populasi orangutan akan baik-baik saja di masa mendatang.
Sri Suci Utami Atmoko, Sang Konservasionis Orangutan Sejati
Sumber: Mongabay.co.id