Miftahuddin (52) memeriksa perlengkapan sepeda sebelum melanjutkan perjalanan aksi solidaritas untuk korban tragedi Kanjuruhan saat melintas di Bekasi, Jawa Barat, Ahad (13/8/2023). Aksi naik sepeda selama 11 hari dari Malang menuju Jakarta sebagai bentuk solidaritas terhadap korban tragedi Kanjuruhan di Malang.
JAKARTA — Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) tetap menyayangkan vonis ringan terhadap eks Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi dan eks Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto. YLBHI memandang keduanya pantas dihukum lebih berat.
Lewat putusan kasasi di Mahkamah Agung (MA), kedua polisi itu dijerat hukuman dua tahun dan 2,5 tahun penjara. Putusan itu ditetapkan pada Rabu (23/8) oleh MA.
“Kami juga menyesalkan putusannya sangat ringan, bagaimana mungkin ini meninggal 135 orang lebih dan membuat kita malu sebagai sebuah bangsa, hanya dihukum 2 tahun. Tentu ini sangat tidak adil untuk korban dan seluruh warga bangsa,” kata Ketua Umum YLBHI Muhammad Isnur kepada wartawan, Kamis (24/8/2023).
Isnur menilai seharusnya MA menghukum kedua polisi itu dengan pidana sangat berat. Kemudian, Isnur memandang tragedi Kanjuruhan masih menyisakan PR bagi Kapolri untuk kembali menyelidiki sungguh-sungguh peristiwa ini.
“Relasi atau pelaku lainnya belum ditarik dan dibuka lebih terang lagi,” ujar Isnur.
- Advertisement -
Walau demikian, vonis kasasi menurut Isnur setidaknya membuktikan kesalahan di tingkat pengadilan negeri. Vonis ini pun menyatakan aparat kepolisian bersalah dalam kematian 135 orang.
“Dalam artian jelas bahwa upaya-upaya pengaburan fakta itu dibatalkan oleh MA,” ujar Isnur.
Isnur juga menyebut pertanggungjawaban kepolisian yang saat itu bertugas menembakkan gas air mata pada massa di tribun memiliki kausalitas yang kuat dan memiliki relasi yang berakibat pada kematian sangat banyak orang.
“Ini membuktikan upaya pengaburan itu tidak berhasil dengan MA menyatakan bersalah,” ujar Isnur.
Selain itu, Isnur mendorong Komnas HAM menggolongkan peristiwa ini sebagai kejahatan kemanusiaan atau pelanggaran HAM berat. Sebab Isnur meyakini tindakannya dilakukan secara sistematis dan meluas.
“Lebih dari itu, ini lagi-lagi membuktikan pengadilan belum memberikan rasa keadilan pada korban,” ucap Isnur.
Sumber: Republika