Banda Aceh– Konflik manusia dan harimau mengancam keberlangsungan populasi Harimau Sumatera di ekosistem. Hal itu diungkapkan oleh Anhar Lubis, Koordinator Leuser Rescue, Team Forum Konservasi Leuser dalam workshop Physical Examination and Rehabilitation Menagement of the Sumatera Tiger di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Minggu (03/09/2023).
“Harimau itu puncak dari rantai makanan, fungsinya untuk mengontrol populasi di bawahnya,” ujarnya.
Anhar menjelaskan, bahwa harimau memerlukan lebih dari satu jenis makanan untuk hidupnya. Dalam kata lain harimau merupakan puncak dari ekosistem yang dapat mengontrol populasi dalam suatu rantai makanan. Jika jumlah mereka berukurang, maka akan terjadi over populasi dalam suatu ekosistem yang akan merugikan manusia.
Anhar menjelaskan, harimau merupakan satwa individualis. Ketika remaja (1-3 tahun) dia akan keluar dari home rangenya mencari daerah baru untuk bertahan hidup. Dikarenakan manusia memiliki kebutuhan untuk kelangsungan hidup juga, maka sering sekali daerah hutan dipakai untuk membuka lahan. Hal tersebut menyebabkan semakin sempitnya daerah jelajah harimau.
Anhar menambahkan, harimau merupakan hewan opportunistis; dia lebih suka melakukan hal yang mudah. Karena itu kata Anhar, ketika dia berada di suatu kawasan yang dekat dengan manusia, harimau cenderung menampakkan dirinya dan memakan ternak-ternak warga dibandingkan harus bersusah payah menangkap mangsa di hutan, hal tersebut lah yang kemudian memicu konflik harimau dan manusia.
“Puncak dari setiap konflik negatif antara harimau dengan manusia adalah kematian satwa,” ujarnya.
Karena itu, Anhar berharap dengan adanya kegiatan workshop tersebut, mahasiswa dapat menambah ilmu dan wawasan tentang konservasi Harimau Sumatera. Hal itu diharapkan mampu membentuk dokter hewan yang mampu melakukan pendekatan serta memberikan edukasasi terhadap masyarakat tentang pentingnya keseimbangan ekosistem dan konservasi Harimau Sumatera. (DL)