- Paus Fransiskus ke Indonesiaa lawatan ke Indonesia pada 3-6 September ini. Berbagai kalangan mengingatkan, kehadiran Paus Fransiskus ini harus jadi momentum perbaikan bidang lingkungan dan hak asasi manusia (HAM). Mengingat, agenda pembangunan Pemerintah Indonesia, justru menghadirkan banyak permasalahan lingkungan dan HAM.
- Usman Hamid, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, turut menyuarakan hal sama. Kedatanyan Paus, harus jadi momentum mendesak Indonesia menghentikan pelanggaran HAM dampak kebijakan pembangunan masa kini yang tak ramah sosial dan lingkungan juga menyelesaikan pelanggaran berat HAM masa lalu.
- Kedatangan Paus Fransiskus diharap bisa menjadi katalis dalam menyelesaikan kasus HAM dan lingkungan yang tengah terjadi di Indonesia. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), secara khusus bahkan sudah menyurati Paus untuk menaruh perhatian terhadap kasus hak guna usaha (HGU) di Flores yang dimiliki Keuskupan Maumere dan Keuskupan Larantuka.
- Rukka Sombolinggi, Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) meminta Paus mendesak gereja-gereja Katolik di Indonesia dan Pemerintah Indonesia menghentikan segala bentuk kekerasan dan penindasan, mengakui dan menghormati hak-hak masyarakat adat.
Paus Fransiskus ke Indonesiaa lawatan ke Indonesia pada 3-6 September ini. Berbagai kalangan mengingatkan, kehadiran pemimpin tertinggi Gereja Katolik Sedunia ini harus jadi momentum perbaikan bidang lingkungan dan hak asasi manusia (HAM). Mengingat, agenda pembangunan Pemerintah Indonesia, justru menghadirkan banyak permasalahan lingkungan dan HAM.
- Advertisement -
Uli Arta Siagian, Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Walhi, saat dihubungi menyebut Paus kerap memberi teladan dalam memihak kaum tertindas dan marjinal. Di Indonesia, kaum ini tergambar dalam wujud masyarakat yang tengah berjuang mempertahankan ruang hidup karena kebijakan pembangunan pemerintah yang ekstraktif dan tak partisipatif.
“Saya kira tepat kalau Paus punya agenda untuk bicara HAM dan lingkungan di Indonesia. Karena negara kita sedang tidak baik-baik saja ditinjau dari dua aspek ini,” kata Uli.
Jadi, katanya, agenda Paus bertemu dengan Presiden Joko Widodo bisa jadi kesempatan mengingatkan kepala negara Indonesia itu untuk kembali melihat masalah di dua aspek ini.
Pemerintah, katanya, seharusnya tidak boleh lagi menutup mata kalau nanti menerima nasihat bahkan teguran terkait isu HAM dan lingkungan.
Meskipun demikian, karakter rezim pemerintahan Jokowi yang kerap mengesampingkan masukan dari ahli disebut Uli bisa saja tak mengindahkan soal isu ini. Dia meminta, Paus sampaikan pesan terkait isu saat bertemu umat yang lebih luas.
“Kalau lewat khotbah yang disampaikan pada umat, akan timbul juga kesadaran yang nantinya bisa mendorong kita lebih aware terhadap hal ini,” kata Uli.
Selain itu, kata Uli, saat Paus bertemu pemerintah bisa bicarakan agenda krisis iklim terutama soal ketidakadilan struktural yang jadi salah satu faktor pendorong krisis iklim bisa ada jalan penyelesaian.
“Karena berton-ton emisi dihasilkan oleh industri besar, sementara rakyat kecil dan marjinal yang jadi korbannya,” kata Uli.
Selama ini, katanya, pembicaraan krisis iklim tidak pernah bisa membongkar masalah struktural. Harapannya, Paus bisa mendorong pemerintah melihat problem ini dan mendorong pemerintah supaya memberikan solusi konkret bukan solusi palsu yang malah berisiko merampas ruang hidup masyarakat.
Kawasan tambang nikel di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, menyebbakan pencemaran laut dan berdampak pada masyarakat sekitar. Foto: WALHI Sulsel.
Muhammad Isnur, Direktur Eksekutif Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyerukan supaya pemerintah tidak menyia-nyiakan kedatangan Paus ke Indonesia. Dengan Paus berkunjung ke Indonesia, katanya, sudah jadi tamparan keras bagi pemerintah.
Salah satu, berdasarkan atas bertolakbelakangnya pandangan pemerintah dengan Paus Fransiskus. Pemerintah, katanya, lebih dekat dengan investor ketimbang warga negara dan lingkungan yang terdampak kegiatan investasi itu.
Kedatangan Paus, katanya, dalam kesederhanaan dengan gunakan pesawat komersil di tengah eksklusivitas pejabat Indonesia yang kerap bepergian pakai pesawat pribadi.
“Ada ironi. Negara mengundang dan menghormati Paus. tapi tidak menjalankan prinsip-prinsip yang dibawa oleh Paus,” katanya.
Senada dengan Uli, Isnur menyebut, pemerintah harus bisa memahami pesan-pesan dari Paus dan menerapkan dalam kebijakan di masa depan.
“Buat saya, ini kesempatan pemerintah bisa menerima, mendengarkan, dan sungguh-sungguh melaksanakan petuah dari Paus.”
Menurut Isnur, kunjungan ini juga jadi momentum bagi pemerintah untuk memerhatikan aspek kemanusiaan dalam setiap regulasi yang mereka buat di masa depan.
Usman Hamid, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, turut menyuarakan hal sama. Kedatanyan Paus, harus jadi momentum mendesak Indonesia menghentikan pelanggaran HAM dampak kebijakan pembangunan masa kini yang tak ramah sosial dan lingkungan juga menyelesaikan pelanggaran berat HAM masa lalu.
Pesan perdamaian, cinta kasih, dan dialog yang selalu Paus sampaikan, kata Usman relevan bagi dunia yang menghadapi perpecahan dan intoleransi.
Kunjungan ini, katanya, sangat penting guna menegaskan kembali kewajiban setiap bangsa tentang nilai-nilai martabat manusia dan keadilan sosial.
“Ini jadi kesempatan mendesak Indonesia memenuhi komitmen bidang HAM, termasuk menyelesaikan pelanggaran berat HAM masa lalu dan melindungi kelompok masyarakat, termasuk masyarakat adat dari kebijakan ekonomi yang keliru,” katanya.
Amnesty International Indonesia juga mendorong Paus bisa membicarakan masalah lingkungan dan HAM di Papua. Menurut mereka, pembangunan di Papua kerap represif dan memakan korban masyarakat adat dan lokal di Pulau paling timur Indonesia itu.
Warga sipil di Papua, termasuk masyarakat adat, katanya, menderita karena operasi militer besar-besaran. Banyak penyiksaan, pengungsi internal hingga pelanggaran HAM.
“Tanah Papua yang alami kekerasan harus jadi perhatian Paus dalam diskusi dengan pemerintah.”
Aksi warga Rempang di Jakarta. Masyarakat Rempang protes karena mereka harus pindah dari ruang hidup mereka karena pulau akan jadi proyek strategis nasional, Rempang Eco City. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia
Lindungi masyarakat adat dan HGU keuskupan
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), secara khusus bahkan sudah menyurati Paus untuk menaruh perhatian terhadap kasus hak guna usaha (HGU) di Flores yang dimiliki Keuskupan Maumere dan Keuskupan Larantuka.
Surat yang ditulis AMAN pada 25 Agustus lalu ini khusus menggarisbawahi dugaan pelanggaran HAM dan perampasan wilayah adat oleh kedua keuskupan itu. Dalam suratnya, AMAN menilai Paus sebagai sosok yang bisa menyelesaikan kasus ini.
“Sebagaimana yang sudah beliau lakukan di Kanada, terhadap kasus yang melibatkan gereja Katolik dan masyarakat adat,” kata Rukka Sombolinggi, Sekretariat Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dalam surat itu.
Wilayah adat Masyarakat Suku Soge Natarmage dan Suku Goban Runut di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, katanya, terrampas oleh Belanda sewaktu menjajah Indonesia. Kemudian, hak guna usaha (HGU) dialihkan kepada Keuskupan Agung Ende melalui PT Perkebunan Kelapa Diag (PKD), hingga kini dialihkan kepada Keuskupan Maumere melalui PT Kristus Raja Maumere.
Sampai saat ini, Keuskupan Maumere masih berusaha mengajukan pembaruan HGU ke Kementerian ATR/BPN, namun ditunda karena ada keberatan dari Masyarakat Adat Suku Soge Natarmage dan Suku Goban Runut.
Serupa juga terjadi di Suku Tukan di Kabupaten Flores Timur. Wilayah adat mereka seluas 218 hektar dalam kuasa Keuskupan Larantuka melalui HGU PT Reinha Rosari.
“Saat ini, 256 keluarga adat dari total 454 keluarga sedang berjuang mendapatkan kembali tanah adatnya,” katanya dalam rilis AMAN.
Rukka memandang, Paus sebagai sosok yang berpihak pada masyarakat adat. Untuk itu, penyelesaian kasus yang melibatkan Keuskupan Maumere dan Larantuka bisa diselesaikan Paus dengan mendorong muruah gereja Katolik sebagai pelindung yang menghormati hak-hak masyarakat adat.
“Hal ini sejalan dengan misi gereja sebagaimana moto yang Paus anut, ‘miserando atque eligendo’ (karena belas kasih, Dia memanggilnya),” katanya.
Ekosistem laut rusak. Laut yang menjadi ruang hidup bagi masyarakat pesisir berubah jadi lautan lumpur merah (limparan tanah dari aktivitas tambang nikel) di Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara.
Selain itu, katanya, kedatangan Paus dalam perjalanan Apostolic diharapkan jadi angin segar bagi masyarakat adat di tengah memburuknya situasi hukum dan kebijakan di Indonesia.
Paus, katanya, merupakan pendukung setia dan mempunyai sejarah panjang hubungan baik dengan masyarakat adat.
Pada 6th Global Meeting of the Indigenous Peoples Forum di Roma, Paus mendesak pemerintah dan masyarakat internasional menghormati budaya, martabat, dan hak-hak serta mengakui peran penting masyarakat adat dalam membantu mengatasi krisis lingkungan global.
Dia bilang, permintaan maaf Paus atas nama Gereja Katolik kepada masyarakat adat di Kanada pada 2022 patut diapresiasi. Paus meminta maaf kepada Masyarakat Adat Kanada atas peran Gereja Katolik di sekolah-sekolah di mana anak-anak disiksa dan dilecehkan.
Paus menyebut, asimilasi budaya paksa mereka sebagai kejahatan tercela dan kesalahan yang membawa bencana.
Tragis, dukungan Paus terhadap masyarakat adat justru berbanding terbalik dengan situasi masyarakat adat di Indonesia.
“Paus harus melanjutkan pembebasan masyarakat adat dari penindasan seperti yang dilakukan di Amerika Latin dan Kanada, kali ini masyarakat adat di Indonesia.”
Suku Awyu dan Moi aksi di Jakarta untuk menyuarakan perlindungan hutan adat mereka yang terancam perkebunan sawit. Foto: Greenpeace
Dia juga meminta Paus mendesak gereja-gereja Katolik di Indonesia dan Pemerintah Indonesia menghentikan segala bentuk kekerasan dan penindasan, mengakui dan menghormati hak-hak masyarakat adat.
“Pemerintah Indonesia harus menjalankan mandat konstitusi dengan mengesahkan Undang-undang Masyarakat Adat dengan tujuan melindungi hak-hak masyarakat adat.”
Dia bilang, gempuran proyek-proyek pembangunan di wilayah adat merampas hak masyarakat adat hingga terjadi penghilangan nyawa, kriminalisasi, kekerasan, penyiksaan, penculikan, dan bentuk pelanggaran hak lain.
Dalam catatan akhir tahun AMAN 2023, situasi hukum dan kebijakan terkait masyarakat adat memburuk dan mengakibatkan 2.578.073 hektar wilayah adat terrampas untuk kepentingan investasi, bisnis, atau pembangunan infrastruktur.
Konflik agraria dan sumber daya alam terjadi di mana-mana dengan korban masyarakat marginal seperti masyarakat adat/lokal, petani, masyarakat pesisir dan lain-lain. Aksi Masyarakat Adat Keturunan Ompu Umbak Siallagan Dolok Parmonangan, menuntut pembebasan ketua komunitas adatnya. Foto: AMAN Tano Batak
*******
Proyek Tebu Merauke, Ingatkan Risiko Lingkungan dan Pelanggaran HAM
Sumber: Mongabay.co.id