- Pulau Bali terbentuk dari tumpukan gunung api, bagian dari ring of fire kepulauan Indonesia dengan potensi letusan gunung api masih ada hingga saat ini.
- Upaya meningkatkan kewaspadaan rawan bencana dilakukan melalui perjalanan geotour atau geotrail.
- Kawasan geopark Batur kini makin padat aktivitas wisata dengan berbagai model sarana seperti akomodasi, restoran, cafe, glamping, dan lainnya. Hal ini membuat risiko kerentanan bencana makin tinggi.
- Kawasan Gunung Batur yang indah justru seringkali membuat pengunjung lupa akan risiko bencana yang mengintai.
Ratusan turis sudah memenuhi belasan cafe-cafe kopi mewah di atas bebukitan Kintamani, Bali, sejak pagi pada hari Minggu lalu. Pembangunan cafe baru juga berderap kencang, membuat bangunan beton bertingkat dari pondasi tanah dengan kemiringan terjal. Bahkan makin mendekat ke lanskap gunung dan danau Batur.
Satu hal yang luput dari perhatian turis adalah mereka ngopi cantik di kawasan rawan bencana. Keindahan kawasan kaldera Gunung Batur ini memang mudah menurunkan kesadaran mitigasi bencana.
Bagaimana menggugah kesadaran pengunjung, pengusaha, dan warga sekitar kawasan ini sambil jalan-jalan? Salah satu upaya adalah tur geotrail yang difasilitasi geolog.
Oka Agastya, pemandu geotour Batur mengajak memulai perjalanan menelusuri jejak letusan Gunung Batur dari area black lava. Salah satu titik geosite yang menjadi salah satu lokasi menikmati sunrise, pemotretan pre wedding, dan tur jeep.
Area ini bersejarah karena bagian dari pemukiman Desa Batur lama yang terkubur akibat letusan gunung Batur. Letusan pada 1921 berlanjut 1926 memaksa warga Batur yang terdampak naik ke area lebih tinggi, pusat Desa Batur, Kintamani saat ini. Tak hanya mengungsi di Kintamani, ada juga yang mengungsi ke desa lain seperti Bayung Gede.
Baca : Eksplorasi Di Titik Terbaik Lanskap Gunung dan Danau Batur
- Advertisement -
Pembangunan cafe-cafe di dinding luar kaldera Gunung Batur. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia
Gunung Api di Bali
Oka memulai kisah terbentuknya Pulau Bali dari busur magmatik, sekitar 15 juta tahun lalu terbentuk dari subduksi lempeng atau megatrust. Ada lempeng samudera dan lempeng pulau.
Para peneliti meyakini bumi selalu berusaha menyeimbangkan dirinya. Proses subduksi lempeng ini mempengaruhi terbentuknya ring of fire dari Pasifik. Indonesia memiliki sekitar 130-an gunung api aktif, salah satu negara terbanyak.
Demikian juga Pulau Bali, sebuah pulau yang lahir dari aktivitas gunung api, ada yang masih aktif dan sudah mati, kemudian tertumpuk. Gunung api yang masih aktif adalah Gunung Batur, Agung, dan Batukaru. Sebelumnya diyakini ada sejumlah gunung lain seperti Lempuyang dan gunung lain di barat Bali.
Apakah bisa ada gunung api baru? Oka menyebut bisa selama ada gempa dan subduksi lempeng ada kemungkinan munculnya magma karena bumi mencari keseimbangan. Aktivitas susunan tektonik juga mengangkat laut jadi daratan. Tak heran masih mudah ditemukan karang-karang mati di daratan Pulau Nusa Penida, kawasan Nusa Dua, dan Pulau Menjangan.
Gunung Batur memiliki sedikitnya tiga kawah dari sejumlah letusan. Kawah ini terlihat jelas dari sejumlah geosite. Letusannya tak pernah di satu titik, namun menyamping sehingga memunculkan kawah-kawah baru. Berbeda dengan Gunung Agung.
Gunung Agung dan Batur juga diyakini sebagai gunung bersaudara karena berbagi magma yang sama. Ketika Gunung Agung erupsi pada 2017, warga menghaturkan sesajen dan berdoa di sekitar Gunung Batur untuk memohon keselamatan.
Hal yang unik dari Batur, gunung ini termasuk multi kaldera. Salah satu yang sudah diteliti adalah bebatuan yang diyakini jejak letusan sekitar 29 ribu tahun lalu. Dari kaldera muncul gunung baru. “Sekarang fase membangun lagi, kalau meletus akan membentuk kaldera baru. Inilah yang menjadikan Batur sebagai kawasan geopark. Kaldera dalam kaldera,” kata Oka.
Dari bebatuan vulkanik yang bertumpuk membentuk black lava, terlihat beberapa bagian yang menunjukkan perubahan seperti bebatuan yang sudah teroksidasi menjadi serpihan kemerahan. Di area inilah muncul tanaman muda karena menjadi tanah subur dan membuat ekosistem baru.
Baca juga : Belajar tentang Gunung Berapi di Museum Vulkanologi Kintamani
Aktivitas geotour atau geo trail mempelajari jejak peradaban Gunung Batur. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia
Batuan vulkanik yang teroksidasi jadi kemerahan dan mineralnya berkurang ini mendorong tanaman bisa tumbuh. “Penambangan batu bisa merusak proses ekosistem misalnya harusnya terlapuk tapi hilang,” sebut Oka mengingat penambangan batu vulkanik untuk bahan bangunan terutama sebelum ditetapkan sebagai geopark.
Peneliti juga memperkirakan titik lokasi kawasan pemukiman lama sebelum erupsi yang mengubur desa. Tak hanya dari meneliti bebatuannya juga dari dokumentasi sejarah seperti foto. Misalnya sebuah foto dari arsip museum di Belanda menunjukkan gerbang Pura Batur lama yang sangat tinggi dan setelah terkubur letusan erupsi 1905.
Kawasan Rawan Bencana
Ekspedisi geotrail ini menunjukkan kawasan Batur ini masih rentan bencana, tak hanya karena gunung yang masih aktif namun kawasan kaldera juga rentan longsor. Buktinya, ketika patahan gempa muncul di Desa Ban, Karangasem, berdampak besar pada warga sekitar Batur yang terkena longsoran bukit. Sejumlah warga meninggal karena rumahnya terkubur.
Risiko bencana makin meningkat karena kawasan Kintamani makin banyak diserbu bangunan akomodasi dan fasilitas wisata baru. Memanfaatkan tebing terjal untuk mengakses lanskap atau membuat sarana wisata di kawasan geopark.
Oka menilai sulit menilai carrying capasity di zona geopark karena pengembangan sarana wisata sporadis. Upaya menjadikan kawasan perlindungan dan taman wisata alam tak bisa mengontrol alih fungsi.
Sebuah peta kawasan rawan bencana (KRB) di google maps yang mudah diakses menunjukkan zona dan jalur evakuasi. Dari KRB I-III nampak jelas, seluruh titik sarana wisata termasuk KRB. Peringatan rawan bencana dan mitigasinya untuk pengunjung tak banyak terlihat di sekitar kawasan.
Sementara aktivitas warga makin tinggi, tak hanya di bidang wisata juga di lahan-lahan pertanian. Bahkan sejumlah lahan pertanian seperti sayur, cabai, dan tomat di kaki bebukitan dan kawasan kemiringan yang rentan longsor. Kerentanan bertambah dengan aktivitas penambangan pasir dan tanah di bukit-bukit.
Gunung Batur melontarkan lava dan abu, bukan lahar dingin seperti Gunung Agung. Namun karena kawasan ini seperti mangkok raksasa, ada juga potensi banjir saat hujan deras.
Baca juga : Merangkai Sejarah Toba: Erupsi Vulkanik Purba, Hikayat Rakyat, hingga Geopark Dunia
Lanskap Gunung dan Danau Batur dari salah satu toko di dinding kaldera Gunung Batur, Kintamani, Bali. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia
Ancaman Bencana di Bali
Sebelumnya, di kesempatan berbeda, Kepala Pelaksana (Kalaksa) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bali I Made Rentin mengatakan bahwa investor dan pengembang wajib memberikan dokumen analisa risiko bencana pada Kawasan Rawan Bencana yang akan mereka garap. Termasuk usaha-usaha di KRB Kintamani.
Dalam Perda Penanggulangan Bencana Daerah Bali tercantum Peta Rawan Bencana. Peta itu berisi ancaman bencana yang terdiri erupsi gunung berapi; gempa bumi; tsunami; kebakaran hutan dan lahan (karhutla); dan lainnya. Namun regulasi ini masih membuka peluang membuat usaha di KRB.
Syarat yang perlu dipenuhi diantarannya dapat mengendalikan bencana dengan teknologi yang tepat, dapat mencegah kerugian bagi masyarakat atau yang berpotensi terkena dampak, dan dapat mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.
Batur UNESCO Global Geopark terletak di timur laut Bali, tujuan wisata internasional paling populer di Indonesia. Meliputi area seluas 370,5 km2, pada ketinggian 920-2152 mdpl, dinding kaldera luar mengelilingi dinding kaldera dalam, Gunung Batur dan danau. Sebagian besar Taman Wisata Alam Gunung Batur dan Bukit Payang, merupakan kawasan hutan lindung yang termasuk dalam kawasan UNESCO Global Geopark.
Batur UNESCO Global Geopark mencakup dua kaldera vulkanik dan menyajikan lanskap vulkanik lengkap dengan dinding kaldera, kerucut dan kawah, fenomena panas bumi (fumarol, mata air panas), danau, aliran lava, aliran piroklastik, dan tefra. Dua letusan dahsyat yang terjadi 29.000 tahun dan 20.000 tahun yang lalu menghasilkan kaldera luar (tua) dan kaldera dalam (muda), masing-masing, dari mana pemandangan lanskap megah berasal.
Antara tahun 1804 dan 2000, Gunung Batur meletus sedikitnya 22 kali dan membentuk gunung api strato yang merupakan salah satu dari 127 gunung api aktif di Indonesia, dan komponen penting dari “cincin api” Pasifik. Fenomena kaldera ganda dengan danau vulkanik berbentuk bulan sabit (panjang 7 km, lebar 1,5 km) dan terletak 1.031 m di atas permukaan laut itu disebut sebagai kaldera terhalus di dunia.
Keunikan geologi daerah yang berasal dari gunung berapi, flora dan fauna endemik, dan budaya asli yang dimotivasi oleh agama Hindu Bali merupakan kombinasi sempurna dari berbagai warisan Bumi.
Dalam laman organisasi Globalgeopark, disebutkan Geopark Global UNESCO mewilayahi 15 desa yang terletak di Kecamatan Kintamani. Melalui Batur UNESCO Global Geopark, kawasan geosites menjadi objek konservasi, edukasi, dan pertumbuhan ekonomi lokal diharapkan melalui pariwisata berkelanjutan. Salah satu cara mudah mengenali kawasan ini di Museum Gunung Api Batur, yang telah berkembang menjadi Museum Batur UNESCO Global Geopark. (***)
Mongabay Travel : Rinjani dan Mimpi Taman Bumi
Sumber: Mongabay.co.id