BANDA ACEH – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Pemerintahan (FISIP) UIN Ar-Raniry Banda Aceh menggelar kuliah tamu internasional dengan menghadirkan antorpolog Universitas Auckland, Selandia Baru, Jesse Hession Grayman di Ruang Rapat Biro Rektor, Selasa (5/9/2023).
Jese Hession Grayman adalah seorang akademisi yang pernah tinggal di Aceh hampir lima tahun pasca tsunami. “Momen yang menyentuh untuk kembali lagi ke Aceh,” kata Jesse mengawali sesi presentasinya dihadapan civitas akademika FISIP UIN Ar-Raniry.
Kuliah tamu itu dipandu oleh Reza Idria, Wakil Dekan Bidang Kemahasiswa dan Kerjasama yang juga lulusan Universitas Harvard, Amerika Serikat.
Dalam presentasinya, Jesse mengupas tentang masih adanya ketimpangan pembangunan antar desa di Indonesia. Menurutnya, salah satu titik penting dari antropologi adalah ketika berhasil memetakan keadaan dan karakteristik masyarakat sebelum program pembangunan dilaksanakan.
“Masyarakat dimana sebuah konsep pembangunan akan dilaksanakan lebih mengerti program apa yang layak untuk mereka,” ujarnya.
Menurut Jesse, setiap daerah di Indonesia memiliki tradisi dan karakteristiknya tersendiri. Ia menilai, selama ini pembangunan pedesaan tidak mencapai hasil yang diinginkan.
“Partisipasi masyarakat menjadi salah satu titik masalah,” papar Jesse.
- Advertisement -
Jesse menyampaikan, seringkali stakeholder di desa salah mengartikan prinsip-prinsip partisipasi seperti yang dikehendaki oleh Pemerintah Pusat. “Saat ini terlihat dana desa masih lebih banyak digunakan untuk infrastruktur,” sebutnya.
Dimana dana bantuan yang seharusnya digunakan untuk pembangunan berkelanjutan, diterjemahkan dengan membeli baju baru. Jesse juga mengkritisi dana desa yang berjumlah Rp 1 miliar lebih dan alur proses pemanfaatan dana tersebut.
“Transparansi dan akuntabilitas masih menjadi bagian dari masalah,” tegasnya, sambil menganalogikan beberapa tahapan yang kerap menjadi kendala. “Ini juga terkait budaya malu,” tambahnya.
Hal lainnya, Jesse mencontohkan terlalu banyaknya formulir yang harus diisi setiap tahun oleh mereka yang mengelola Posyandu. Berjumlah lebih dari 30 jenis formular tiap tahunnya. Dimana mereka menggunakan separuh bekerja waktu untuk mengisi formulir yang sesuai petunjuk teknis.
“Seharusnya waktu tersebut bisa digunakan untuk berinteraksi dengan masyarakat,” sebutnya.
Jadi, tutur Jesse, tidak salah jika Bank Dunia melalukan uji coba program Community Driven Development (CDD) di Indonesia. CDD adalah program Bank Dunia yang diuji coba pertama kali di Indonesia dan merupakan program yang dirancang untuk menghimpun inisiatif dan partisipasi masyarakat.
Dekan FISIP UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Muji Mulia mengatakan, peran disiplin ilmu antropologi bila diterapkan dalam program pembangunan akan mampu menggangkat harkat dan martabat masyarakat.
“Ini akan mengkaji dan mengeksplor potensi masyarakat,” katanya.[]