- Sungguh ironi. Ilham Mahmudi dan Taufik, pejuang lingkungan di Kwala Langkat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, dinyatakan bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri [PN] Stabat, Sumatera Utara [Sumut], karena menolak hutan mangrove dijadikan kebun sawit.
- Ilham dan Taufik dihukum pidana percobaan empat bulan. Jika dalam waktu tersebut keduanya tidak melakukan tindak pidana serupa atau yang lain, mereka tidak diwajibkan menjalankan hukuman badan. Namun, jika keduanya melanggar, maka harus menjalani hukuman dua bulan penjara.
- Majelis Hakim dianggap tidak mempertimbangkan nota pembelaan para terdakwa yang melampirkan keterangan dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Sumatera Utara. Bukti yang menunjukkan bahwa tempat pendirian gubuk yang dirubuhkan Ilham berada di kawasan hutan lindung.
- Rianda Purba, Direktur Eksekutif Daerah Walhi Sumut menjelaskan, penangkapan warga Desa Kwala Langkat, menggambarkan adanya ketimpangan penegakan hukum.
Sungguh ironi.
Ilham Mahmudi dan Taufik, pejuang lingkungan di Kwala Langkat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, dinyatakan bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri [PN] Stabat, Sumatera Utara [Sumut], karena menolak hutan mangrove dijadikan kebun sawit.
Hakim Ketua Zia Ul Jannah Idris bersama Hakim Anggota Dicki Irvandi dan Cakra Tona Parhusip, dalam persidangan Kamis [5/9/2024], menyatakan para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 170 Ayat 1 atau Pasal 406 Ayat 1 KUHPidana.
Ilham dan Taufik dihukum pidana percobaan empat bulan. Jika dalam waktu tersebut keduanya tidak melakukan tindak pidana serupa atau yang lain, mereka tidak diwajibkan menjalankan hukuman badan. Namun, jika keduanya melanggar, maka harus menjalani hukuman dua bulan penjara.
Menurut hakim, hal yang memberatkan para terdakwa adalah mereka merubuhkan gubuk yang diklaim milik para pengusaha sawit. Perbuatan main hakim sendiri itu dilarang dan melanggar hukum.
- Advertisement -
Sementara, hal yang meringankan adalah Ilham dan Taufik menjaga lingkungan yang bersih dan sehat. Hal ini berdasarkan Pasal 66 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup [PPLH], serta Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup.
“Para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, sehingga dihukum percobaan empat bulan dan denda Rp5.000,” ucap Zia Ul Jannah dan memerintahkan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Stabat, Jimmy Carter, melepaskan Ilham dan Taufik setelah vonis dibacakan.
Baca: Jaga Hutan Mangrove Tak jadi Sawit, Ilham Ditangkap Polisi
Ilham Mahmudi, pecinta lingkungan yang berjuang menjaga hutan lindung mangrove di Langkat agar tak jadi kebun sawit, malah kena jerat hukum. Foto: Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia
Hukban Sitorus, kuasa hukum kedua terdakwa menyatakan menerima putusan Majelis Hakim. Namun, dirinya sangat menyayangkan putusan tersebut tidak mempertimbangkan lokasi pendirian gubuk yang ilegal. Letaknya, di dalam hutan lindung.
Majelis Hakim juga tidak mempertimbangkan nota pembelaan para terdakwa yang melampirkan keterangan dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Sumatera Utara. Bukti yang menunjukkan bahwa tempat pendirian gubuk memang di kawasan hutan lindung.
“Setelah ini, kami akan melakukan kajian dan tindak lanjut hukum. Kami masih memikirkan, apakah melakukan pengaduan atau gugatan balik terhadap para pelaku yang mempidanakan klien kami,” jelas Sitorus, Jumat [6/9/2024].
Baca juga: Tolak Hutan Mangrove jadi Sawit, Polisi Tangkap Lagi Dua Nelayan
Taufik, warga Kwuala Langkat yang menolak htan lindung mangrove dijadikan kebun sawit. Foto: Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Sumatera Utara, Yuliani Siregar, sebelumnya menyampaikan pernyataan resmi mengenai status hutan mangrove Kwala Langkat tersebut, yang hendak diubah menjadi kebun sawit seratus hektar.
Yuliani mengatakan, berdasarkan keterangan status hutan yang disampaikan Walhi Sumatera Utara bahwa titik koordinat N: 40 00′ 48″ dan E: 980 28′ 58″ berada di Desa Kwala Langkat, Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
Berdasarkan hasil overlay Peta Lampiran Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.579/Menhut-lI/2014 tanggal 24 Juni 2014 tentang Kawasan Hutan Provinsi Sumatera Utara Jo. Peta Lampiran Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: SK.6609/MENLHK-PKTUKUH/PLA.2/10/2021 tanggal 27 Oktober 2021 tentang Peta Perkembangan Pengukuhan Kawasan Hutan Provinsi Sumatera Utara maka wilayah tersebut merupakan kawasan hutan lindung [HL].
“Surat ini merupakan informasi penjelasan status lahan terhadap kawasan hutan. Bukan merupakan Izin, rekomendasi, atau bukti kepemilikan lahan,” jelasnya, dalam dokumen yang diterima Walhi pada 5 Juli 2024.
Ilahm dan Taufik yang dinyatakan bersalah oleh PN Stabat. Foto: Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia
Timpangnya penegakan hukum
Rianda Purba, Direktur Eksekutif Daerah Walhi Sumut menjelaskan, penangkapan tiga warga Desa Kwala Langkat, menggambarkan adanya ketimpangan penegakan hukum.
“Berdasarkan dokumen Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Sumut, dijelaskan bahwa pondok yang dirubuhkan warga berada di hutan lindung,” jelasnya, Minggu [21/7/2024].
Menurut Rianda, ada tiga hal yang patut dikritisi terhadap kejadian ini.
Pertama, pondok berdiri bukan di atas tanah milik perorangan atau perusahaan, melainkan di kawasan hutan lindung sehingga legal standing pengaduan ke kepolisian tidak ada. Seharusnya, orang yang merusak hutan ditangkap.
Kedua, Ilham Mahmudi, Safi’i, dan Taufik yang telah beritikad baik menjaga dan melindungi lingkungan tidak bisa dijerat pidana maupun perdata. Ini berdasarkan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009.
Ketiga, patut diduga ada diskriminasi penegakan hukum. Dalam kasus ini, Ilham Mahmudi yang melaporkan empat orang terindikasi merusak mangrove ke Kepolisian Daerah Sumatera Utara berjalan lambat.
“Justru, laporan orang-orang yang diduga sebagai perambah cepat ditindaklanjuti.”
Walhi Sumut mencatat, pesisir timur Sumatera Utara telah kehilangan 59% tutupan hutan mangrove. Kerusakan ini disebabkan alih fungsi lahan menjadi perkebunan dan pertambakan.
“Akibatnya, tidak ada lagi benteng alami yang melindungi perkampungan masyarakat pesisir. Nelayan tradisional juga mulai kehilangan mata pencaharian, dikarenakan ekosistem mangrove yang mereka andalkan semakin rusak,” paparnya.
Warga Desa Kuala Langkat meminta agar Ilham dibebaskan dari segala tuduhan. Foto: Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia
Ilham Mahmudi, Safi’i, dan Taufik merupakan penjaga mangrove Kwala Langkat yang menolak hutan lindung tersebut dijadikan kebun sawit.
Ilham ditangkap polisi dari Polres Langkat pada 18 April 2024 atas laporan merobohkan satu pondok ilegal dalam hutan lindung. Tempat itu jadi lokasi peristirahatan pekerja yang dibayar pengusaha untuk menghancurkan pohon-pohon bakau dan tanam dengan sawit.
Sementara Safi’I dan Taufik, ditangkap polisi dari Polsek Tanjung Pura pada 11 Mei 2024 atas laporan merusak rumah SAR pada 18 April 2024. Mereka dituduh merusak rumah SAR, bersama warga lain, setelah Ilham ditangkap. SAR merupakan orang yang dianggap bertanggung jawab dalam perusakan ekosistem mangrove di Kwala Langkat dan diduga sebagai penyebab ditangkapnya Ilham.
Kawasan Konservasi Mangrove di Langkat jadi Kebun Sawit, Ada Permainan Mafia Tanah?
Sumber: Mongabay.co.id