Banda Aceh- Di bawah Yayasan Darah untuk Aceh, Nunu Husein selaku owner dari T plus Cafe, dan Pengurus Yayasan Darah untuk Aceh mendirikan sebuah Cafe Thalasemia yang berlokasi di Jalan Ayah Hamid, dekat dengan pintu keluar masuk masjid Oman Lampriet, kota Banda Aceh.
Cafe yang bertujuan untuk memandirikan teman-teman penderita thalasemia diharapkan dapat menjadi peran pendukung untuk Yayasan Darah untuk Aceh sehingga bisa membantu lebih banyak penderita thalasemia lain di luar sana.
Saat diwawancarai di T plus Cafe Nunu Husein menyebutkan Yayasan darah untuk Aceh saat ini sudah memiliki beberapa program yang sedang berjalan seperti Rumah Singgah yang diberi nama ‘Rumah Kita’, T plus Cafe, dan ReAksi (Relawan aksi) yang masih dalam proses pengembangan.
Tak hanya hasil yang disumbangkan kepada penyintas thalasemia, T plus Cafe juga mempekerjakan dua orang thalasemia mayor sebagai waiters.
“Total di sini ada 8 pekerjaan 2 barista, 2 cooking, 2 waiters, dan 1 helper. Untuk barista dan cooking membutuhkan skill khusus sehingga teman-teman Thalasemia ini masih belum mahir dan mereka juga tidak boleh terlalu lelah makanya ditempatkan sebagai waiters” ungkap Nunu Husain, Jum’at (03/11/2023).
Cafe tersebut baru saja melakukan grand opening pada tanggal 15 Oktober 2023 lalu dengan mengusung konsep pulang ke rumah sehingga pengunjung yang akan datang disuguhkan suasana layaknya berkunjung ke rumah teman atau kerabat yang terdapat teras, ruang tamu, bilik kamar yang diubah menjadi meeting room, ruang tengah atau ruang keluarga, dan bagasi.
Tak hanya suasana yang menggambarkan keadaan rumah tapi menu makanan yang selalu berubah-ubah setiap hari layaknya masakan rumah menambah kesan untuk pulang sejenak disela-sela kesibukan bekerja.
- Advertisement -
Nunu Husein mengaku mendapat motivasi untuk membuka Cafe Thalasemia dari pengalaman mengurus sang ibu yang harus transfusi darah rutin sehingga terinspirasi untuk membuat suatu komunitas yang peduli terhadap thalasemia.
Walau memiliki banyak hambatan yang pernah dilalui saat proses berjalan, Nunu tak mau menyerah. “Pernah ada yang bertanya bagaimana jika tidak ada yang datang karena takut tertular thalasemia? saya jawab, saya tetap akan mempertahankan ini sembari bersosialisasi bahwa penyakit thalasemia tidak menular,” tuturnya.
Menurut Nunu, hal itu dibuktikan dengan kurangnya pemahaman masyarakat tentang penyakit thalasemia, banyaknya stigma yang beredar di masyarakat tentang penyakit tersebut.
“Ada yang bilang penyakit menular, penyakit kutukan, bahkan penyakit guna-guna. Sehingga ada keluarga yang tidak nyaman memiliki anak pengidap thalasemia. Hal ini membuat saya semakin yakin dan bersemangat untuk mensosialisasikan dan mendukung teman-teman penyandang thalasemia,” ujarnya.
Thalasemia merupakan penyakit genetik yang diturunkan dari orang tua yang ditandai dengan kurangnya kadar HB (Hemoglobin) di dalam darah sehingga kelainan ini membuat penderitanya mengalami anemia seperti cepat lelah, mudah mengantuk hingga sesak nafas.
Diketahui, penderita thalasemia terbagi dua, thalasemia mayor dan thalasemia minor. Pada thalasemia mayor pengidapnya menunjukkan gejala anemia berat sehingga butuh perawatan transfusi darah seumur hidup atau indikasi lain sesuai tingkat keparahan. Sedangkan Thalasemia minor tidak menunjukkan gejala yang parah namun ia membawa gen minor sehingga apabila menikah dengan pembawa gen minor juga, akan berpotensi memiliki anak dengan thalasemia mayor.
Nunu berharap ke depan masyarakat bisa lebih paham tentang penyakit thalasemia yang tidak menular melainkan penyakit bersifat genetik yang diturunkan dari kedua orang tua.
Salah satu kata kunci unik yang menjadi bentuk sosialisasi penyakit thalasemia pada T plus Cafe adalah T yang berarti Thalassemia, plus artinya kelebihannya. Dengan kalimat kunci be aware of thalasemia before you “ping” someone artinya pedulilah terhadap thalasemia sebelum kamu menyukai seseorang.
“Sehingga harapan ke depannya Thalasemia bisa dicegah apabila pasangan atau calon pasangan bisa lebih peduli terhadap thalasemia sehingga hal ini mencegah terjadinya thalasemia baru. Mengingat Aceh merupakan salah satu provinsi dengan prevalensi penyakit thalasemia tertinggi di Indonesia,” pungkasnya.