Aceh Besar- Etnis Rohingya di berbagai media sosial belakangan dianggap sebagai imigran gelap, isu semakin kencang berhembus saat gelombang kedatangan Rohingnya terus meningkat pada tahun 2023, khususnya di Provinsi Aceh. Dari sisi hukum internasional yang diratifikasi Indonesianya nyatanya Rohingya adalah pengungsi yang harus dilindungi negara, alih-alih imigran gelap yang harus dideportasi.
Pernyataan tersebut dikemukakan Bilal Dewansyah, Dosen Hukum dan Tata Negara Universitas Padjadjaran dalam diskusi daring bertajuk “Bincang Literasi: Seberapa dalam kita memahami isu Rohingya?”, Kamis (18/01/2024).
Lebih lanjut ia mengatakan etnis Rohingya merupakan pengungsi dari aksi persekusi yang sedang mencari suaka untuk hidup. Agustia Rahmi, Pegiat Kemanusiaan di Aceh menambahkan, Aceh, Thailand dan Malaysia dipilih mereka justru karena alasan geografis sehingga ketiga daerah dan negara tersebutlah yang paling memungkinkan untuk mereka tuju.
“Mereka dilindungi oleh hukum internasional, hukum ini memiliki 3 prinsip, Non-refoulement, non-penalization, dan non-discrimination,” ujar Bilal.
Yasmin Ullah salah satu warga etnis Rohingya yang dibesarkan di Thailand dan hidup sebagai pengungsi selama 16 tahun mengatakan, upaya penghapusan etnis Rohingya dan kekerasan yang mereka alami sudah berjalan 82 tahun dan masih terus berlangsung hingga saat ini.
Sejak puluhan tahun itu pula kata Yasmin akses hak asasi manusia mereka terbuka sangat minim, utamanya kesehatan dan pendidikan.
“82 tahun kekerasan dialami oleh etnis Rohingya, terutama pengusiran. Sejak tahun 1982 etnis Rohingya tidak masuk dalam sensus dan ingin dihilangkan. Oleh karena itu etnis kami keluar dari negara dengan alasan keamanan jiwa,” ungkap Yasmin.
- Advertisement -
Ia menyampaikan kampanye genosida yang mereka terima dimulai dari diskriminasi politik. Menurutnya pemerintah Myanmar menganggap etnis Rohingya sebagai permasalahan belum tuntas yang harus diselesaikan.
“Kualitas hidup yang dimiliki etnis Rohingya sangat rendah, di mana pun mereka berada, terutama di Camp pengungsian,” ujar Yasmin.
Ketibaan Rohingya yang terus menerus terjadi di Aceh sehingga akhirna gelombang penolakan warga Aceh terhadap Rohingya terjadi di beberapa tempat pada tahun 2023, dinilai Bilal sebagai keterlambatan pemerintah pusat dalam mengambil keputusan, pada akhirnya menyulitkan pemerintah kabupaten/kota di Aceh.
“Penanganan pengungsi Rohingya minimal harus dilaksanakan sesuai perpres,” ujar Bilal. (Tony/Lensakita.com)