- Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, terutama di Pulau Bacan dan Pulau Obi memiliki kekayaan bahan tambang mineral, sehingga banyak beroperasi usaha tambang, baik resmi maupun ilegal.
- Aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI) di Pulau Bacan kembali menimbulkan korban. Sebanyak 9 penambang terjebak dalam lubang tambang, empat diantaranya meninggal dunia. Tercatat sudah 8 korban meninggal sepanjang tahun 2024.
- Aktivitas PETI di Halmahera Selatan ini sangat berbahaya karena tidak berizin, penambangan dan pengolahannya yang tidak sesuai aturan sehingga membahayakan penambangnya dan merusak lingkungan
- Sesuai hasil kajian, Polri dan pemerintah daerah akhirnya menutup aktivitas PETI di daerah tersebut
Pulau Bacan dan Pulau Obi di Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, memiliki kekayaan bahan tambang mineral, sehingga banyak beroperasi usaha tambang, baik resmi maupun ilegal.
Selain penambangan nikel, di Pulau Obi juga terdapat penambangan emas yang dikelola warga yang berdampak buruk pada lingkungan. Di Pulau Bacan, juga beroperasi penambangan emas tanpa izin (PETI) yang merusak lingkungan dan sumber air, bahkan berulang kali memakan korban jiwa.
Salah satunya, PETI di Desa Kusubibi, Bacan Barat yang mulai beroperasi sejak 2015. Di lokasi tambang rakyat ini, 9 penambang terjebak dalam lubang tambang karena masuknya air dengan lumpur saat terjadi hujan dengan intensitas tinggi pada awal Agustus lalu.
Mereka terjebak sekitar 9 jam dalam lubang tambang sedalam sekitar 100 meter dan berjarak sekitar lima kilometer dari kampung.
Setelah dilakukan evakuasi, lima orang berhasil diselamatkan dan empat lainnya meninggal dunia. Korban meninggal yaitu Jair Idris (38) dan Abjad Sarif (43) warga Desa Peleri Kecamatan Malifut, Halmahera Utara, Rizky (23) warga Desa Togawa, Kecamatan Galela dan Rais Mustakim (18) Desa Dorolamo, Kecamatan Kayoa.
M Basri salah satu penambang menjelaskan saat kejadian para pekerja tambang lain berupaya menyedot air dari dalam lubang menggunakan mesin penyedot air. Namun air yang mengalir deras masuk lubang tambang membuat mereka tidak bisa berbuat banyak.
- Advertisement -
Para korban baru bisa dievakuasi setelah hujan reda dan airnya berhasil disedot. ”Korban meninggal diduga kehabisan oksigen, karena terjebak di dalam lubang,” katanya kepada Mongabay.
Kejadian itu menambah jumlah korban meninggal dari aktivitas PETI di Pulau Bacan dan Pulau menjadi 9 orang sepanjang tahun 2024. Lima korban lainnya berasal dari aktivitas PETI di Desa Anggai, Kecamatan Obi, Pulau Obi pada 17 Februari 2024 lalu. Dalam peristiwa itu, hanya satu korban yang bisa ditemukan, sementara 4 orang terkubur dalam lubang hingga kini.
Baca : Kala Para Pakar Ingatkan Bahaya Tambang Emas dan Sinabar di Maluku
Para penambang mengangkut material bahan galian emas ke pusat pengolahan untuk diolah menjadi emas di Bacan Barat, Halmahera Selatan, Maluku Utara. Foto : Agus
PETI Merusak Lingkungan
Sejak tambang emas illegal ini beroperasi, kejadian serupa berulang dan menimbulkan jatuh korban. Berdasarkan catatan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel) kejadian di Kusubibi ini sudah ketiga kalinya. “Kejadian ini berulang ketiga kalinya. Penambang yang meninggal ini sudah mencapai 8 orang,” jelas Kepala DLH Halsel Samsu Abubakar kepada Mongabay, awal Agustus lalu.
Selain memakan korban jiwa, Samsu mengatakan, aktivitas PETI ini sangat merusak lingkungan karena menggunakan bahan-bahan kimia yang berbahaya dan sulit dikontrol. Sementara buangan limbahnya dilakukan serampangan.
“Dikhawatirkan limbahnya mengancam air dan kesehatan warga sekarang dan ke depan. Kita hanya turun memberikan edukasi pada masyarakat dampak buruknya terhadap lingkungan dan manusia. Saat ini penggunaan (bahan kimia) merkuri dilarang dan hanya bisa sianida. Tetapi kita tidak tahu kondisi di lapangan yang medannya di hutan dan sulit dipantau. Ini kegiatan illegal jadi kita juga sulit kontrol,” jelasnya.
Mereka sudah beberapa kali melakukan pengambilan sampel air, hanya belum diuji karena masalah pembiayaan.
Sementara dalam dua kali kejadian, dia bilang kawasan tambang ini sudah dihentikan oleh pemda Halsel. Tetapi beberapa bulan kemudian dilakukan penambangan lagi. “Sulit dihentikan karena ini aktifitas illegal. Kita hanya mampu memberi edukasi kepada warga untuk berhati-hati. Apalagi dampak lingkungannya cukup serius,” katanya.
Ancaman lingkungan sangat serius karena daerah penambangan berada di DAS Kusubibi di mana ada sungai besar mengalir ke desa itu dan airnya digunakan warga. “Memang mereka (penambang) mengaku limbahnya tidak dibuang ke sungai, tapi aktivitasnya sulit dikontrol. Hal yang tidak diinginkan bisa saja terjadi,” katanya.
Dalam jangka panjang, sungai yang tercemar aktivitas PETI dapat berdampak pada kesehatan manusia. Dia contohkan, dari hasil penulusuran mereka di kawasan tambang rakyat di Desa Anggai Pulau Obi, telah ada warga yang terdampak kesehatannya. Misalnya ada penambang yang gemetar tidak terkontrol dan terjatuh ketika memegang sesuatu.
Baca juga : Longsor Area Tambang Emas Ilegal di Gorontalo Telan Puluhan Korban Jiwa
Para penambang di Kusubibi, Bacan Barat, Halmahera Selatan, menghaluskan material tambang sebelum dibawa ke tempat pengolahan emas. Foto : Agus
Dia berharap aparat kepolisian menutup aktifitas penambangan liar secara permanen. “Kita berharap ditutup permanen. Sebab kita kesulitan mau menindak tapi tidak tahu pemiliknya siapa,” jelasnya.
Kepala Polisi Resort (Kapolres) Halmahera Selatan AKBP Hendra Gunawan dalam pernyataan resminya kepada media menyampaikan bahwa setelah kejadian itu, aktivitas tambang tanpa izin ini langsung ditutup.
“Sesuai kajian Polri dan pemerintah daerah akhirnya daerah tambang ini ditutup. Selanjutnya disosialisasikan kepada masyarakat. Jika ada yang melakukan penambangan lagi akan ditindak dan diproses hukum,” katanya.
Berbahayanya PETI
Dosen Fakultas Teknik Universitas Khairun Almun Madi yang peduli dengan isu tambang rakyat menemukan berbagai permasalahan serius setelah beberapa kali mengunjungi wilayah tambang itu.
Dia mengatakan tambang rakyat di Desa Kusubibi, Kecamatan Bacan Barat, Halmahera Selatan yang beroperasi sejak 2015/2016 belum memiliki izin usaha pertambangan rakyat (IPR). Hal ini bertentangan UU No.3/2020 tentang perubahan UU No.4/2019 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Penambangan emas di Kusubibi itu, lanjutnya, dilakukan secara konvesional, baik teknis penambangan maupun pengolahannya. Sementara penambangannya dilakukan mitra bersama masyarakat. Aktivitas mereka menganggu kestabilan lereng. Faktor keamanan juga sangat rawan. Hal ini disebabkan maraknya pembuatan lubang bukaan dan terowongan yang tidak memadai.
Baca juga : Tambang Emas Ilegal WNA Tiongkok di Kalbar
Sungai Kasubibi,Bacan Barat, Halmahera Selatan, Maluku Utara, tempat warga mengambil air dan mandi dikhawatirkan tercemar merkuri dan sianida dari pertambangan emas ilegal di hulu sungai. Foto : Ambo/Cermat
Begitu juga ancaman kerusakan lingkungan hidup. Buangan tailing, dan air limbah pengolahan langsung dilepas ke DAS tanpa dilakukan proses pengolahan. Mereka juga membuat lubang bukaan dengan kedalaman 20-50 m, hanya dengan mempertimbangkan/ memprediksikan di mana letak urat emas, atau para penambang menyebutnya rep. Lubang juga hanya menggunakan penyangga terowongan yang sangat konvensional. Baik berupa balok dan papan yang difungsikan sebagai penyangga pada titik-titik yang dianggap berpotensi longsor.
Almun melihat kondisi itu sangat memprihatinkan. Dalam desain terowongan, misalnya, memerlukan teori dan metode sehingga mempertimbangkan kestabilan bawah tanah. Desain ventilasinya juga harusnya memadai dan tentu memiliki penyangga yang kuat sesuai rekomendasi kajian geotek.
“Yang berbahaya juga, metode pengolahannya yakni amalgamasi menggunakan sianida dan merkuri. Jenis bahan kimia ini sangat berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan. Sementara penanganan limbah tailingnya hanya dibuatkan kolam pengendapan sederhana dan kemudian dialirkan ke daerah aliran sungai (DAS) tanpa ada penanganan prosedural,” pungkasnya. (***)
Tambang Emas Ilegal Jarah Cagar Alam Panua
Sumber: Mongabay.co.id